Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Legislator Terpilih atau Mati!

13 Maret 2019   07:42 Diperbarui: 13 Maret 2019   07:56 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Apakah sistem ini adil?

Bagi partai-partai Liga Champions, justru selama ini terdapat ketidak-adilan dalam bentuk yang lain. Partai-partai menengah dan kecil tidak perlu bersusah payah memenuhi Bilangan Pembagi Pemilih guna mendapatkan satu kursi. 

Partai-partai besar ini mendapatkan satu kursi dengan harga yang lebih mahal, akibat kelebihan sisa suara dalam jumlah banyak, dibandingkan dengan jumlah suara yang dibayar partai-partai menengah dan kecil. 

Penggunaan parliamentary threshold untuk DPR adalah jawaban guna mendapatkan jumlah partai politik yang ideal dalam pengembilan keputusan skala nasional.

Toh dengan kesulitan yang diraih, tetap saja jumlah kandidat calon-calon anggota DPR (1:14), jauh lebih dibandingkan dengan DPRD (1:12) dan DPD (1:6).  

Persaingan berikut terjadi di internal partai, yakni nomor urut kepala, badan dan kaki. Data menunjukkan, calon legislator dengan nomor urut 1 dan 2 paling banyak masuk ke legislatif, dibandingkan dengan nomor urut lain. 

Siapapun calon yang mendapatkan nomor urut 3, 4, 5 dan seterusnya, sudah pasti bekerja lebih keras untuk mengingatkan pemilih akan nama dan nomor urut mereka. Tingkat kesetiaan politik pemilih di Indonesia (party id) yang hanya sekitar 20%, juga menambah beban kepada calon-calon legislator yang nama dan nomor mereka terletak di bagian bawah.

Yang juga terjadi adalah persaingan antara calon petahana (termasuk yang pindah daerah pemilihan atau pindah tingkatan), calon non petahana yang pernah menjadi kandidat, dan calon non petahana yang sama sekali baru terjun. Butuh upaya lebih bagi calon non petahana untuk meyakinkan pemilih. 

Jangankan bicara tentang apa yang sudah dilakukan, atau program apa yang hendak dijalankan, pengenalan diri saja sudah sulit hingga perut bisa melilit. 

Kekuatan logistik tentu juga menjadi faktor penting, sekalipun bukan yang terpenting. Dalam kompetisi dengan banyak partai, banyak calon, banyak spanduk, banyak baliho dan segala-macam pernak-pernik lainnya itu, jauh lebih berpengaruh sentuhan pribadi dibanding dengan gerakan tim, partai ataupun sebaran logistik.

Kenapa demikian? Karena pemilu legislatifnya masih di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun