Sifat cinta sebenarnya sangat jujur, manusia tidak akan bisa mencintai dua subjek sekaligus. Mencintai Gusti atau dunia, wanita satu dengan wanita lain, pria satu dengan pria lain, tidak ada yang mencintai dalam kadar yang sama, sekalipun itu orang tua kepada anak-anaknya. Seperti sebuah hukum bahwa cinta akan bergerak-menggerakkan layaknya misteri, maka para Sufi lebih menikmati sajian Cinta sebagai perwujudan Gusti dalam setiap ciptaan-Nya, kalau dia mencintai kekasihnya, dia mencintai Penciptanya, atau bahwa semua yang bergerak didunia ini adalah representasi dari cipratan kasih Tuhan pada bumi,
Akhirnya terserah, mau menikah, tidak menikah, yang penting kalian tetap bisa mencintai dan jujur menghidupi cinta itu sendiri. Mau kalian beretorika, dijodohkan, memilih, MBA, atau kejadian apapun yang memaksa kalian untuk menikah terserah yang penting jangan kehilangan cintamu, cinta pribadimu, cintamu kepada sesama, cinta kepada semesta yang semuanya merupakan bagian dari Jagad Gede hubungan ulak-alik diri dengan Gustimu.
Soe Hok Gie sempat menuliskannya dalam catatan, dan ini akan jadi penutup.
"Berbahagialah orang yang masih mempunyai rasa cinta, yang belum sampai kehilangan benda yang paling bernilai itu. Kalau kita telah kehilangan itu maka absurdlah hidup kita"
Selamat mengarungi siang dan malam, selamat menikmati dialektika sunyi dalam pendar sendiri, selamat menunggu embun pagi, di mana Tuhan bersemayam disegenap hati manusia, dan kita menunggu cinta itu sendiri sebagai perwujudan berdekat-dekatannya manusia kepada Sang Khalik, lewat semesta, segala ciptaan dan kedirian.
Kleco Wetan, 21 Januari 2019
Indra Agusta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H