Adapun selain Pelanggan jadi suka bersikap seenaknya, masalah akhir-akhir ini yang berkaitan dengan istilah "pembeli adalah raja" atau "feodalisme modern" ini yakni :
-
 Permintaan pelanggan yang tidak masuk akal
Banyak sekali fenomena tentang pelanggan meminta sesuatu yang tidak masuk akal kepada penjual. Misalnya ingin membeli bando tapi yang bentuknya kotak. Hal seperti inilah yang membuat para pedagang menjadi geregetan sendiri. Kalau si pedagang melayani pembuatan bando sesuai keinginan sih enggak masalah. Lah ini, penjual saja hanya memperdagangkan bando dengan model terbatas namun si pelanggan ingin yang bentuknya berbeda. Mau mengusir tak enak, ingin diam saja rasanya kemarahan sudah sampai ubun-ubun. Belum lagi masalah seperti ini jika dipesan melalui online shop maupun lewat kurir pasti yang menjadi sasaran kemarahan beralih kepada kurir dan admin online shop saja. Bos besar tidak pernah tau menahu.
- Konsumen terkadang tidak tahu sopan santun
Kalau dalam poin ini, pada umumnya dialami oleh pedagang toko online. Cara berkomunikasi inilah yang jadi masalahnya. Para pembeli di toko daring kerap kali berekspektasi mendapatkan pelayanan yang cepat dan baik dari penjual. Namun nyatanya hampir semua pedagang toko online tidak bisa memberikan pelayanan dengan cepat karena suatu hal. Nah, dari sini biasanya pembeli akan marah-marah dan terkadang mengucapkan sumpah serapah lantaran pesannya tak kunjung dibalas.
- Konsumen mudah tersinggung dan menyampaikan kekesalannya ke media sosial
Zamannya media sosial, kini semua orang bisa memposting apa saja tanpa disaring terlebih dahulu. Dalam kasus pembeli adalah raja ini, fenomena yang terjadi yaitu konsumen sering memposting perlakuan dari penjual ke dirinya yang menurutnya buruk. Pada akhirnya, orang-orang menganggap kalau toko tersebut pelayanannya buruk. Dan toko yang dimaksud menjadi sepi pembeli. Padahal belum tentu masalah ini berasal dari penjual.
Itupun jika hanya dialami oleh penjual, saya tidak bisa bayangkan bagaimana jika kejadian seperti ini dialami oleh driver online (daring). "Mas mau saya kasih bintang satu?" Ucapan yang sering dilakukan oleh konsumen kepada kurir pesan antar padahal mereka sudah berusaha penuh dan beban kesalahan tidak sepenuhnya mengarah kepada mereka. Sungguh ironis sekali memang.
Pada akhirnya, orang-orang menganggap kalau toko tersebut pelayanannya buruk. Dan toko yang dimaksud menjadi sepi pembeli. Padahal belum tentu masalah ini berasal dari penjual.
Pada akhirnya, orang seperti itu hanya akan menghambat pekerjaan driver online dan kurir pesan antar atau layanan aplikasi lainnya.
Pembeli adalah raja bukanlah istilah untuk para pedagang yang harus mengistimewakan konsumennya. Namun lebih kepada penjual memberikan pelayanan yang bagus ke konsumen. Tapi untuk konsumen sendiri juga wajib menghormati para pedagang dengan tidak berlaku seenaknya saja. Intinya dua-duanya harus berlaku baik tanpa merugikan satu sama lain.
Pada akhirnya saya sebagai penulis ingin menyampaikan, Pengetahuan hanyalah potensi kekuatan, ia dapat menjadi kekuatan yang riil, jika kita mengorganisasikan ke dalam rencana tindakan yang jelas untuk mencapai tujuan.
Pentingnya mentransformasikan mindset ke digital mindset yang serba transparan, memiliki spirit keterbukaan, kesiapan berkolaborasi dengan siapa pun dan penuh aspirasi, yang biasa diistilahkan dengan abundance mindset. Mindset lainnya yang juga akan menjadi sangat penting di era digital adalah growth mindset yaitu pola pikir untuk selalu berkembang.Â
Seseorang dengan pola pikir growth ini akan mencurahkan energinya untuk selalu mencari dan mempelajari hal baru, melihat tantangan baru dalam kehidupan. Namun, semua angan-angan di atas bisa ambyar sesaat, jika tembok raksasa bernama Feodlisme masih kokoh.Â
Dalam paham feodal, kekuasaan absolut berada di tangan Raja Diraja yang berkoalisi dengan kroni-kroni bawahannya. Bukan hanya dalam ranah kekuasaan (politik), masih adanya kelompok akademisi yang mengaku bidang ilmunya lebih superior dibanding yang lain, adalah juga praktik feodalisme dalam akademik. Praktik anti kritik para sepuh akademik, dan para pemangku jabatan, adalah tembok raksasa transformasi digital.