Mohon tunggu...
Indra Holiyono
Indra Holiyono Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang pemimpi yang sedang mewujudkan mimpinya

Biologi adalah ilmu mengenai kehidupan dan proses perubahan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Fakta Kanker Disebabkan oleh Operasi Transplantasi Organ

5 Oktober 2017   03:57 Diperbarui: 5 Oktober 2017   04:27 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia hampir tidak pernah dibatasi dalam hidupnya. Hal itu nyata dari kebebasan mereka untuk berekspresi, berkumpul, berserikat, atau berorganisasi dalam masyarakat. Namun secara kodrat semua manusia akan mati, sehingga umurpun menjadi satu-satunya batas kehidupan manusia. Kegagalan-kegagalan yang terjadi pada tubuh biasanya disebabkan oleh kinerja masing-masing organ yang sudah menurun. Pada akhirnya transplantasi organlah satu-satunya jawab terbaik untuk memperpanjang umur. Transplantasi organ adalah proses pemindahan suatu jenis organ dari seorang pendonor ke orang yang akan didonorkan. Transplantasi organ bertujuan mengganti organ yang sudah rusak atau tidak bekerja pada penerima dengan organ yang masih baik dari pendonor.

Lebih tegas lagi, menurut id.m.wikipedia.org "transplantasi organ adalah cangkok atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu bagian ke bagian yang lain pada tubuh yang sama. "

Organ-organ yang biasanya didonorkan adalah jantung, ginjal, hati, paru-paru, pankreas, organ pencernaan, dan berbagai kelenjar. Selain itu, transplantasi juga dapat berarti mencangkokan jaringan seperti jaringan tulang, jaringan tendon, kornea, kulit, katup jantung, saraf, dan pembuluh darah. Berdasarkan kajian, transplantasi organ terbanyak adalah transplantasi ginjal, sedangkan transplantasi jaringan terbanyak adalah cangkok kornea mata.

Penanganan metode medis dengan transplantasi organ, percaya atau tidak percaya, ternyata sangat berkaitan erat dengan penyakit kanker. Ternyata operasi transplantasi organ merupakan salah satu penyebab terjadinya kanker. Kanker sendiri adalah jaringan pada masusia yang mengalami perkembangbiakan terlalu berlebihan yang melebihi batas normal. Di samping itu, jaringan kanker juga dapat menyerang jaringan biologis di dekatnya. 

Yang jauh lebih berbahaya lagi, kanker dapat berpindah ke jaringan tubuh yang lainnya melalui sirkulasi darah atau sistem limfatik, fenomena jaringan kanker ini biasa disebut metastasis. Sedangkan, penanganan akan kanker, seperti biopsi, operasi, kemoterapi, atau radiasi sudah digalakkan sejak awal kanker tersebut terdeteksi pada catatan medis seseorang. Penanganan akan kanker secara lebih awal dari dini akan  jauh lebih membantu penyembuhan serta terperencanakan.

Fakta saat ini, terdapat banyak sekali orang yang terkena penyakit kanker setelah menjalani operasi transplantasi organ. Berdasarkan penemuan pada tanggal 13 Agustus 2015 dalam Journal of Investigative Dermatology, obat-obatan untuk menekan dampak dari sistem imun yang berusaha menolak kehadiran organ transplantasi yang baru, khususnya dalam dosis yang tinggi dapat membuat kanker menjadi tahap yang sangat sulit untuk disembuhkan. Para peneliti menemukan bahwa pasien yang menjalani operasi transplantasi organ mempunyai potensi empat kali lipat untuk didiagnosa mengidap melanoma tahap regional yang siap untuk menyebar ke bagian tubuh yang lain.

Menurut Hillary A. Robbins, MSPH, seorang mahasiswi PhD di Department of Epidemiology di Bloomberg School yang berkontribusi besar dalam penelitian selagi bekerja di National Cancer Institute, "We knew that melanoma was more likely in transplant recipients, but we thought it might be a function of intensive screening since they are very likely to develope less deadly forms of skin cancer and are checked regulary by dermatologist".

Penelitiannya lebih lanjut membuktikan sebuah fakta mengejutkan terbaru dimana pasien yang menjalani operasi transplantasi organ mempunyai resiko menumbuhkan melanoma yang tidak akan terdeteksi sampai tersebar ke seluruh tubuh terlebih dahulu. Para peneliti juga terkejut karena melihat resiko dari melanoma yang agresif meningkat dalam awal empat tahun pertama setelah menjalani operasi transplantasi organ. 

Awalnya mereka mengira proses penggunaan obat-obatan untuk mengatasi dampak dari penolakan sistem imun terhadap organ transplantasi dapat bertindak secara kumulatif dan meningkatkan resiko kanker setelah beberapa tahun lamanya mengonsumsi obat tersebut. Pasien yang menjalani operasi transplantasi organ harus mengonsumsi obat-obatan tersebut sepanjang hidupnya agar mencegah penolakan organ transplantasi.

Pada tahun 2011, terdapat lebih dari 65000 kasus melanoma di Amerika Serikat, membuatnya menjadi kanker kulit yang paling mematikan berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention. Melanoma dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya dan  menyebabkanlebih dari 9000 kematian setiap tahunnya. Hal ini kebanyakan biasanya berhubungan dengan paparan sinar ultraviolet yang diberikan oleh matahari. Beberapa tipe kanker memiliki kaitan dengan penolakan oleh sistem imun, seperti orang yang terinfeksi HIV atau pasien transplantasi organ. 

Beberapa kanker berhubungan juga terhadap virus seperti kanker serviks, kaposi's sarcoma, dan limphoma. Tetapi melanoma tidak. Bukti lainnya berasal dari seorang investigator senior di National Cancer Institute bernama Eric A. Engels, MD, MPH membandingkan diantara 182 pasien melanoma bekas transplantasi organ dengan 130000 orang lain yang mengidap melanoma. Lebih dari 15 tahun, 27 persen dari pasien bekas transplantasi organ meninggal karena melanomanya, sedangkan hanya 12 persen saja yang meninggal dari pasien yang tidak menjalani operasi  transplantasi organ. Para peneliti menemukan bahwa pasien melanoma yang menjalani operasi transplantasi organ memiliki resiko 3 kali lipat untuk meninggal karena melanoma yang diidapnya. Walaupun melanoma tersebut baru didiagnosis pada fase awal atau masih sangat kecil.

Para peneliti menemukan fakta bahwa fase terakhir pada melanoma berhubungan dengan penggunaan obat-obatan yang diberikan pada waktu transplantasi yang berfungsi menghentikan kerja dari sel limfosit T (sel utama dalam sistem imunitas) untuk melindungi organ transplantasi agar tidak diserang olehnya. Di samping itu, fase awal melanoma biasanya ditemukan di pasien yang mengonsumsi obat-obatan yang disebut azathioprine, sebuah obat yang wajib digunakan pasien transplantasi organ dalam jangka panjang. Obat ini dikenal dengan efeknya yang dapat melipat gandakan dampak radiasi sinar ultraviolet yang memicu berkembangnya melanoma.

Pada tanggal 15 Juli 2008 peneliti di Harvard Medical School divisi penelitian kanker menemukan bahwa obat pengendali sistem imun yang menolak organ transplantasi bernama cyclosporine meningkatkan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang mengirim sinyal untuk menumbuhkan pembuluh darah baru untuk memberi makan tumor. Mereka juga mempelajari terapi anti VEGF pada tikus dapat menekan pertumbuhan tumor. 

Beberapa tipe lain dari VEGF sudah digunakan manusia untuk terapi kanker. Berdasarkan investigator senior, Soumitro Pal, Ph.D., seorang asisten profesor di Harvard Medical School's Transplantation Research Center di Children's Hospital, Boston, membuktikan bahwa 15 sampai 20 persen pasien menumbuhkan kanker setelah 10 tahun menjalani operasi transplantasi organ.

Kanker yang berkembang setelah transplantasi organ kemungkinan berasal dari 3 sumber. Pertama, kanker tersebut memang sudah ada dan kedua kemungkinan untuk kambuh lagi dari kanker yang pernah diidap pasien. Dalam kasus ini, sistem imun pasien tersebut mungkin sudah mengecek kanker itu. Yang ketiga, kanker yang disebabkan oleh virus yang dibawa oleh organ pendonor sendiri. Para ilmuwan sudah lama mengobservasi bahwa senyawa cyclosporine dari kelas calcineurin menjadi penyebab berkembangnya kanker, tapi hubungan keduanya masihlah tidak jelas. 

Oleh karena itu, tim dari Harvard tersebut melakukan penelitian terhadap kemampuan cyclosporine untuk memicu pertumbuhan kanker pada tumor yang diimplankan ke tubuh tikus dari sel kanker ginjal manusia. Hasilnya adalah tikus yang diberi cyclosporine membentuk tumor lebih cepat dibandingkan dengan tikus yang tidak diberi apa-apa. Setelah dikaji lebih jauh lagi, ternyata senyawa cyclosporine sangat berhubungan dengan VEGF, para peneliti menemukan bahwa senyawa cyclosporine mengaktifkan dua dari tiga bentuk katalis protein, protein kinase  C yang meningkatkan pembentukan VEGF.

Tim Harvard dapat memberi solusi sementara, "we think PKC-mediated VEGF transcriptional activation is a key component in the progression of cyclosporine-induced post-transplantation cancer. It is likely not the whole story, but this gives us a clue that we might be able to use existing or novel therapies to reduce cancer risk in transplanted patients." Jelas Pal.

Di lain pihak, University of California -- Los Angeles menemukan pelaku utama dalam penolakan orrgan transplantasi seperti jantung, paru-paru, dan ginjal. Dirilis pada tanggal 23 November 2011 dalam jurnal yang berjudul Science Signaling, penemuan mereka menawarkan terapi terbaru sebagai pendekatan untuk mencegah penolakan transplantasi dan mensabotase pertumbuhan kanker. Penelitian terkini oleh Reed's laboratory menemukan bahwa pasien yang sistem imunnya membentuk antibodi untuk menghadapi Human Leukocyte Antigens (HLA) milik si pendonor, memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami penolakan organ secara kronis. 

Dalam penelitiannya, Reed dan beberapa koleganya mengamati bagaimana molekul HLA pada jaringan pendonor memprovokasi respon imun dari pasien. Timnya menyadari bagaimana antibodi pasien mengeluarkan sinyal yang memicu pertumbuhan sel yang berlebihan di dalam pembuluh darah pada organ transplantasi. Para peneliti menemukan kemampuan HLA untuk menstimulasi pertumbuhan dan pergerakan sel yang bergantung pada hubungan dengan molekul lainnya yang disebut integrin beta 4.

"Integrin enables cells to survive and spread, which is essential for tumor progression" kata Reed. "We suspect that integrin hijacks HLA and takes over its functions. When we suppressed integrin, HLA was unable to make cells grow and move."

Secara sekilas, pada saat timnya menekan HLA, integrin tidak mampu lagi mendorong komunikasi sel dengan lingkungannya. Penemuannya membuktikan bahwa HLA dibutuhkan untuk fungsi yang diatur oleh integrin, seperi pergerakan sel.

Akhirnya kita sampai pada akhir dari semua data dan fakta yang disajikan. Semua hal di atas hanyalah merupakan sebagian kecil dari banyaknya penelitian-penelitian dan jurnal yang sudah dikaji oleh banyak ilmuwan. Sebuah fakta memang terkadang sulit untuk diterima oleh khalayak umum. Tetapi hal tersebut patutnya kita benar-benar sadari dan pahami. Berdasarkan banyaknya bukti dan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa operasi transplantasi organ menyebabkan terjadinya kanker. Benang merah ini tidaklah harus kita takuti dan menganggapnya sebagai ancaman di dunia kedokteran. 

Setiap keputusan dan tindakan dokter pastinya sudah diperhitungkan secara mendalam dan merupakan keputusan terbaik bagi si pasien, walaupun keputusan tersebut hanya berpotensi memperpanjang hidupnya sementara saja. Apa yang menjadi suatu pilihan tidak dapat lepas begitu saja dari yang namanya resiko. Begitu juga di dunia kedokteran. Para dokter harus menimbang-nimbang bagaimana caranya agar pasien dapat hidup lebih lama lagi dengan pendekatan metode-metode medis. 

Tetapi marilah kita renungkan sejenak apa yang tertulis di sini. Bukankah lebih baik pilihan tersebut kita tentukan dari sekarang? Bukankah dengan memilih untuk hidup sehat dan menghindari segala hal yang buruk memiliki resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan nantinya jika berkembang menjadi suatu penyakit? Tetapi sekali lagi ini adalah sebuah pilihan yang diri kita sendiri dapat tentukan, maka tentukanlah mulai dari sekarang.

Daftar pustaka :

Aryulina, Diah dkk. BIOLOGI 1. 2007. Jakarta : Esis.

Irnaningtyas. Biologi Untuk SMA/MA kelas XI. 2017. Jakarta : Erlangga.

Jane B. Reece. Campbell Biology Tenth Edition. 2014. Pearson Education, Inc.

www.sciencedaiy.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun