Mohon tunggu...
Indrajid
Indrajid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi menulis dengan pengalaman sebagai Ketua Redaksi di Jurnalistik SMA dan berminat pada bidang politik dan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Politik Berkisah: Keberanian Jokowi, Kontroversi Izin Kampanye - Mengupas Dukungan dan Kritik TKN Prabowo-Gibran

24 Januari 2024   18:42 Diperbarui: 24 Januari 2024   20:35 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta, 24 Januari 2024 - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan izin kepada presiden dan menteri untuk kampanye tanpa menggunakan fasilitas negara telah menimbulkan perdebatan intens di panggung politik Indonesia. Dalam konteks ini, Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman, merespons dengan membangkitkan perbandingan terhadap dukungan Barack Obama terhadap Hillary Clinton pada tahun 2016, membuka pintu untuk refleksi mendalam mengenai etika politik di Tanah Air.

"Obama 8 tahun kemudian mendukung Hillary Clinton berkampanye untuk Hillary Clinton ketika melawan Donald Trump yang Donald Trump menang itu kan, jadi ini praktik yang nggak ada masalah," ujar Habiburokhman.

Habiburokhman dengan jelas menyatakan persetujuannya terhadap pendapat Jokowi, menciptakan kerangka pemikiran yang mengarah pada pandangan bahwa praktik ini adalah sesuatu yang sah dan umum di dunia politik. Namun, pertanyaan yang muncul adalah sejauh mana praktik ini dapat dipertanggungjawabkan dalam konteks kebijakan publik.

"Pak SBY maju kedua kalinya tahun 2009 ya, dia Presiden, dia berkampanye bahkan untuk dirinya sendiri, tetapi dia nggak boleh menggunakan kewenangannya untuk menguntungkan dirinya atau orang lain," kata Habiburokhman.

Dia memberikan contoh SBY dan Megawati, yang juga berkampanye saat masih menjabat sebagai presiden. Analisis terperinci dibutuhkan untuk memahami dampak psikologis dan praktis dari campur tangan politik yang intens selama masa jabatan resmi. Apakah ini memperkuat demokrasi ataukah memberikan peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan?

"Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Boleh, kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, masa begini nggak boleh, berpolitik boleh, menteri juga boleh," tambahnya dengan penuh semangat.

Meskipun Habiburokhman menegaskan larangan menggunakan fasilitas negara selama kampanye, pertanyaan tentang potensi penyalahgunaan sumber daya non-fisik seperti pengaruh dan jaringan politik tetap menggantung. Sejauh mana garis batas ini dapat dijaga, dan apakah ada mekanisme pengawasan yang memadai untuk memastikan integritas pemimpin terjaga, menjadi pertanyaan esensial dalam analisis ini.

"Pak Jokowi ketika 2019 nggak masalah," sambungnya.

Selain itu, tanggapan masyarakat yang beragam terhadap pernyataan tersebut mencerminkan keragaman pandangan di tengah-tengah masyarakat. Dari suara dukungan hingga protes, diperlukan pemahaman lebih lanjut tentang bagaimana perspektif individu dan kelompok dapat membentuk narasi politik di Indonesia.

Seiring berlanjutnya diskusi, muncul kebutuhan untuk menggali lebih dalam tentang etika politik dan integritas kepemimpinan di masa mendatang. Sementara perdebatan ini terus berkembang, masyarakat perlu terlibat secara kritis untuk menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang implikasi dari pernyataan kontroversial ini terhadap dinamika politik dan arah demokrasi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun