Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kudeta, Torpedo, dan Prabowo

9 Agustus 2023   05:35 Diperbarui: 13 Agustus 2023   07:17 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika sejumlah aktivis, pemikir, atau kaum cendekiawan yang satu angkatan di atas saya, seperti Ichsan Loulembah, Nirwan Arsuka, dan Rahardjo Waluyo Jati, meninggal dunia, saya tak henti mengusap air mata. Dalam chatting dengan seseorang, saya tentu menyampaikan pendapat. Satu meninggal, Sunattulllah. Dua meninggal, kebetulan, coincidence. Tiga orang meninggal, sudah bisa jadi data. Sebab, ketiga tokoh itu terkena serangan jantung dalam waktu yang tak kurang dari 10 hari.

Baik, saya tak hendak berspekulasi, apalagi menebar teori konspirasi. Apa yang berlangsung di seluruh dunia kini benar-benar sangat mencengangkan. Kudeta di Nigeria, salah satunya. Belum lagi pergerakan pasukan angkatan laut Amerika Serikat ke arah teluk. Sebab, angkatan laut Iran ditengarai sudah mengganggu dan mengintervensi minimal 20 lebih kapal dagang milik swasta. Dan, ujungnya, adalah torpedo air yang digunakan angkatan laut Tiongkok terhadap kapal Philipina. Andai Kardinal Jaime Sin yang berdarah Tionghoa itu masih hidup, saya meyakini bakal ada -- minimal -- perlawanan aksi massa di jalanan utama Manila.

Hendrik Kwok yang kini jadi Pastor dan Coen Husein Pontoh, begitu juga Dono Widiatmoko, Rully Manurung, Anas Alamudi, dan sebagian nama dari kalangan aktivis mahasiswa intra dan ekstra kampus 1990an yang kini berada di luar negeri, barangkali ikut memperhatikan itu. Bukan hanya Philipina yang kini bak negara lepra, tetapi merambah ke Thailand, Myanmar (Burma), dan Kamboja, dengan kasus (semacam) fasisme yang berbeda. Demokrasi tak dikehendaki oleh -- terutama -- kalangan militer. Kamboja lebih ajaib lagi, hanya menyertakan satu partai dalam pemilihan umum.

Baik, saya berhenti di sini dulu. Hari ini mestinya saya menulis tentang Hadir Running, alias Rabu Kuning. Tapi tak apa, saya jarang sekali menulis nama Prabowo Subianto. Sekali menulis tahun 2019, langsung dapat Juara 1 dari Kompasiana dengan honor Rp. 1,5 Juta dipotong pajak. Biar tulisan ini tidak terlalu dini diumumkan sebagai juara, saya cicil saja. Sudah pasti saya akan menulis tentang Ganjar Pranowo, berhubung tulisan saya tentang Anies Baswedan malah sudah dicetak menjadi buku.

Rabu Kuning, Markas Sang Gerilyawan Nusantara, 09 Agustus 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun