Mohon tunggu...
Indra Setiawan
Indra Setiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Penulis adalah Mahasiswa Kehutanan di Universitas Tadulako (Untad).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sekomandi, Tradisi Purba yang Harus Dilestarikan

17 Agustus 2020   20:39 Diperbarui: 18 Agustus 2020   12:13 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalumpang adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Mamuju yang menyimpan kekayaan budaya dan seni tradisi leluhur ratusan tahun dan masih terjaga hingga saat ini. 

Salah satu tradisi yang masih melekat di suku Kalumpang yakni tradisi menenun yang dikenal dengan tenun ikat tradisional sekomandi tepatnya berada di desa kondobulo. Dan motif tenun ikat dari Kalumpang ini dikenal sebagai salah satu ragam motif tertua di dunia

Jaman dahulu kala selain dibuat untuk kepentingan sendiri misalnya pakaian adat tenun ikat ini juga menjadi alat tukar bernilai tinggi yang biasanya dibarter dengan beberapa hewan peliharaan seperti kerbau atau babi.

Keunikan kain tenun Ikat Kalumpang ini terdapat pada pola warna dan struktur kain semua proses pengerjaannya dilakukan dengan tangan dan atau ditenun dengan menggunakan alat-alat tradisional.

Dibutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan-bulan untuk memproduksi sehelai kain tenun ikat sekomandi, proses Tenun Ikat Kalumpang dilakukan dengan beberapa tahapan yakni tahap pertama dilakukan pemintalan benang dari kapas yang biasanya diambil dari tanaman kapas yang ditanam penduduk desa di wilayah Kalumpang.

Kemudian tahapan kedua adalah mengikat kumpulan benang yang merupakan salah satu teknik sebelum mewarnai benang yang akan ditenun.

Tahapan selanjutnya merupakan tahapan yang cukup panjang yakni tahapan pewarnaan. Pada proses pewarnaan ini pertama-tama yakni pemberian bahan perekat warna yang terdiri dari cabe sebagai bahan utama/kemiri, lengkuas, jah dan kluwak. Sementara itu dibuat pula rendaman abu yang terbuat dari pohon palli atau sejenis kulit kayu. 

Setelah air rendaman diambil dan dicampur dengan perekat warna tadi, campuran perekat warna kemudian dipoleskan ke benang hingga meresap. Dan tahapan selanjutnya benang dijemur selama 30 hari untuk memperkuat warna dan agar tidak luntur.

Benang yang sudah diberi warna dasar biasanya berwarna cream kekuning-Kuningan. Dan kata dia, benang kemudian diikat perkelompok sekitar 12 Helai benang yang diikatkan pada alat yang disebut Katadan. 

Katadan adalah sebuah alat untuk menahan benang pada saat diikat agar rapi. Dan benang yang diikat inilah yang nantinya akan membentuk corak kain.

Selain itu, untuk menciptakan motif tertentu sang penenun sebelumnya tidak membuatkan pola atau sketsa pada benang yang diikat pada Katadan. 

Namun pembuatan pola motif dan sketsa adalah hasil imajinasi penenun. Uniknya lagi motif yang dibuat bukan sembarang motif tetapi motif- motif tersebut ada jenisnya dan memiliki makna. Beberapa jenis motif tenun ikat sekomandi tersebut seperti Motif Ba'ba diata, Lele Sepu Ulu Karua lepo, Ulu Karua Barinni' Pori dappu, Tosso' Balekoan, Tonoling, dan motif Toboalang.

Setelah motif terbentuk, maka dilakukan pewarnaan merah dari akar kayu Mengkudu benang bermotif tersebut dimasak kemudian dicuci lalu dijemur sampai kering setelah kering kemudian dimasukkan kembali kedalam Katadan untuk diikat kedua kalinya. Dan

Proses selanjutnya yakni pemberian pewarnaan hitam dan biru dari daun Tarun dan daun Bilatte yang juga dimasak lalu dikeringkan dan dimasukkan kembali kedalam Katadan untuk diikat kesekian kalinya.

Tahap terakhir adalah proses penenunan kain Pada tahap awal benang yang telah direbus. Dan diberi warna dibuka tali pengikatnya dengan ekstra hati-hati. Tujuannya agar susunan benang dan susunan warna tidak kacau. Benang diikat satu Persatu lalu dipasang kealat tenun dan siap ditenun.

Tradisi tenun kain ini sekarang sudah mulai jarang dilakukan mengingat proses pembuatan kain ini cukup sulit dan butuh waktu yang lama hanya untuk menghasilkan satu helai kain saja. 

Kita berharap agar tradisi tenun kain ikat Sekomandi ini mendapat perhatian serius dari pemerintah selain sebagai warisan budaya juga Kain ikat Sekomandi adalah ikon pariwisata daerah kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun