Mohon tunggu...
Indra Furwita
Indra Furwita Mohon Tunggu... Aircraft Engineer -

Aviation & Travel Enthusiast, juga berkarya di IG @FlightEnjoyneer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Endonesa-lah yang Menjajah Indonesia

6 April 2011   14:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:04 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_99129" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi by http://keana.co.id"][/caption]

Kata Endonesa diambil dari kata yang sering terucap di bibir sebagian rakyat Indonesia kala menyebutkan nama negaranya. Ternyata masih banyak pula diantara kita masih belum fasih menyebutkan identitas negara kita dengan jelas dan benar.

Setidaknya itulah yang saya pantau selama mengikuti rangkaian acara Road Discussion Film Batas yang diselenggarakan di Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta. Benar-benar membuka mata kita dari persepktif yang berbeda. Utamanya kita semua yang hadir mayoritas dari kaum muda (mahasiswa), seharusnya tersentuh dan tergerak untuk melakukan sebuah perubahan baik visual maupun mindset kita dalam berpikir tentang Indonesia, negara yang kita cintai ini.

Diawali dari papatan perawakilan dari Mas Aat salah anggota Ekspedisi Pulau-Pulau Terdepar Garis Depan Nusantara. Dari paparan dan slide yang ditampilkan kita bisa melihat dengan jelas, bahwa apa yang kita ketahui selama ini hanyalah seluas berita darat semata, kita masih belum mendengar kabar dari laut kita nan luas di garis terluar sana.

Apakah Anda pernah tahu ada 92 pulai terluar dan terdepa di nusantara ini? Siapakah yang tahu diantara kita bahwa dahulunya negara ini hanya memiliki luas sekitar 1,5juta kini menjadi 5 juta luasan?Apakah penyebabnya luas tersebut bisa bertambah signifikan? Ya itulah berkat 92 pulau terdepan kita, berjasa memberikan luasan dengan adanya tambahan teritorial Zona Ekonomi Ekslusive.

Melalui Konvensi PBB tentang hukum laut yang dikenal dengan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS) Indonesia dikenal sebagai negara bahari yang batas teritorial ZEE-nya dapat dihitung dari daratan terluar pulau terdepan. Maka dari itu jika tidak berkat pulau terluar kita, maka janga harap kita bisa memakan ikan laut seperti sekarang ini dengan harga terjangkau, dan jangan harap kita bisa merasa memiliki lautan nan luas itu. Namun, sekarang pada realitanya kita tidak melihat kebanggan itu. Kita hanya sekedar tahu bahwa Indoensia berada diantara dua benua dan 2 samudera, tetapi hanya sedikit yang tahu dimana saja pulau terluar yang berjasa itu. Ibarat rumah mereka itu adalah pagar teritorial negara kita. Mereka pasukan utama yang akan mengahalau jajahan ataupun "pencaplokan" negara lain. Tapi dengan begitu saja kita lupakan.

Seputar pertanyaan tentang seberapa besar pengetahuan kita tentang pulau-pulau terluar tersebut, dimana letaknya, ada apa saja di sana, dan siapa saja penghuni di sana? Merekalah para ekspeditor yang tergabung dalam Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung WANADRI yang menjawab pertanyaan tersebut dengan melakukan pendataan terhadap pulau-pulau terluar dan terdepan yang menjadi batas wilayah Indonesia. Dengan ekspedisi tersebut diharapkan informasi tentang keberadaanya dapat di eksplore lebih luas ke publik.  Selain itu mereka tak lupa mengabadikan ekspedisi itu dengan penandaan berupa penanaman prasasti Soekarno Hatta berwarna merah putih.

Setelah mendengar kisah-kisah perjalanan mereka, kita yang hadir dibuat terbangun dan menatap luas jauh nusan tara ini. Sungguh besar potensi daerah terluar dan terdepan kita yang tersimpan di sana. Hanya saja tidak ada dari kita yang memaksimalkan semua itu. Sudah tidak pantas lagi kita mengemis kepada pemerintah agar mengurusi semua itu. Mengapa tidak kita saja? Tim Ekspedisi telah membuktikannya, bahwa mereka juga bisa melakukan semua dengan dasar ide bersumber dari mereka. Barulah kemudia sentuhan fisik pemerintah menyertai, berupa pelepasan tim dan penyambutan kedatangan ekspeditor.

Setali tiga uang dengan film BATAS yang rencananya akan di-release pada Mei 2011. Di dalam penuturan kisah film ini benar-benar membuka mata serta wawasan kita bahwa masih banyak teman, saudara kita yang belum senasib seragam dengan kita semua yang hidup serba kecukupan.

Film ini berlatar di Entikong, Kalimantan Barat, daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Benar-benar miris ternyata mereka hanya tahu Indonesia sebatas nama saja. Hanya sebuah simbol yang mengidentitaskan bahwa daerah itu masih dalam kawasan Indonesia. Dari mata uang saja mereka sudah menggunakan Ringgit, mata uang Malaysia. Mereka justru asing dengan Rupiah. Begitupun halnya dengan makanan pokok mereka yang sebagian besar berasal dari negara Tetangga yang gemar mengakuisisi kebudayaan kita.

Dalam alur cerita film produksi KEANA Production ini lebih mengedepankan  pada aspek pendidikannya. Walau pada kenyataannya ada beberapa gambaran yang menyinggung tentang maraknya trafficking yang melibatkan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand bahkan dalam negeripun demikian. Marsela Zalianty sebagai Co-Produser sekaligus memerankan JALESHWARI sebagai tenaga pengajar yang berambisi untuk memperbaiki kinerja program CSR bidang pendidikan yang terputus tanpa kejelasan. Berjuang di tengah keterbatasan yang ada hingga pada akhirnya Ia mampu bangkit dan berjuang mensejahterahkan kehidupan masyrakat sekitar dari pendidikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun