Mohon tunggu...
Indra Gunawan
Indra Gunawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Legal Compliance

Alumni Fakultas Hukum Universitas Pamulang Legal Compliance at HPM Tangerang Paralegal Posbakumadin Cibinong Bogor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bobroknya Sistem Birokrasi dalam Mekanisme yang Muter-muter, Orang Dalem Nomer 1

28 September 2022   05:13 Diperbarui: 28 September 2022   05:18 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang yang cerdas, kompeten dan mempunyai keahlian umum (Generalis) maupun khusus (Specialis) tetapi setelah lulus baik malah mengganggur. Kita semua tau jika harus memilih pasti semua orang tidak mau menjadi penggangguran. Kehadiran Smartphone dalam era modern yang secara masif merupakan bagian dari globalisasi membuat seluruh orang dapat mengakses ilmu pengetahuan tanpa harus sekolah dan seluruh aturan mekanisme birokrasi yang bobrok, baik negeri maupun swasta. Birokrasi yang seharusnya transparan, efisien, cepat, ternyata tidak berjalan sesuai dengan substansi birokrasi itu sendiri. Sistem birokrasi yang bobrok menjadi momok yang sangat menakutkan bagi masyarakat awam. Belum lagi aturan-aturan dan mekanisme yang sangat berbelit-belit nampaknya sudah menjadi rahasia umum yang sebenarnya secara terang-terangan membuat mual dan rasanya ingin muntah. 

Naas dan sialnya sistem birokrasi yang bobrok itu sudah menyerang dan bersarang tepat dalam sistem rekrutmen ataupun sebuah pekerjaan dalam badan hukum perusahaan-perusahaan yang sudah ada, baik BUMN maupun SWASTA. Recrutmen kerja sebuah perusahaan tidak melihat apa yang calon pekerja bisa dan kuasai, tetapi malah apa yang calon pekerja punya. Khususnya ijazah dan perguruan tinggi yang favorit, jelas universitas atau perguruan tinggi yang baru atau kurang peminatnya menjadi problem tersendiri. 

Setiap negara atau daerah yang ingin merdeka dan membangun masa depan masyarakat itu sendiri karena menginginkan salah satunya masyarakat dapat sekolah dan bekerja sesuai dengan apa yang dipelajari atau mintai. Karena kurang lebih sekolah (mencari ilmu) dan pekerjaan yang diinginkan oleh orang itu sendiri maupun orang tua sudah dibegal, dirampas, diambil oleh kaum bangsawan dan feodal. Sungguh naas, sebuah substansi yang berisi janji-janji dari kesepakatan yang sudah dibuat oleh Founding Father bangsa tidak berjalan cepat dan makin hari justru makin stagnan (tidak berjalan). Sebuah norma, visi misi masyarakat yang baik dalam tataran teori ternyata tidak berbanding 360 derajat didalam sebuah realitas dan praktek yang kita lihat sampai hari ini, detik ini juga. 

Niat yang baik belum tentu berjalan dengan baik, apalagi niat baik tapi praktek dan realitasnya salah kaprah. Contohnya sudah banyak di media-media online maupun realitas ditengah-tengah masyarakat ini. Seorang pedagang sukses kaya raya ingin memberikan uang kepada pengemis atau masyarakat miskin kurang mampu, berujung petaka. Sebuah anugrah berujung duka. Niat baik nan dermawan ingin memberikan bantuan uang tunai / donasi ternyata salah secara etika atau proses prakteknya. Pengemis itu marah dan merasa dipermalukan, direndahkan harga dirinya karena saudagar tersebut dalam proses mekanisme memberikannya kepada pengemis itu dengan cara dilempar dari dalam mobil pas sekali mengenai muka atau bagian kepala pengemis itu. 

 Kembali dalam dunia kerja yang sangat kompetitif, stage yang keras, mekanisme rekrutmen yang ketat, kadang kala dijadikan sebuah skenario manipulasi oleh kepala bagian rekrutmen atau para staff perusahan/kantor tersebut yang membuka lowongan pekerjaan. Kadang mulai dari harus membayar sekian rupiah agar bisa diterima, atau bisa juga pemotongan gaji 3 bulan kedepan, ataupun karena saudara keluarga besar, atapun manipulasi-manipulasi berbagai cara lainnya. Belum lagi masalah apa yang pelamar punya, bukan apa yang pelamar bisa dan akn pelajari. Bermodal Ijazah S1 perguruan tinggi paling bergengsi di negeri ini menjadi kepala devisi bagian, sedangkan pekerja lain yang kompeten dan menguasai bidang tersebut karena hanya modal SMA diterima atau mendapat bagian anggota devisi biasa. Padahal kita semua tau pekerja modal ijazah SMA tersebut lebih menguasai, bisa, kompeten sekali dari pada modal ijazah S1 atau pimpinan pekerja lulusan SMA tersebut. Belum lagi lobby-lobby politik titipan dari bapaknya, dari organisasi ini itu, dari daerah bagian identitas kampung yang sama dll sebagainya. Tahap demi tahap proses rekrutmen yang terkesan mangada-ada juga menjadi momok tambahan bagi calon pekerja, melamar bagian tukang potong rumput saja harus melewati proses tahapan wawancara dengan bahasa Inggris, Tes Psikologi ini itu yang seharusnya itu hanya pada tataran formil saja. Hanya formalitas. 

Hancurnya sebuah perusahaan yang maju, bagus, berteknologi tinggi, masuk kedalam bagian industri / impor ekspor dunia internasional, BUMN dan lain sebagainya itu karena mekanisme recrutmen sudah dicabut dari akarnya. Dari akar filosofis tekad, keahlian, kebanggaan, rasa tanggung jawab daripada bagian terpenting (pokok) pekerja itu sendiri. Khususnya pada bagian recrutmen pegawai atau pembukaan lowongan kerja sampai masuk menjadi pekerja dari kontrak sampai staff karyawan. Jumlah penonton di media youtube dengan judul "cara menjadi ahli blablabla" lebih sedikit atau masih kalah jumlah penontonya dengan judul yang "tips saat wawancara, cara jawab pertanyaan, hal-hal dalam psikotes dll". Padahal jelas itu hanya formalitas saja. 

Belum lagi banyaknya penjurusan spesialisasi saat bersekolah di perguruan tinggi tidak relate dengan posisi saat dia menjadi pekerja di perusahaan. Misalkan keahlian studi fakultas ilmu politik malah menjadi admin legal, Sarjana ilmu komunikasi bekerja sebagai accounting, legal, dan banyak contoh-contoh lainnya. Semua hal ini sudah menjadi rahasia publik, masyarakat sudah tau betul soal persoalan recrutmen perusahaan ini tetapi hanya bisa diam. 

Ada lagi masalah adu gengsi Universitas atau Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta. Lulusan Universitas Papih IPK dibawah 3 langsung diterima. Lulusan Universital Mbok Yem cum laude langsung tidak diterima. Alasan karena Universitas Mbok Yem adanya di plosok daerah gunung lawu, Universitas Papih ada di tengah kota metropolitan dengan fasilitas yang lengkap pun menjadi pertimbangan. Padahal fasilitas lengkap kalau tidak pernah di pakai ya sama saja. Belum lagi Universitas Papih terkenal dengan tempatnya mahasiswa kelas elite, kelas atas masyarakat, membuat mereka hidup hedon foya-foya itu sudah biasa. Gaya hidup yang bertaraf tinggi. Para mahasiswi kelas menengah atau menengah kebawah yang tadinya baik tidak neko-neko karena pergaulan dan lingkungan Universitas Papih memaksa mereka untuk jual diri. Kiriman uang dari orang tua di kampung tidak cukup untuk membeli barang-barang ga penting, branded, nongkrong di kafe bar loung yang mahal, iklan-iklan papan berjalan dimana-mana sudut mata melihat isinya cuma iklan. Karena terus di torpedo oleh lingkungan, iklan-iklan, gaya hidup, apa boleh buat, jual diri adalah jalan yang terbaik. Minimal jadi wanita simpanan Bapak Rektor dan Sugar Daddy. 

Proses mekanisme "wong njero" masih kuat nampaknya. Birokrasi bobrok dari seluruh mekanisme, aturan-aturan yang penuh unsur pelanggaran. Baik secara moral/kesusilaan dll bersarang tepat mengenai jantung pergerakan perusahaan, ekonomi, roda pemerintahan suatu negara, pergerakan masyarakat khususnya anak-anak muda. Secara tidak langsung juga sama dengan merusak generasi selanjutnya yaitu anak muda. Moral dan etikanya dirusak dibombardir terus habis-habisan. Duit adalah segalanya. Cuan cuan cuan! 

Recrutmen, lowongan kerja, penerimaan calon pekerja dan sejenisnya sampai hari ini masih menjijikkan. Menjijikkan sekali. Mohon maaf saya ulangi, MENJIJIKKAN SEKALI 

Sepertinya setelah saya luapkan semuanya disini, dalam tulisan ini, setidaknya hati dan pikiran saya sudah plong, bebas hambatan. Saya ingat kata Alm. Kakek saya "kalo ada masalah luapkan saja jangan ditahan, salurkan saja lewat media atau alat apapun itu". Oh iya tambahan juga masih dari Alm. Kakek "Kalau ada fasilitas manfaatkan betul itu jangan di sia-siakan. Kalau tidak ada ya sudah tidak usah banyak komplain". Alhamdulilah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun