Para peneliti menemukan fakta bahwa fase terakhir pada melanoma berhubungan dengan penggunaan obat-obatan yang diberikan pada waktu transplantasi yang berfungsi menghentikan kerja dari sel limfosit T (sel utama dalam sistem imunitas) untuk melindungi organ transplantasi agar tidak diserang olehnya. Di samping itu, fase awal melanoma biasanya ditemukan di pasien yang mengonsumsi obat-obatan yang disebut azathioprine, sebuah obat yang wajib digunakan pasien transplantasi organ dalam jangka panjang. Obat ini dikenal dengan efeknya yang dapat melipat gandakan dampak radiasi sinar ultraviolet yang memicu berkembangnya melanoma.
Pada tanggal 15 Juli 2008 peneliti di Harvard Medical School divisi penelitian kanker menemukan bahwa obat pengendali sistem imun yang menolak organ transplantasi bernama cyclosporine meningkatkan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang mengirim sinyal untuk menumbuhkan pembuluh darah baru untuk memberi makan tumor. Mereka juga mempelajari terapi anti VEGF pada tikus dapat menekan pertumbuhan tumor.Â
Beberapa tipe lain dari VEGF sudah digunakan manusia untuk terapi kanker. Berdasarkan investigator senior, Soumitro Pal, Ph.D., seorang asisten profesor di Harvard Medical School's Transplantation Research Center di Children's Hospital, Boston, membuktikan bahwa 15 sampai 20 persen pasien menumbuhkan kanker setelah 10 tahun menjalani operasi transplantasi organ.
Kanker yang berkembang setelah transplantasi organ kemungkinan berasal dari 3 sumber. Pertama, kanker tersebut memang sudah ada dan kedua kemungkinan untuk kambuh lagi dari kanker yang pernah diidap pasien. Dalam kasus ini, sistem imun pasien tersebut mungkin sudah mengecek kanker itu. Yang ketiga, kanker yang disebabkan oleh virus yang dibawa oleh organ pendonor sendiri. Para ilmuwan sudah lama mengobservasi bahwa senyawa cyclosporine dari kelas calcineurin menjadi penyebab berkembangnya kanker, tapi hubungan keduanya masihlah tidak jelas.Â
Oleh karena itu, tim dari Harvard tersebut melakukan penelitian terhadap kemampuan cyclosporine untuk memicu pertumbuhan kanker pada tumor yang diimplankan ke tubuh tikus dari sel kanker ginjal manusia. Hasilnya adalah tikus yang diberi cyclosporine membentuk tumor lebih cepat dibandingkan dengan tikus yang tidak diberi apa-apa. Setelah dikaji lebih jauh lagi, ternyata senyawa cyclosporine sangat berhubungan dengan VEGF, para peneliti menemukan bahwa senyawa cyclosporine mengaktifkan dua dari tiga bentuk katalis protein, protein kinase  C yang meningkatkan pembentukan VEGF.
Tim Harvard dapat memberi solusi sementara, "we think PKC-mediated VEGF transcriptional activation is a key component in the progression of cyclosporine-induced post-transplantation cancer. It is likely not the whole story, but this gives us a clue that we might be able to use existing or novel therapies to reduce cancer risk in transplanted patients." Jelas Pal.
Di lain pihak, University of California -- Los Angeles menemukan pelaku utama dalam penolakan orrgan transplantasi seperti jantung, paru-paru, dan ginjal. Dirilis pada tanggal 23 November 2011 dalam jurnal yang berjudul Science Signaling, penemuan mereka menawarkan terapi terbaru sebagai pendekatan untuk mencegah penolakan transplantasi dan mensabotase pertumbuhan kanker. Penelitian terkini oleh Reed's laboratory menemukan bahwa pasien yang sistem imunnya membentuk antibodi untuk menghadapi Human Leukocyte Antigens (HLA) milik si pendonor, memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami penolakan organ secara kronis.Â
Dalam penelitiannya, Reed dan beberapa koleganya mengamati bagaimana molekul HLA pada jaringan pendonor memprovokasi respon imun dari pasien. Timnya menyadari bagaimana antibodi pasien mengeluarkan sinyal yang memicu pertumbuhan sel yang berlebihan di dalam pembuluh darah pada organ transplantasi. Para peneliti menemukan kemampuan HLA untuk menstimulasi pertumbuhan dan pergerakan sel yang bergantung pada hubungan dengan molekul lainnya yang disebut integrin beta 4.
"Integrin enables cells to survive and spread, which is essential for tumor progression" kata Reed. "We suspect that integrin hijacks HLA and takes over its functions. When we suppressed integrin, HLA was unable to make cells grow and move."
Secara sekilas, pada saat timnya menekan HLA, integrin tidak mampu lagi mendorong komunikasi sel dengan lingkungannya. Penemuannya membuktikan bahwa HLA dibutuhkan untuk fungsi yang diatur oleh integrin, seperi pergerakan sel.
Akhirnya kita sampai pada akhir dari semua data dan fakta yang disajikan. Semua hal di atas hanyalah merupakan sebagian kecil dari banyaknya penelitian-penelitian dan jurnal yang sudah dikaji oleh banyak ilmuwan. Sebuah fakta memang terkadang sulit untuk diterima oleh khalayak umum. Tetapi hal tersebut patutnya kita benar-benar sadari dan pahami. Berdasarkan banyaknya bukti dan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa operasi transplantasi organ menyebabkan terjadinya kanker. Benang merah ini tidaklah harus kita takuti dan menganggapnya sebagai ancaman di dunia kedokteran.Â