Sedangkan dalam kodifikasi total, menurut Mudzakkir, kebijakan kodifikasi secara total ditafsirkan sebagai kebijakan untuk menempatkan seluruh norma hukum pidana yang berlaku secara nasional dalam satu kitab hukum pidana, hal ini juga bertujuan untuk mencegah kriminalisasi dalam peraturan perundang-undangan di luar KUHP baik bersifat umum maupun khusus yang menyebabkan terjadinya duplikasi dan triplikasi norma hukum pidana.
Dalam proses pembahasan RKUHP sampai dengan sekarang, terlihat bahwa RKUHP memilih kodifikasi terbuka walaupun terkesan setengah hati, dalam artian RKUHP memasukkan banyak aturan tindak pidana yang tersebar diluar RKUPH yang sekarang sedang dibahas ini. Kodifikasi terbuka menurut penulis sangat cocok bagi perkembangan hukum, khususnya hukum pidana di Indonesia. Kodifikasi terbuka membuka diri terhadap adanya tambahan-tambahan pengaturan hukum diluar induk kodifikasi itu sendiri.
Penulis sendiri sebenarnya tidak sepakat kodifikasi yang secara tertutup ataupun secara total, dikarenakan hal tersebut tidak dapat mengakomodir kebutuhan hukum masyarakat indonesia yang dapat secara cepat berubah. Penulis beranggapan kodifikasi sebagai suatu sistem utuh maka diperlukan modifikasi-modifikasi yang tersistematis untuk menyesuaikan dengan kebutuhan hukum masyarakat. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari adanya kodifikasi tidak hanya sebatas mengumpulkan suatu peraturan, tetapi memiliki tujuan untuk unifikasi sistem dan politik hukum suatu negara, sehingga akan terciptanya konsep yang ideal bagi sistem hukum.
Dalam hal ini perumus RKUHP haruslah menghindari model kodifikasi yang dilakukan secara total atau tertutup, apabila dilakukan kodifikasi secara tertutup alhasil maka semua aturan tentang tindak pidana seperti korupsi, pencucian uang, narkotika dan terorisme ditempatkan dalam satu kitab UU bernama  KUHP.
Hal ini tentunya bertolak belakang dengan sistem kodifikasi terbuka, dimana jika menganut sistem kodifikasi terbuka, berarti ada UU yang tidak diatur dalam UU khusus dan inilah yang akan diatur dalam KUHP. Sehingga UU lex specialis yang ada seperti UU Tipikor, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Narkotika dan UU Terorisme tetap berada di UU-nya dan porsinya  masing-masing.
Persoalan yang timbul kemudian apabila dilakukan kodifikasi secara tertutup, yaitu bagaimana dengan nasib lembaga penegak hukum yang diatur dalam UU yang bersifat khusus seperti KPK, PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia), BNN (Badan Narkotika Nasional), BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) setelah ada di KUHP. Logikanya saja apabila UU nya tidak ada maka lembaganya pun mengikuti untuk ditiadakan, hal inilah yang dianggap melemahkan beberapa instansi tersebut.
 www.indrakusumayudha.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H