Mohon tunggu...
Indra Agusta
Indra Agusta Mohon Tunggu... Wiraswasta - hologram-Nya Tuhan

Cantrik di Sekolah Warga, Suluk Surakartan dan Sraddha Sala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wabah: Simalakama Pemudik, Gugur Gunung, Kelas Sosial

18 April 2020   17:16 Diperbarui: 18 April 2020   17:16 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sisa-sisa yang masih mengais rejeki di jalanan yang akhirnya mendapatkan dampak dari lockdown lokal ini. Dengan himbauan dan kampanye yang sangat masif untuk #dirumahsaja tanpa penjaminan makan, rumah-rumah yang tidak siap memasak makanan akhirnya harus memesan online, namun proses pengantarannya juga dihambat oleh otoritarian sipil ini, demikian pula yang terjadi pada kurir paket yang wilayah jelajahnya sampai ke desa-desa terpencil, mereka didesa sangat ketakutan dengan adanya orang asing masuk ke wilayah mereka, lagi-lagi ini juga rentetan dari ketakutan akan tertularnya virus. Atau himbauan dari pemerintah pusat agar kegiatan kredit keliling diliburkan ternyata memang tidak semuanya semulus itu.

Koperasi-koperasi kecil yang putaran kantornya juga berasal dari pinjaman-tagihan ini tetap memerintahkan krediturnya untuk berkeliling ke desa-desa, ke penduduk yang dipinjami uang oleh mereka dan harus terhadang didepan kampung, bahkan dengan slogan menolak tegas rentenir. Sama-sama pahitnya, kreditur hanya menjalankan tugas kantor, tetapi warga yang diam dirumah tidak semuanya punya likuiditas untuk menambal angsuran mereka, pendapatannyapun hanya kuat untuk bertahan mencukupi kebutuhan makan sehari -- hari.

Lebih pahit lagi tentu adalah pemudik, pemudik dadakan karena virus ini saya malah lebih suka menggunakan pemudik karena ini merupakan bencana. Malam ini tadi Presiden menaikkan kasus virus ini resmi sebagai Bencana Nasional non-alam, sesuai konstitusi yang tercantum di UU 24 tahun 2007. Pemudik ini kembali pulang kerumah dengan resiko tertular virus dijalanan, dan menjadi inang virus yang sangat mungkin akan ditularkan ke desa tempat tinggalnya. Kegelisahan pribadi ini terjawab ketika kemarin tanggal 13 April 2020 pemudik Grobogan pasien positif yang tidak tahu menahu dirinya tertular virus malah datang ke hajatan di Sragen, sempat dilarikan ke klinik sebelum akhirnya ke rumah sakit. Dan sampai tulisan ini tertulis 76 tenaga medis diperiksa, entah siapa yang datang ke hajatan tersebut belum diketahui siapa saja, proses pengecekan berjalan lebih lanjut.

Pekerjaan rumah yang akan terjadi setelah ini jika massa terus-menerus terlalu lama dirumah tanpa penjaminan, tentu adalah munculnya kriminalitas kecil karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar mereka. Seperti kita tahu bahwa tidak semua kondisi finansial para pemudik mapan, dan mereka harus berdiam. Kriminalitas ini angkanya akan naik drastis ketika pemerintah melakukan lockdown total, sementara jika virus ini semakin masif menjangkiti mereka yang didaerah, kemungkinan lockdown total ini sangat masuk akal.

Jika massa kelaparan, mengusahakan sesuatu sepi, rejeki dijalanan harus direbut dengan pembatasan-pembatasan tanpa penjaminan. Simalakama ini efeknya akan semakin parah dikota-kota besar, sampai hari ini mulai terdengar maling kecil-kecilan di kos-kos yang ditinggalkan, lalu maling beras di daerah dekat persawahan, sampai kemungkinan fatalnya jika uang dan segalanya berhenti, penjarahan-penjarahan akan sangat mungkin terjadi. Tapi mari kita berdoa dan mengusahakan untuk tidak sampai ke kemungkinan itu.

Gugur Gunung crowdfunding

Anomali yang kemudian menarik karena tidak mampunya pemerintah menjamin kelayakan hidup masyarakat yang diayominya, menimbulkan reaksi sosial dimasyarakat, Gerakan Crowdfunding.  Di awal-awal pandemik mulai meledak di republik, mereka yang hidup dari mengais rejeki dijalanan masih bisa bertahan dengan pendapatan kecil, tetapi ketika semakin turun omset akhirnya tak ayal lagi mereka kebingunan. Broadcast WA di grup ojek online yang ingin menjual perabot rumah tangga mereka demi mendapatkan beras, lalu sangat minimnya APD yang dipakai oleh tim medis dirumah sakit ini memicu momentum ledak gerakan ini.

Dimulai dari beberapa artis, kemudian sampai alumni sekolah, jaringan islam, pemuda, bahkan PGI (Persekutuan Gereja-gereja Indonesia) juga ikut andil untuk Gugur Gunung. Ada yang berupa donasi uang, ada yang menerima donasi beras dan kebutuhan barang pokok, donasi masker dan APD untuk tim medis, atau mengiklaskan ruangan -- ruangannya untuk karantina bersama pemudik yang datang dari berbagai penjuru, mengingat banyak penolakan-penolakan yang terjadi didesa-desa. PGI bahkan menghimbau semua gereja di Indonesia untuk menjadikan gerejanya tempat karantina, tentu ini kebijakan yang brilian.

Bahu-membahu ini juga kemudian memunculkan gagasan betapa pentingnya menjalin relasi sosial. Ketika pandemik belum separah ini efeknya, banyak masyarakat masih menjalani rutinitas yang yang individual dan justru momentum inilah yang menghasilkan banyak percakapan dirumah, obrolan dan tentu konflik baru di rumah tangga yang tidak siap jika semuanya harus berada dirumah. Sekam akan terasa pada keluarga yang kurang harmonis, ini juga dis-integrasi kecil diskala keluarga, bumbunya tentu kebosanan-kebosanan itu sendiri.

Gugur gunung berikutnya ini adalah terbentuknya komunalitas masyarakat desa dalam menjaga palang desa mereka, atau pendistribusian vitamin dan jamu dari rumah ke rumah. 

Di luar pagar tentu harus saya acungi jempol kepada kawan-kawan relawan kemanusiaan yang tanpa pamrih bertugas, tidak digaji sepeserpun untuk ikut andil dalam berbagai  penyemprotan desinfektan, pemberian sosialisasi ke masyarakat dan juga mengkonter informasi-informasi yang kurang benar. Dalam skala besar meskipun mungkin hanya satu-dua orang di  satu kelurahan tapi mereka terlatih untuk menjaga akurasi informasi, menjaga etis serta berfikir lebih panjang tentang pentingnya persebaran informasi, filtering data supaya tidak menimbulkan beragam potensi perubahan masyarakat.

Pertentangan Kelas Sosial

Tidak bisa dipungkiri memang ada kelas-kelas sosial sejak dulu kala. Stratifikasi sosial ini beragam bentuknya dari kapital, intelektual, sampai luasan akses. Dinamika lain yang ditemukan dalam krisis ini adalah semakin menajamnya pertentangan kelas di masyarakat. Sekamnya cukup terasa pada beragam peristiwa, dan nyaris dibiarkan bergulir begitu saja tanpa penengah. Memang krisis sampai tingkat paling dasar manusia yang tak pernah puasa, dan terpaksa harus lapar akan menghasilkan beragam bentuk respon mereka, dan akan kelihatan nature setiap kelas ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun