Mohon tunggu...
Indra Joko
Indra Joko Mohon Tunggu... Administrasi - OK

Pengamat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Saat Tulisan Sepi, Apa yang Harus Dilakukan Penulis Pemula?

15 November 2024   21:23 Diperbarui: 15 November 2024   21:40 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi penulis pemula di platform seperti Kompasiana adalah perjalanan yang penuh warna, meski penuh tantangan. Di awal perjalanan, semangat menulis biasanya meluap-luap. Setiap ide terasa seperti berlian yang harus segera dituangkan. 

Namun, setelah beberapa tulisan, banyak penulis mulai menghadapi kendala yang sama: kehabisan ide. Ide-ide yang sebelumnya mengalir deras tiba-tiba mandek. 

Inspirasi seperti menghilang di tengah jalan, membuat kita hanya menatap layar kosong sambil berharap keajaiban muncul. Rasa frustasi ini sering kali diperburuk oleh tekanan untuk terus aktif menulis agar tidak kehilangan momentum.

Namun, ada kalanya ide muncul, dan justru terlalu banyak. Penulis pemula sering merasa seperti diserang gelombang inspirasi, sehingga ingin menulis semuanya sekaligus. Tapi alih-alih menyelesaikan satu ide dengan matang, mereka malah terjebak dalam euforia yang membuat semuanya terasa setengah jadi. 

Tulisan-tulisan itu akhirnya tidak pernah selesai atau malah berakhir menjadi tumpukan draft yang terlupakan. Antusiasme yang berlebihan ini memang seperti pedang bermata dua: memberikan energi kreatif, tetapi juga membingungkan jika tidak terarah.

Setelah melewati berbagai tantangan, akhirnya sebuah tulisan selesai. Penulis merasa bangga karena sudah menuangkan usaha dan hati ke dalam karya tersebut. Namun, ketika tulisan diunggah, kenyataan sering kali tidak sesuai harapan. 

Tulisan yang menurut diri sendiri bagus dan penuh makna malah sepi pembaca. Tidak ada komentar, tidak ada apresiasi. Rasanya seperti berbicara di ruangan kosong. Hal ini bisa menjadi pukulan telak bagi motivasi, membuat penulis mempertanyakan kualitas diri mereka.

Masalah semakin kompleks ketika mulai membandingkan diri dengan penulis lain, terutama mereka yang sudah populer. Di Kompasiana, nama-nama tertentu sering muncul sebagai penulis yang sekali menulis langsung mendapatkan banyak komentar dan apresiasi. 

Mereka bahkan bisa menulis topik sederhana seperti "jalan-jalan di pagi hari" atau "sarapan di warung" dan tetap menarik perhatian ratusan pembaca. 

Sementara itu, penulis pemula yang sudah bersusah payah menulis artikel panjang, lengkap dengan data dan analisis, hanya mendapatkan segelintir pembaca. Perbandingan semacam ini sangat berbahaya karena bisa melumpuhkan semangat menulis.

Ketika tulisan terus sepi pembaca, penulis pemula sering kali merasa putus asa. "Apa gunanya menulis kalau tidak ada yang membaca?" atau "Mungkin aku memang tidak berbakat," menjadi pemikiran yang menghantui. Perlahan, semangat menulis pudar. 

Banyak yang akhirnya memilih menyerah dan berhenti menulis. Akun mikroblogging mereka dibiarkan begitu saja, tanpa ada unggahan baru. Sayang sekali, karena sebenarnya menulis bukan hanya tentang mendapatkan apresiasi, tetapi juga tentang mengekspresikan diri dan berbagi pemikiran.

Namun, ada penulis yang memilih jalan berbeda. Meski pembacanya sedikit, mereka tetap konsisten menulis. Bagi mereka, setiap tulisan adalah latihan. Mereka percaya bahwa kualitas tidak datang dalam semalam, melainkan melalui proses panjang. 

Mungkin saat ini hanya ada beberapa pembaca, tetapi siapa yang tahu di masa depan? Konsistensi adalah kunci untuk membangun audiens setia, meski itu membutuhkan waktu. Mereka yang bertahan adalah mereka yang memahami bahwa menulis adalah maraton, bukan sprint.

Sebagai penulis pemula, penting untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri. Jangan takut kehabisan ide---luangkan waktu untuk membaca atau mencari inspirasi dari pengalaman sehari-hari. Jika terlalu bersemangat dengan banyak ide, coba tuliskan satu per satu dengan fokus. 

Jangan terlalu kecewa jika tulisan sepi pembaca; itu adalah bagian dari proses. Dan yang paling penting, berhentilah membandingkan diri dengan orang lain. Setiap penulis memiliki perjalanan masing-masing.

Ingat, menjadi penulis adalah tentang menulis, bukan sekadar tentang berapa banyak pembaca atau komentar yang Anda dapatkan. Kalau Anda merasa semua ini terlalu sulit, jangan khawatir. Dunia ini penuh kemungkinan. Kalau tidak berhasil menjadi penulis, siapa tahu Anda bisa membuka warung bakso? 

Pelanggan bakso tidak pernah bertanya soal EYD atau pesan moral, yang penting kuahnya gurih dan pentolnya empuk. Jadi, tetaplah menulis---atau jual bakso, siapa tahu lebih laris!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun