Haruskah aku mematikan lilinku ini. Hanya cahaya itu yang menemaniku shalat, belajar, mandi, kencing, hingga tidur. Bila tidak dengan lilin itu saya tidak akan pernah berani buang air bila larut malam. Subuh hari hanya lilin yang menemaniku mandi di sungai sebelum berangkat ke sekolah.
Ya Allah.... Aku rasa kami sudah cukup membantu bumi ini bernafas. Jujur kami tidak tahu pemanasan global, lubang ozon, kutub es meleleh dan lainnya. Bagiamana kami bisa tahu, kalau hanya kegelapan di bangun dan tidur kami. Tetangga kami tidak satupun yang punya TV.
Kami tak perlu lagi ikut berkampanye, kalau hanya sekedar mengikuti trend. 60+ detik dan menit dari mereka mematikan lampu tidak akan mampu menandingi kami yang sudah 60 tahun. Biarlah mereka berkampanye, kami hanya bisa meratapi gelapnya malam mungkin hingga sepanjang masa.
Ya Allah... Mengapa kau tega kepada kami. Lihatlah... Gunung itu sudah habis dikeruk oleh penguasa dan pengusaha. Batu baranya habis tak tersisa, kini meninggalkan kubangan air di lubang besar bak danau buatan. Kata Ibu guru, batu bara bisa menjadi listrik, lalu mana bagian kita, mana buktinya? bukankah itu milik kita bersama. Hanya mereka yang bisa sejahtera sedangkan kami mendera derita.
Ya Allah... Aku bukannya tidak bersyukur. Hamba sangat bersyukur karena dalam setiap kegelapan ini kau berikanku waktu lebih banyak belajar. Redupnya cahaya lilin membuat aku harus membaca dengan teliti. Dari gelapnya rumahku ini, aku bisa melihat terangnya dunia.
Tanpa internet aku bisa ikut lomba cerdas cermat di kota, kubanggakan orang tuaku. Jauh lebih baik dari mereka yang punya rumah dengan cahaya lampu berwarna-warni. Hanya bisa bermanja-manja dengan benda mewah yang merusak dunia. Mereka takut gelap tapi hatinya sendiri gelap gulita. Astaga... Maafkan hamba Ya Allah.
Ya Allah.... 60 detik lebih sudah aku berdoa kepadamu. Terakhir dari doaku, berikan keselamatan dan kesejahteraan pada bumi ini. Kami semua sayang dengan Bumimu, jangan biarkan mereka yang serakah terus merusak bumimu.
Ya Allah... Bumiku... Hanya ini 60+ yang bisa kuberikan untuk merayakan tulisan Ibu guru di papan tulis. Semoga Allah mengabulkannya. Amin..."
"Awang...!!! Bapakmu sudah pulang" teriak ibunya di luar rumah.
"Sebentar Mak... Saya nyalakan lilin dulu" bersegera ia menyambut ayahnya yang baru tiba sepulang dari kerja dengan sebatang lilin di tangan kirinya.
(*-*)