Manusia pada dasarnya diciptakan sebagai mahluk yang sempurna. Kita telah melewati berbagai perubahan yang sangat drastis dibandingkan dengan nenek moyang pendahulu manusia. Pertanyaannya sekarang apakah manusia masih dapat berubah? jawabannya adalah iya.  Perubahan itu terjadi sebagai naluri dan insting alami mahluk hidup untuk mempertahankan hidupnya dan meneruskannya ke generasi selanjutnya. Tentunya, perubahan yang paling mendasar dari manusia adalah sistem gerak yang semakin adaptif terhadap lingkungan. Hal ini mendasar karena sistem gerak sendiri selain berfungsi sebagai alat gerak pasif juga menjadi pelindung sekaligus penyokong utama tubuh manusia dari berbagai gangguan yang ada. D
i balik fakta tersebut, muncul sebuah pertanyaan besar mengenai sistem gerak, apakah sistem gerak yang tidak memiliki fungsi dapat mengalami rudimentasi? Sebelumya, istilah rudimentasi sama artinya dengan mengalami degenerasi atau reduksi. Lebih umumnya lagi, istilah ini mempunyai makna menghilang pada keturunan-keturunan berikutnya. Kembali pada pertanyaan, berdasarkan kajian dan penelitian yang lebih mendalam ternyata hal ini sangat mungkin terjadi pada sistem rangka tubuh manusia. Kita akan membahas alasannya satu-persatu dengan detail.
      Pertama, hal ini mungkin berdasarkan teori evolusi yang dikemukakan Charles Robert  Darwin. Charles darwin merupakan seorang peneliti biologi yang hidup pada tahun 1809-1882. Ia terkenal dengan bukunya yang berjudul "the origin of speies". Di dalam buku itu, dibahas proses bagaimana manusia dapat mengalami evolusi dari waktu ke waktu. Pada saat darwin  berusia 22 tahun, ia masuk dalam ekspedisi pelayaran dari Inggris dengan menggunakan kapal HMS Beagle tepatnya pada bulan Desember 1831. Tujuan utama dari pelayaran tersebut adalah untuk memetakan pesisir pantai Amerika Selatan yang masih belum jelas.Â
Sementara awak kapal terus melakukan kegiatan dengan maksud tujuan tersebut, Darwin turun dari kapal dan mengamati berbagai fauna serta flora yang tinggal di habitat yang berbeda seperti hutan brazil, bentangan padang rumput Argentina, daratan terpencil Tierra del Fuego dekat Argentina, dan pegunungan Andes.Â
Darwin menyadari bahwa fauna dan flora di benua tersebut memiliki ciri khas khusus sebagai karakteristik Amerika Selatan, dan sangat berbeda dibandingkan dengan Eropa. Tetapi fauna dan flora yang paling mencengangkan Darwin adalah di kepulauan Galapagos, kepulauan vulkanik yang berada di ekuator sekitar 900 km ke arah barat dari pesisir Amerika Selatan. Diduga awalnya fauna dan flora di kepulauan Galapagos sama dengan benua Amerika Selatan pada umumnya, namun telah mengalami difersifikasi yang disesuaikan dengan kondisi geografis di sana.Â
Beberapa fauna tersebut adalah iguana laut dan burung finch. Meskipun jenis burung finch tersebut agak mirip tetapi terlihat merupakan spesies yang berbeda. Perbedaan utama pada tiap burung finch adalah bentuk paruhnya yang merupakan hasil dari adaptasi yang bergantung dengan makanannya masing-masing. Kelompok burung finch yang hidup di tanah memiliki paruh yang besar untuk memecahkan biji, beberapa termodifikasi untuk menangkap serangga, kelompok burung finch yang menggunakan ranting kecil atau duri kaktus sebagai alat untuk mengorek semut atau serangga lainnya.Â
Dari teori evolusi yang dituliskan oleh charles Darwin, setiap organisme dapat berevolusi menjadi lebih adaptif terhadap lingkungannya sendiri. Begitu juga dengan manusia. Jika ada anggota kerangka tulang yang tidak memiliki fungsi apa-apa, maka kecenderungan tubuh manusia untuk meniadakan anggota tubuh tersebut dengan maksud supaya lebih efisien dan adaptif lagi dengan lingkungan. Peristiwa degenerasi dari anggota tubuh yang disebabkan evolusi dari satu generasi ke generasi lainnya biasanya disebut sebagai evolusi netral.
     Kedua, rangka tubuh manusia memang sudah berubah secara bertahap dari awal manusia purba ada sampai sekarang. Pada jaman dahulu di era paleolitikum (batu tua) manusia purba sudah ada dan hidup berkelompok di sekitar aliran sungai, gua, atau di atas pohon. Mereka mengandalkan makanan dari alam dengan cara mengumpulkan (food gathering) serta berburu. Oleh karena itu, manusia purba pada jaman itu bersifat nomaden atau berpindah-pindah. Di Indonesia manusia purba yang hidup pada jaman ini adalah Pithecanthropus erectus, Pithecanthropus robustus, Meganthropus paleojavanicus, serta beberapa homo (manusia) yaitu Homo soloensis dan Homo wajakensis.Â
Sebagian besar dari manusia pada jaman tersebut memiliki struktur rangka yang unik, contohnya rahang yang besar untuk mengunyah makanan, dahi yang lebar, tulang lengan yang besar dan kuat, tonjolan yang tajam di belakang kepala, serta tidak berdagu. Tentu saja semua ciri-ciri khas milik manusia purba ini sangatlah bertolak belakang dengan kondisi manusia sekarang (Homo sapiens). Hal tersebut menjadi salah satu bukti bahwa manusia terus mengalami evolusi dari waktu ke waktu, baik dengan cara menghilangkan beberapa rangka yang sudah ada maupun dengan menumbuhkan ranga tulang yang dulunya tidak ada.
     Ketiga, sel-sel pembentuk sel tulang dapat mengalami mutasi genetik. Setiap sel pasti memiliki materi genetik yaitu DNA sebagai pembawa sifat untuk generasi berikutnya. DNA atau singkatan dari deoxyribonukleat acid (asam nukleat) merupakan suatu senyawa protein yang menyusun kromosom kita. DNA berbentuk heliks ganda dan tersusun dari basa-basa nitrogen yaitu adenin yang berikatan dengan timin dan cytosin yang berikatan dengan guanin. DNA kita dapat mengalami mutasi.
     Menurut www.wikipedia.com, "Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan genetik (DNA mauoun RNA), baik pada taraf urutan gen yang disebut mutasi titik maupun pada taraf mutasi kromosom yang disebut aberasi."
     Mutasi dapat terjadi karena disebabkan oleh banyak faktor yang biasanya disebut dengan mutagen. Mutagen dibagi menjadi 3 jenis yaitu mutagen bahan kimia, contohnya kolkisin dan zat digitonin. Kolkisin adalah zat yang menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada proses anafase dan dapat menghambat pembelahan sel. Selain itu, ada juga mutagen bahan fisika seperti sinar ultraviolet, sinar radioaktif, dan sinar gamma.Â
Mutagen bahan biologi turut menyebabkan terjadinya mutasi, contohnya virus dan bakteri. Virus dapat menjadi mutagen karena mampu menyisipi DNA manusia dengan DNA virus. Mutasi dapat terjadi pada sel pembentuk tulang baik pada fase osteogrogenator maupun osteoblas yang akan berkembang menjadi osteosit sehingga menghambat pembentukan tulang baru. Selain itu, mutasi dapat juga terjadi pada saat sebelum adanya osteoprogenator, yaitu pada proses pembelahan sel fibroblas secara mitosis yang bertujuan menjadi osteoprogenator.Â
Pada proses pembelahan ini, sel dapat dengan mudah bermutasi bila mendapat gangguan dari berbagai mutagen yang tadi telah disebutkan. Proses replikasi DNA yang sedang terjadi beresiko tidak berjalan lancar karena gangguan tersebut, akibatnya urutan basa nitrogen dalam DNA bisa saja tertukar atau tidak tersusun dengan semestinya. Selain itu, basa nitrogen DNA juga dapat disisipi oleh urasil yang sejatinya merupakan basa nitrogen milik RNA (ribonukleat acid). Semua hal tersebut dapat menyebabkan sel-sel tulang bertumbuh lebih cepat dibandingkan kondisi normalnya atau malah sebaliknya yaitu mengalami perlambatan dalam proses pertumbuhan yang berujung pada degenerasi atau rudimenter.
     Keempat, adanya bukti-bukti nyata rudimentasi rangka tubuh manusia. Jika kita diminta menyebutkan rangka tubuh mana yang mengalami rudimentasi, jawaban dari pertanyaan itu mungkin tidak pernah kita pikirkan, yaitu tulang ekor. Tulang ekor atau secara ilmiah disebut dengan coccyx terletak pada rangka tubuh bagian panggul (pelvis). Tulang ekor merupakan kepanjangan yang masih menyambung dengan tulang belakang (vertebrae) setelah saccrum, tepat di bagian pantat manusia. Yang unik dari tulang ini adalah tidak memiliki fungsi apapun bagi manusia, malah mempunyai dampak negatif yang berujung pada kelumpuhan bila terganggu akibat benturan karena tersandung atau terjatuh.Â
Sampai saat ini para peniliti masih belum dapat menemukan fungsi dari tulang ekor, lantas mengapa tulang ekor ini masih ada sampai sekarang dan tidak mengalami rudimentasi sebagaimana mestinya berdasarkan teori evolusi Charles Darwin ? jawabannya karena tulang ekor sebenarnya sudah merupakan hasil dari rudimentasi yang belum sepenuhnya menghilang dari rangka tubuh manusia. Â Pada jaman dahulu, manusia merupakan evolusi dari kera berdasarkan teori evolusi Charles Darwin. Kera pastinya memiliki struktur tubuh yang berbeda dari manusia sekarang, salah satunya adalah ekor. Ekor kera berfungsi sebagai alat keseimbangan tubuh pada saat berjalan, bergelantungan, dan memanjat pohon.
 Lama-kelamaan struktur kaki kera berubah menjadi semakin kuat dan kokoh untuk menopang tubuhnya sendiri. Selain itu, salah satu fungsi ekor yang lainnya bagi hewan adalah sebagai alat komunikasi antara satu hewan dengan hewan yang lainnya. Kera berevolusi dengan kemampuan komunikasi yang semakin baik sehingga lama-kelamaan mereka sudah tidak membutuhkan bantuan ekor sebagai alat komunikasi dengan sesama.Â
Akibatnya, fungsi ekor pada kera semakin tidak berguna dan mengalami rudimentasi secara berangsur-angsur dari generasi ke generasi hingga saat ini tahap rudimentasi dari tulang ekor sudah sampai tahap dimana tidak nampak lagi dari kondisi fisik luar tubuh manusia tetapi masih ada. Jika dibiarkan lebih lama lagi, hipotesis yang mungkin terjadi adalah tulang ekor akan benar-benar menghilang dari daftar rangka tubuh manusia. Â Â
     Berdasarkan keempat alasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tulang dapat mengalami rudimentasi atau reduksi. Hal ini berarti jika ada rangka tulang manusia yang jarang atau bahkan tidak pernah digunakan dapat menghilang setelah generasi-generasi berikutnya. Misalnya, di jaman globalisasi yang serba instan ini manusia dimudahkan dengan berbagai teknologi yang ada untuk meringankan pekerjaan manusia. Mungkin saja hal tersebut membuat kita terlena dan tidak menggunakan salah satu anggota rangka tubuh kita. Ambil saja contoh seperti eskalator, lift, kendaraan bermotor, dan berbagai automatisasi yang ada dengan meminimkan penggunaan rangka bagian kaki.Â
Maka bukanlah tidak mungkin kaki manusia dapat menghilamg kedepannya karena beradaptasi sesuai dengan frekuensi penggunaannya. Contoh sebaliknya yaitu penggunaan ibu jari kita untuk mengetik tulisan di gadget. Manusia jaman sekarang memiliki kecanduan dan kelekatan untuk terus menggunakan gadgetnya sehingga secara tidak sadar kita terus menggunakan ibu jari kita secara rutin.Â
Hal ini memungkinkan tulang ibu jari manusia akan tetap ada kedepannya walaupun manusia sudah berevolusi lagi. Bahkan, kemungkinan besar tulang ibu jari kita bisa saja berkembang dengan memiliki ukuran dan kekuatan yang jauh lebih besar, namun tentunya hal itu dapat terjadi dengan proses evolusi yang lama sekali atau masih dapat dikatakan 1000 tahun lagi . Akhirnya, Bukti nyata tulang manusia yang dapat mengalami rudimentasi dapat menjadi kunci untuk tahap penelitian lebih lanjut lagi demi kemajuan umat manusia selanjutnya.
Daftar Pustaka :
Aryulina, Diah dkk. BIOLOGI 2. 2007. Jakarta : Esis.
Irnaningtyas. Biologi Untuk SMA/MA kelas XI. 2017. Jakarta : Erlangga.
Jane B. Reece. Campbell Biology Tenth Edition. 2014. Pearson Education, Inc.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H