Mohon tunggu...
Indra Giri
Indra Giri Mohon Tunggu... Supir - The Sun is rising...

Kalau tidak bisa mencakar langit, memeluk gunung atau menguras lautan, jangan sok hebat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Blokir Jokowi Riuh oleh Telegram

16 Juli 2017   00:31 Diperbarui: 17 Juli 2017   12:36 1586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ss.pribadi

Masih ingat kejadian seorang hakim garis sepakbola tanpa malu-malu mencegat Lionel Messi untuk minta foto bersama?.  Saat itu ia sejenak meninggalkan "kehormatan" seorang hakim lapangan hijau demi "gambar" dirinya dengan idola sejagat itu, untuk kemudian "mungkin" dapat diceritakannya kepada anak cucunya... Ia telah menjadi dirinya, ketika itu.

Joko Widodo saat jadi Gubernur DKI, idola ibu-ibu kampung dan kawula muda progressif nasionalis, suatu hari tidak bisa menolak "kewajiban protokoler" dari Istana Merdeka untuk mendampingi presiden sekaligus atasannya, SBY. Terlihat dia kemudian menjadi kaku, dan 'terprogram' seolah terpasung. Itu seperti bukan dirinya, hingga sejurus kemudian dengan apa yang ada dibenaknya "bekerja dan bekerja", ia mendadak  ada diantara kepadatan kendaraan Jakarta yang semrawut, memantau dan mencari ide serta solusi. Jokowi kembali menjadi diri sendiri.

Dan lain-lain.... dan seterusnya... *Jokowi saya buat sebagai bahan di sini karena sedang/masih #trendingtopic :))

Trending topik?

Sspribadi
Sspribadi
Benar, di jagat Twitter #blokirjokowi masih diperbincangkan oleh mesin. Mereka tidak terima pemblokiran aplikasi Telegram yang dianggap berbahaya. Meski di negara asalnya juga diblokir, saya sendiri masih tidak  tahu mana yang lebih berbahaya, aplikasi taksi online atau Telegram.

Saat para sopir taksi melumpuhkan Jakarta, presiden Jokowi tidak jadi trending sebab hidup sopir mungkin tidak penting bagi kedua kubu ( presiden dan mesin pembencinya ). Walaupun aplikasi taksi online selain berdampak nyata menambah beban lalulintas yang macet, menyengsarakan para sopir dan keluarganya, juga menjadi penghimpun informasi intelijen yang efektif.

Kedua aplikasi dari dua jenis kehidupan dan kepentingan telah menjadikan presiden sebagai alien bagi sebagian orang. Bukan lagi idola ibu ibu dan kaum muda serta orang miskin.

Tapi itu adalah peran yang harus dimainkan. Biarlah itu sebagai urusan Jokowi dan mesin pembencinya.

Sementara kita, anda dan tentu saja saya pribadi. Ada saat dimana kita menjadi "alien" dengan menjadi (berusaha) seperti yang diinginkan orang lain, atau memang sudah harus demikian.

Kemudian kita menjadi diri kita sendiri hanya saat dimana kita melepas pakaian, membersihkan diri sendiri, dan menjelang kita mencoba tidur setelah hari yang melelahkan.

Esok adalah esok, akan menjadi siapa dan seperti apa? kita pasti bisa berusaha menjadi seperti yang diinginkan orang sekitar/orang lain.

Seperti teater, kita adalah bagian sandiwara kehidupan.

Lalu... pertanyaan yang sebenarnya adalah...

Menjadi siapa kita hari ini???

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun