Terketuk hati saya untuk menulis ketika saya tahu, ternyata masih adanya orang yang mengesampingkan moralitasnya tanpa mengindahkan sisi manusiawi di lingkungan saya tinggal.
'Kota Akhlakul Karimah" hanya di artikan sebagai kata kata verbal visi semata tanpa di landasi nilai idealisme dalam tatanan bernegara-atau yang lebih buruk lagi: pandangan nilai luhur pancasila dalam sila ke 2 tentang "Kemanusiaan yang adil dan Ber-ADAB" di kesampingkan.
Lagi lagi, rakyat dibenturkan dengan dinamika peraturan yang rumit tanpa adanya inisiatif atau jelasnya solusi kongkrit agar sedianya permasalahan tersebut bisa di selesaikan secara efektif.
Rumitnya peraturan yang di terapkan, terlebih bagi masyarakat golongan strata bawah yang sama sekali tidak memiliki akses atau bahkan tidak  begitu paham sebab tidak disediakanya informasi yang jelas menjadikan mereka berfikir seolah permasalahan mereka buntu tanpa ada titik terang.
Saya mencoba memposisikan diri saya sebagai bagian dari keluarga orang tersebut, lazimnya seorang paman yang harus menerima kabar buruk dari pihak puskesmas dan terlebih, kabar itu perihal kematian dari keluarga atau orang terdekat yang sudah saya anggap sebagai anak saya. Â Dalam keadaan gelisah, sedih serta luapan emosi yang tidak lagi dapat dikontrol.
Saya di paksa Menunggu konfirmasi yang harusnya bisa saya dapat lebih cepat atau tidak  sampai 2 jam. Dan yang lebih memprihatinkan, Bukan jawaban yang saya harapkan yg didapati. Terpaksa dengan hati kecewa dengan di landa duka. Saya harus menggendong sendiri mayat keluarga saya keluar dari puskesmas tersebut menuju rumah saya.
Tentu kita tidak akan setegar itu. Fasilitas yang seyogyanya di berikan untuk masyarakat pada umumnya, . Yang sumber pendapatanya berasal dari masyarakat, tidak dapat di gunakan bahkan harus dipersulit dengan alasan SOP dan sebagainya.
Inisiatif dari para staff untuk membantu menelpon atau minimalnya, memberitahukan bahwa ada solusi lain yang bisa ditempuh tidak di informasikan. Seperti menghubungi Pihak ambulan darurat yang tersedia misalnya.
Beruntung, ada pihak lain di luar perangkat SKPD memberikan tumpangan.
Sejatinya, manusia adalah mahluk yang bermoral. Berabad abad lalu, Rosulullah dengan segenap kemampuanya mengajarkan dan membawa umatnya atau lazimnya para pendahulu pendahulu kita.
Mengupayakan dengan segala kemampuan agar perubahan perilaku manusia dari zaman amoralis, asusila menjadi generasi yang berilmu, berakhlak, bertamadun, bermartabat serta bermoral. Tapi, dihari ini lagi lagi justru kegagalan penerapan ajaran dari Rosulullah itu di konfirmasi langsung oleh staff perangkat daerah yang notabenya ber-visi "KOTA AKHLAKUL KARIMAH" ini.
terlihat dalam sisi naif saya, aspek penerapan visi KOTA AKHLAKUL KARIMAH hanya di artikan sebagai kata kata verbal visi semata saja.
Tanpa adanya landasan dalam penerapan dengan baik kepada para SKPD Masih hangat dalam ingatan kita tentunya beberapa pekan lalu, Ketika ada salah seorang pegawai Staff  Kepegawaian Perangkat Daerah terbukti, dengan nyamanya mengupload foto di medsos dengan judul  yang sepertinya tidak mengindahkan kaidah moral atau dalam kata lain merendahkan martabat dalam pandangan strata sosial.
Tampaknya, selama hari hari kedepan, jika tidak ada pembenahan dalam sisi menjunjung nilai nilai kemanusiaan di lingkungan kota tangerang..
'Kota Akhlakul Karimah" hanya akan di artikan sebagai kata kata verbal visi semata. jikapun sampai terjadi kembali, mungkin ia akan mengkonfirmasi tentang sebab kealfaan yang manusiawi saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H