Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Senjakala Partycracy?

21 Desember 2023   04:44 Diperbarui: 21 Desember 2023   10:08 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengawal Anas Urbaningrum berziarah ke makam Mohammad Hatta, Buya HAMKA, Adnan Buyung Nasution, dan Mari Muhammad (DokPri)

Presiden tidak lagi memiliki masa jabatan tidak tak terbatas, namun mandataris langsung dari rakyat guna menyingkirkan pengaruh dari anggota parlemen nasional yang datang dari partai-partai politik.

Tokoh-tokoh brilian yang memiliki 'mandat' sebagai the founding fathers and mothers Indonesia baru, dengan posisi sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang mengesahkan Konstitusi Hasil Amandemen, belakangan hari ikut berebut pengaruh bukan di sirkel legislatif, tetapi merambah hingga eksekutif. Satu-dua orang, merambah yudikatif. Posisi yang dituju bukan semata presiden atau wakil presiden, tetapi merambah kepada cabang dan ranting eksekutif. Bukan hanya menteri di kabinet, tetapi juga gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.  Bukan semata badan usaha milik negara, tetapi sekaligus badan usaha milik daerah.

Marwah konstitusi baru langsung luntur akibat praksis politik yang terjadi. Sekalipun bangunan konstitusi menempatkan legislatif lebih kuat dibanding presiden, ternyata dalam praktek politik kenegaraan berjalan terbalik.

Indonesia yang baru lepas dari kekuatan kolonial -- dalam arti militer -- dan masih sangat tergantung kepada pinjaman utang kepada negara-negara donor yang dipimpin oleh bekas negara penjajah, masih berkecambah membentuk persatuan nasional. 

Lahir sebagai negara multietnis terbesar di dunia dengan ratusan bahasa asli, tentu mitologi tentang orang besar dan orang kuat sangat subur di kalangan rakyat jelata yang mayoritas berpendidikan rendah.  Orang besar yang sebetulnya raksasa, dan orang kuat yang terdiri dari Kurawa dan Pandawa yang satu genetika. Mitologi yang berasal dari India, namun sudah mengalami kodifikasi dan akulturasi di bumi Nusantara.

Tak heran, kebesaran dan kekuatan mitologis itu berbuah ajaib: jauh lebih sering calon presiden atau calon wakil presiden mengunjungi makam-makam orang keramat, dan berdoa untuk mereka, ketimbang bersilat lidah dalam rapat-rapat politik yang dihelat kelompok-kelompok masyarakat.

Ketika partai-partai politik terpecah-belah, fenomena partycracy masih terjadi. Sayangnya, sistem distrik dalam pemilu legislatif gagal diberlakukan, sehingga terjadi stagnasi, atau jangan-jangan stagflasi di bidang politik. 

Manakala calon-calon kepala daerah dari perseorangan berhasil diperjuangan ke Mahkamah Konstitusi, justru kehadiran partai politik lokal minimal di daerah-daerah yang mendapatkan status istimewa atau khusus di luar Aceh -- seperti Jakarta, Yogyakarta, hingga Bali dan Papua -- tak ada yang memajukan.

Ibu Kota Nusantara bahkan hadir tanpa demokrasi, sebab tak dipimpin seorang Gubernur beserta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Provinsi. Dengan sumberdaya modal yang disedot, Ibu Kota Nusantara hanya setingkat Badan Otoritas. Jakarta -- yang menjadi inang kehadiran Ibu Kota Nusantara -- kini juga bakal dicoba dibuat menyerupai era Hindia Belanda, yakni gubernur dan wakil gubernur yang tak dipilih langsung oleh rakyat.

Dua puluh satu tahun lalu, saya begitu sumringah dan bersemangat menyambut kehadiran undang-undang tentang partai politik, sekalipun mencoba 'me-nakut-nakut-i' dengan istilah partycracy. 

Dewasa ini, partycracy terlihat begitu tua, ringkih, mudah dipatahkan. Bahkan, kerelawanan yang bersifat sementara, bukan satu organisasi yang bertingkat, berjenjang, berideologi, hadir bak alien yang membunuh inangnya sendiri: partai-partai politik. Organisasi relawan dipermanenkan. Pimpinan partai-partai politik duduk sejajar dengan pimpinan relawan yang rela bertarung bak Kurawa versus Pandawa dalam wujud Dasamuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun