Ternyata ada sisi lain yang harus dibenahi, tema yang diangkat ternyata menjadi kurang spesial karena terlalu didominasinya tema flora dan fauna pada ajang tahun ini.
Indonesia harus berani keluar dari tema konvensional dan lebih memilih sesuatu yang khas dan tidak dimiliki oleh negara lain bahkan jika bisa hingga orang asing akan berpikir, wow ternyata di Indonesia ada hal seperti ini.Â
Saya justru tertarik bila National Costume lebih mengangkat budaya dan adat istiadat lokal dibandingkan membuat kostum yang bersifat karnaval.Â
Contoh keberhasilan Thailand saat membawakan kostum Tuk-Tuk yang merupakan kendaraan khas masyarakat disana. Kemudian Myanmar melalui Boneka Diorama "Puppet Show" yang meraih National Costume 2016, Jepang tahun 2017 dengan pakaian Samurai Warrior yang memadukan antara pakaian samurai wanita yang terkesan tegas.
Namun kemudian berubah menjadi Kimono yang anggun serta tahun ini Laos berhasil mempresentasikan mitologi 3 dewa/dewi yang bersayap dimana terkesan unik dan justru meraih juara kostum terbaik.
3. Kemampuan Public Speaking yang Masih Lemah
Sebagai orang awam, saya melihat bahwa ada beberapa perwakilan Indonesia selama mengikuti Ajang Miss Universe yang lemah dalam public speaking padahal public speaking sangat penting dalam menjawab pertanyaan dengan baik, tegas, dan jelas.Â
Saya tidak akan menyebut siapa yang dianggap kurang memiliki kemampuan ini cukup sobat sendiri yang menganalisanya.Â
Saya melihat Yayasan Puteri Indonesia seakan berusaha mencari sosok gadis yang tinggi, berperawakan model, pintar berbahasa inggris sebagai juara. Kemampuan public speaking yang baik seakan dikesampingkan dan diharapkan dapat terpoles saat masa persiapan.Â
Ini mengapa ketika melihat pengumuman juara ada beberapa yang membuat saya bertanya, why is she the winner? Secara personal saya menfavoritkan Artika Sari Devi dan Anindya Kusuma Putri saat berlaga di ajang Miss Universe.Â
2. Kemampuan Modelling yang Belum Matang