Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Agenda Besar Gerakan Mahasiswa

28 Oktober 2015   09:29 Diperbarui: 28 Oktober 2015   10:05 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jokowi Turun?

Mahasiswa turun jalan mengepung istana negara bukan hal baru. Menuntut rezim yang berkuasa segera angkat koper adalah tuntutan klasik. Momentum 28 Oktober adalah "hari raya"pemuda dan mahasiswa. Berharap mengulang kedigdayaan era '98 berhasil menorehkan jejak sejarah memaksa diktator Soeharto mengakhiri sejarah panjangnya sebagai presiden.

Gegap gempita aksi mahasiswa beberapa pekan sebelumnya sudah menggaung keseluruh antero jagad mahasiswa. Konsolidasi dan perang spanduk ajakan aksi menghiasi papan-papan kampus dan jejaring sosial. Seakan tak mau melewatkan hajatan besar mahasiswa tiap tahunnya ini. Darah mahasiswa bergolak saat membaca ajakan profokatif dari poster-poster. Ditambah geram merasakan sikap alay penguasa yang tidak pecus mengurus negeri yang sangat kaya raya. Tetapi penguasanya satu persatu terseret kasus hukum dan mengobral aset kekayaan kenegara asing.

Jika pada era dua kali kepemimpinan SBY mahasiswa belum berhasil menurunkannya ditengah jalan, bagaimana dengan rezim Jokowi? Kita lihat saja nanti.Walau sumir terdengar dari para pengamat diterawang Jokowi tidak bisa bertahan sampai garis finish.

Waspada Memancing Diair Keruh

Tak terelakkan yang paling disibukkan saat genting seperti ini adalah aparat kemanan yang harus selalu siaga satu. Sejak dini sudah mondar-mandir menyalakan sinyal penginderaannya mengendus berbagai potensi caos yang bakal terjadi.

Yang patut diwaspadai adalah ketidaknetralan aparat baik TNI /Polri dalam mengawal aksi mahasiwa yang bakal di gelar. Pasalnya, kita tidak ingin kerusuhan '98 berulang kembali. Aparat kemanan sangat sulit dinetralisasi. Berbagai kepentingan politik campur aduk memanfaatkan jaringan militer yang dikuasai. Deretan Jendral pernah diseret-seret ikut menjadi aktor kericuhan '98 silam.

Hal inilah yang patut kita waspadai. Konfigurasi kekutan dua poros, baik yang pro pemerintah maupun kontra dengan pemerintah masing-masing akan bermain memainkan skenario politiknya. Sudah menjadi rahasia umum, setiap momentum menggoncang pemerintahan selalu dimanfaatkan oleh pihak lawan politiknya. Seperti memancing diair yang keruh atau menggunting dalam lipatan. Pemandangan biasa kita saksikan dilayar pemerintahan demokrasi manapun.

Potensi yang rawan bila melibatkan jajaran militer ikut serta dalam hajatan permainan politik oportunis ini. Mulailah saling lirik antara politikus dangan militer. Karena jika ditinjau lebih dalam sebenarnya militetlah ujung tombak terakhir nasib rezim berkuasa. Benteng terakhir adalah militer. Jika militer masih solid dibawah komando penguasa maka kejatuhan rezim masih ditaksir lama. Sebaliknya jika militer mulai terkoyak loyalitasnya terbelah-belah maka pukulan balik bisa menghunjam kekuasaan pemerintah. Disinilah titik sentral perlu diperhatikan dengan seksama.

Idealiasme Gerakan Mahasiswa

Sementara itu, mahasiswa memiliki basis kekuatan massa acap kali dipakai sebagai amunisi demi mewujudkan ambisi politik tingkat elit. Karenanya, gerakan mahasiswa harus memiliki independensi dan idealisme perjuangan. Kita berharap mahasiswa tetap pada idealisme dan tidak terjebak oleh perangkap oportunis. Disinilah urgensi mesin ideologi mahasiswa sebagai lokomotif perjuangan harus tetap dijadikan aqidah perjuangan. Tanpa ideologi perjuangan mahasiswa bagai buih dilautan yang dengan mudah hancur diterpa oleh ombak.

Perjuangan menuju perubahan ibarat mengarungi lautan yang sarat dengan deru debu ombak dan kejahatan perompak. Mahasiswa harus punya senjata dan perahu ideologi yang kokoh. Ideologi adalah senjata pemusnah yang mampu memusnahkan senjata ideologi penguasa.

Mahasiswa harus faham bahwa lawan mereka adalah negara dengan sistem demokrasi yang mulai rapuh. Senjata yang paling ampuh adalah ideologi islam. Satu-satunya ideologi dunia yang shohih dan tangguh. Jadi mahasiswa harus menyiapkan dua kekuatan sekaligus yaitu gerakan yang solid ideologis dan menyiapkan sistem pengganti dari rezim yang akan segera turun. Menurunkan rezim tanpa mengganti sistem idieologi sama halnya dengan mengulang sejarah buruk reformasi yang pernah diusung di masa reformasi '98. Bukankah pemerintah sekarang adalah anak dari rahim prematur reformasi?

Reformasi yang digembar-gemborkan tidak menyentuh kepada lokus persoalan utamanya. Virus utama yang menjadi sumber pemyakit negeri ini adalah virus sekulerisme yang menjelma dalam bentuk embrio demokrasi.Demokrasi terus menapaki masa remajanya. Masa nakal-nakalnya menumbuhkan bibit persoalan baru yang terus bermetamorfosa.

Akhirnya, Kita berharap aksi mahasiswa pada hari istimewa ini bukan hanya ajang besar-besaran tetiakan speaker tanpa menusuk pada substansi persoalan utamanya. Agenda besar mahasiswa sekarang adalah menurunkan rezim dzalim beserta seluruh sistem sekuler yang menaunginya. Mahasiswa terus mendobrak dengan intelektualitas dan kapasitasnya sebagai pewaris peradaban masa depan negeri muslim terbesar ini.

 

Oleh : Indra Fakhruddin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun