Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Senjakala Partycracy?

21 Desember 2023   04:44 Diperbarui: 21 Desember 2023   10:08 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Transisi demokrasi diuji minimal lewat dua kali pemilihan umum (Pemilu). Awal konsolidasi demokrasi bukan lewat pergantian rezim politik, tetapi perumusan regulasi bidang politik hasil pemilu itu. 

Lewat artikel 'Selamat Datang, Partycracy!' (Suara Pembaruan, 03 Desember 2002), saya menyambut gemuruh keberhasilan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil Pemilu 1999 mengesahkan Undang-Undang tentang Partai Politik. Senyum yang menghiasi wajah Mohammad Hatta kala berjumpa Jawaharlal Nehru, saya jadikan sebagai jiwa zaman (zeitgeist) bagi kehadiran regulasi itu. Sejarawan tahu, sulit sekali menemukan foto Bung Hatta dalam keadaan tersenyum.

Partycracy, istilah yang saya nukil dari ilmuwan Italia, Mauro Kalise (1994). Fenomena partycracy melanda sejumlah negara, dari Italia, Spanyol, Turki, Slovenia, hingga Kuba. 

Negara-negara itu mengalami era anarki, terutama setelah rezim diktator dan totaliter tumbang. Slovenia sempat membuat Undang-Undang tentang Lustrasi, yakni potong satu generasi, sebagaimana slogan membuncah aksi-aksi demonstrasi kelompok mahasiswa militan dengan simbol tangan kiri pada tahun 1998-1999.

Yang membayang dalam pikiran saya saat itu, kemunculan kaum republiken yang lahir dari rahim partai-partai politik sejak mahasiswa, sebagaimana Bung Hatta, Tan Malaka, Muhammad Yamin, Tjipto Mangunkusumo, Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), bahkan Sukarno, Sutan Syahrir  dan Muhammad Husni Thamrin. 

Di negara-negara yang dilanda anarki, sempat terjadi persekutuan antara tentara radikal dan mahasiswa radikal dalam menculik dan membunuh para politikus dan aristokrat dengan dukungan dana kelompok borjuis, seperti Italia dan Jepang.

Selama dua dekade pula saya mengamati bahaya tersembunyi dibalik upaya menjadikan istana sebagai kiblat politik. Impeachment terhadap posisi Presiden Abdurrahman Wahid di tengah amandemen Undang-Undang Dasar 1945, terutama pasal yang berkaitan dengan presiden dan wakil presiden, hingga berbuah kepada pemilihan langsung presiden dan wakil  presiden, ternyata didisain untuk 'mematikan racun' partycracy itu. 

Beruntung, Fraksi TNI-Polri pun bergegas keluar dari legislatif, dari semula tahun 2009, dipercepat tahun 2004. Indonesia tidak sempat mengalami proses penyanderaan demokrasi, sebagaimana terjadi di Myanmar, Thailand, dan Kamboja.

Pikiran-pikiran Tan Malaka yang bersahabat dengan Ho Chi Minh masih bertebaran dimana-mana. Para pelarian politik di luar negeri begitu kuat mengepung seluruh proses penyusunan konstitusi hingga undang-undang, begitu juga funding agency.  

Tiga kali pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung ternyata tak berbuah kepada kehadiran Bung Karno - Bung Hatta - Bung Syahrir Abad 21. Disain elektoral betapa Indonesia perlahan hanya memiliki dua sampai tiga partai politik besar, ternyata sulit terwujud. 

Sistem, model, hingga disain pemilu di Indonesia berjalan berbeda dengan apa yang dicoba telusuri di negara-negara lain. Sekuat-kuatnya Verenigde Oost-Indische Compagnie, masih ada Raja atau Ratu Belanda sebagai Yang Terkuat.  Sehebat-hebatnya Volksraad, masih ada Gubernur Jenderal sebagai pemilik hak veto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun