Mohon tunggu...
Indra Gunawan
Indra Gunawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Legal Compliance

Alumni Fakultas Hukum Universitas Pamulang Legal Compliance at HPM Tangerang Paralegal Posbakumadin Cibinong Bogor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dampak Istilah "Pembeli adalah Raja" dan "Praktik Feodalisme di Era Digital"

16 September 2021   21:23 Diperbarui: 16 September 2021   21:29 1940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak tahu istilah "Pembeli adalah Raja" ?

Saya menduga para pembaca pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah itu. Istilah sebenarnya pembeli adalah raja memiliki makna bahwa pembeli memiliki kedudukan tinggi yang harus diberikan pelayanan terbaik agar membeli merasa puas dan mau datang kembali.

Apa jadinya jika istilah yang bermakna baik itu kemudian malah menjadi mala petaka untuk pedagang kecil atau kaki lima di masa depan seperti sekarang? Siapa yang bisa menduganya?
Istilah pembeli adalah raja membuat para pelanggan kebanyakan jadi besar kepala. Di mana mereka suka sekali bertindak seenaknya kepada sang pedagang.

Selanjutnya sebelum saya membahas jauh kedepan. Yang tak kalah penting yakni adalah istilah feodalisme. Istilah feodalisme mungkin tidak terlalu banyak diketahui. Dibandingkan dengan feodalisme, masyarakat mungkin lebih mengenal tentang kapitalisme. Istilah feodalisme ini terkenal berkembang di wilayah Eropa pada abad pertengahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, feodalisme adalah sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan. Definisi lain dari feodalisme adalah sistem sosial di Eropa pada Abad Pertengahan yang ditandai oleh kekuasaan yang besar di tangan tuan tanah.

Feodalisme adalah struktur pendelegasian kekuasaan sosiopolitik. Pelaku utama dari sistem feodalisme adalah golongan bangsawan agar bisa mengendalikan wilayah-wilayah yang bekerja sama dengan mereka. Sistem feodalisme dikatakan sudah ada sejak abad ke-9.

Sistem feodal, atau disebut juga sebagai feodalisme adalah sistem yang merujuk pada kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Eropa Barat selama awal Abad Pertengahan, dalam rentang waktu yang panjang antara abad ke-5 dan ke-12.

Dilansir dari laman britannica.com, sistem feodal dan istilah yang terkait dengan feodalisme adalah label yang ditemukan lama setelah periode penerapannya sendiri. Sistem ini mengacu pada apa yang dianggap sebagai karakteristik yang paling signifikan dan khas dari awal dan tengah Abad Pertengahan.

Ekspresi fodalit dan sistem feodal diciptakan pada awal abad ke-17, dan kata Inggris feodalit dan feodalisme (serta piramida feodal) digunakan pada akhir abad ke-18. Kata feodalisme sendiri berasal dari kata Latin feudum, yang artinya "wilayah kekuasaan" dan feodalitas (layanan yang berhubungan dengan wilayah tersebut). Kedua kata tersebut digunakan selama Abad Pertengahan untuk merujuk pada bentuk kepemilikan properti.

Dalam sistem feodal, masyarakat terbagi secara vertikal dengan raja berada di atas dan bangsawan di antaranya dengan petani yang membentuk kelas bawah. Feodalisme adalah tentang hubungan dan kewajiban antara raja, tuan dan pengikut. Seiring berjalannya waktu, ada kemajuan dalam sarana komunikasi yang menghancurkan benteng para raja karena orang-orang tidak menyetujui kekuasaan yang terkonsentrasi di tangan raja.

Ternyata beberapa orang kaya, pejabat, birokrat di hari ini memanfaatkan situasi kemajuan teknologi digital yang begitu pesat. Ditambah lagi dalam situasi pandemi seperti ini. Bagi orang yang mampu atau kalangan kelas atas pasti untuk membeli kebutuhan rumah, makanan dan yang lainnya menggunakan aplikasi pesan antar kurir (daring) atau toko online. 

Adapun selain Pelanggan jadi suka bersikap seenaknya, masalah akhir-akhir ini yang berkaitan dengan istilah "pembeli adalah raja" atau "feodalisme modern" ini yakni :
-

 Permintaan pelanggan yang tidak masuk akal
Banyak sekali fenomena tentang pelanggan meminta sesuatu yang tidak masuk akal kepada penjual. Misalnya ingin membeli bando tapi yang bentuknya kotak. Hal seperti inilah yang membuat para pedagang menjadi geregetan sendiri. Kalau si pedagang melayani pembuatan bando sesuai keinginan sih enggak masalah. Lah ini, penjual saja hanya memperdagangkan bando dengan model terbatas namun si pelanggan ingin yang bentuknya berbeda. Mau mengusir tak enak, ingin diam saja rasanya kemarahan sudah sampai ubun-ubun. Belum lagi masalah seperti ini jika dipesan melalui online shop maupun lewat kurir pasti yang menjadi sasaran kemarahan beralih kepada kurir dan admin online shop saja. Bos besar tidak pernah tau menahu.

- Konsumen terkadang tidak tahu sopan santun
Kalau dalam poin ini, pada umumnya dialami oleh pedagang toko online. Cara berkomunikasi inilah yang jadi masalahnya. Para pembeli di toko daring kerap kali berekspektasi mendapatkan pelayanan yang cepat dan baik dari penjual. Namun nyatanya hampir semua pedagang toko online tidak bisa memberikan pelayanan dengan cepat karena suatu hal. Nah, dari sini biasanya pembeli akan marah-marah dan terkadang mengucapkan sumpah serapah lantaran pesannya tak kunjung dibalas.

- Konsumen mudah tersinggung dan menyampaikan kekesalannya ke media sosial
Zamannya media sosial, kini semua orang bisa memposting apa saja tanpa disaring terlebih dahulu. Dalam kasus pembeli adalah raja ini, fenomena yang terjadi yaitu konsumen sering memposting perlakuan dari penjual ke dirinya yang menurutnya buruk. Pada akhirnya, orang-orang menganggap kalau toko tersebut pelayanannya buruk. Dan toko yang dimaksud menjadi sepi pembeli. Padahal belum tentu masalah ini berasal dari penjual.
Itupun jika hanya dialami oleh penjual, saya tidak bisa bayangkan bagaimana jika kejadian seperti ini dialami oleh driver online (daring). "Mas mau saya kasih bintang satu?" Ucapan yang sering dilakukan oleh konsumen kepada kurir pesan antar padahal mereka sudah berusaha penuh dan beban kesalahan tidak sepenuhnya mengarah kepada mereka. Sungguh ironis sekali memang.

Pada akhirnya, orang-orang menganggap kalau toko tersebut pelayanannya buruk. Dan toko yang dimaksud menjadi sepi pembeli. Padahal belum tentu masalah ini berasal dari penjual.

Pada akhirnya, orang seperti itu hanya akan menghambat pekerjaan driver online dan kurir pesan antar atau layanan aplikasi lainnya.

Pembeli adalah raja bukanlah istilah untuk para pedagang yang harus mengistimewakan konsumennya. Namun lebih kepada penjual memberikan pelayanan yang bagus ke konsumen. Tapi untuk konsumen sendiri juga wajib menghormati para pedagang dengan tidak berlaku seenaknya saja. Intinya dua-duanya harus berlaku baik tanpa merugikan satu sama lain.

Pada akhirnya saya sebagai penulis ingin menyampaikan, Pengetahuan hanyalah potensi kekuatan, ia dapat menjadi kekuatan yang riil, jika kita mengorganisasikan ke dalam rencana tindakan yang jelas untuk mencapai tujuan.

Pentingnya mentransformasikan mindset ke digital mindset yang serba transparan, memiliki spirit keterbukaan, kesiapan berkolaborasi dengan siapa pun dan penuh aspirasi, yang biasa diistilahkan dengan abundance mindset. Mindset lainnya yang juga akan menjadi sangat penting di era digital adalah growth mindset yaitu pola pikir untuk selalu berkembang. 

Seseorang dengan pola pikir growth ini akan mencurahkan energinya untuk selalu mencari dan mempelajari hal baru, melihat tantangan baru dalam kehidupan. Namun, semua angan-angan di atas bisa ambyar sesaat, jika tembok raksasa bernama Feodlisme masih kokoh. 

Dalam paham feodal, kekuasaan absolut berada di tangan Raja Diraja yang berkoalisi dengan kroni-kroni bawahannya. Bukan hanya dalam ranah kekuasaan (politik), masih adanya kelompok akademisi yang mengaku bidang ilmunya lebih superior dibanding yang lain, adalah juga praktik feodalisme dalam akademik. Praktik anti kritik para sepuh akademik, dan para pemangku jabatan, adalah tembok raksasa transformasi digital.

Sumber : 1 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun