Mohon tunggu...
Indra Agusta
Indra Agusta Mohon Tunggu... Wiraswasta - hologram-Nya Tuhan

Cantrik di Sekolah Warga, Suluk Surakartan dan Sraddha Sala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wabah: Terus Cuci Tangan dan Jangan "Cuci Tangan"

29 Maret 2020   20:15 Diperbarui: 29 Maret 2020   20:20 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

anak-anak muda itu masuk kedalam gua beserta anjingnya, bukan karena kalah tapi lebih karena waspada, terhadap kebohongan-kebohongan yang ditebarkan oleh penguasa, tokoh, spiritualis, budayawan dan pemikir yang tak rasional, terus menyepi di Gua Kahfimu sendiri. Dan kembalilah dalam tiga ratus tahun lagi, dengan segala sesuatunya yang lebih baik, karena Tuhan mencintai mereka yang mau berfikir

PROGRESI

Jelang hari ke-10 setidaknya wabah ini mencekam di Solo dan Kabupaten sekitarnya. Dalam beragam pengamatan memang tidak bisa dipungkiri bahwa efek dari teror psikis lewat media ini akhirnya menjalar cepat kedesaku, desa-desa di dalam kabupaten. Isu ini kemudian menggantikan isu-isu daerah seperti pilkades dan pilbup, semua elemen masyarakat punya caranya sendiri untuk melihat wabah ini.

Sementara itu media setelah over-posting soal wabah ini, berlanjut ke beberapa media yang lebih menekankan jumlah kematian daripada harapan hidup. Dibeberapa koran memang tak menyebutkan berapa yang masih hidup, atau sembuh, dalam kacamata lain mindframing berita yang seperti ini semakin menambah kekhawatiran.

Dipusat pemerintahan tidak segera menetapkan status lockdown total atas semua wilayah, tentu ini menjadi pilihan yang simalakama. Posisi mengambang ini malah semakin menambah kepanikan, himbauan yang diikuti dengan sweeping oleh aparat tapi tidak diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan pokok, malah menjadi blunder sendiri. Bukti Negara hadir dipertanyakan.

Sementara itu kondisi internasional sudah sangat siap dengan Corona Loan IMF. Terlepas akankah Indonesia mengambil atau tidak tapi posisi IMF menjadi sangat strategis sebagai lembaga internasional penyedia utang ditengah wabah. Yang tentu akan seperti gayung bersambut ketika sebuah negara tidak mengindahkan himbauan Harrari, bahwa Isolasi tidak akan meredam keadaan, justru akan menghadirkan gejolak permasalahan baru, resesi misalnya.

Lalu tanggal 25 Maret 2020, lewat perwakilan Bank Dunia negara kita berhutang lagi sekitar 4.99 T dengan dalih untuk reformasi sektor keuangan, tidak dijelaskan ke publik mengapa hutang ini diambil, semoga menjadi keberkahan buat semua penduduk, entah back-up plan apa yang akan dijalankan pemerintah.

Banyak sekali pertanyaan mendasar kepada pemerintah pusat selain lockdown, dan karantina wilayah tentu juga yang menurutku penting adalah transparansi data. Transparansi data baik ke WHO maupun ke wilayah didaerah, tidak hanya sekedar angka setidaknya ketika keadaan sudah panik seperti ini kita tidak meningkatkan tensi kecurigaan kepada sesama warga, hanya karena ada orang baru, asing atau sekedar batuk dan panas. Namun langkah ini juga tidak diambil oleh pemerintah, kita dibiarkan untuk menyimpan kegelisahan tanpa tahu siapa-siapa sekeliling kita yang positif terkena virus.

Dengan transaparansi justru masyarakat saya kira akan lebih terbuka dan dewasa supaya saling bertukar informasi tanpa memendam rasa tidak nyaman yang berlebihan.

Entahlah sebenarnya apa yang diinginkan oleh pemerintah pusat, semua kebijakannya kini menjadi buah simalakama. Ketidaksiapan, transparansi, over-blowup media, teror, dan berbagai langkah malah jadi salah kaprah. Lalu kisah selanjutnya adalah Keegoisan manusia itu sendiri.

PANGGUNG

Sampai hari ini baru kabupaten Tegal pemerintah daerah yang mengumumkan secara resmi lockdown, sangat percaya diri dengan anggaran 2 miliar dan sustainbility sampai 4 bulan untuk penduduk di wilayahnya. Dan langkah ini sekaligus menampar otoritas pemerintah pusat dalam mengkalkulasi betapa gentingnya sebuah situasi. Atau dalam kacamata lain pemerintah lebih siap untuk mempertahankan putaran ekonomi yang relatif stabil daripada men-stop putarannya, kemudian mengalokasikan untuk backup bertahan hidup masyarakat.

Pemertahanan putaran ekonomi tentu juga akan berbanding lurus dengan tenggat waktu pelunasan hutang, beberapa kredit yang macet, serta deal-deal sebelumnya yang harus dibayar dimasa kini. Dan lagi-lagi tidak ada jaminan hidup bagi masyarakat bawah.

Naifnya, pemerintah baik di pusat maupun daerah seperti menjadikan ini panggung untuk yang "paling" bisa mengatasi wabah, berlomba menciptakan solusi singkat seperti desinfektan, kebersihan lain atau slogan-slogan himbauan untuk mencuci tangan, jauh dari apa yang diharapkan oleh pakar-pakar. Entah sampai level mana para saintis bergerak meneliti dan mencoba menelaah ini wabah tentu ini juga sebuah ujian terhadap kaum intelektual kita untuk ikut berkiprah bersama-sama secara global.

Media terus menerus memblowup pengakuan tokoh demi tokoh yang terjangkit, namun dengan nada menggaet popularitas, bahkan ingin menunjukkan bahwa dirinya paling transparan. Pada sebagai subjek tidak begitu penting mengingat yang kita butuhkan sekarang adalah pengawasan total dan transparansi data semua wilayah, bukan hanya mencuri panggung.

Hal yang tak kalah mengecewakan tentu adalah permintaan khusus para anggota dewan dan keluarganya yang ingin jadi prioritas untuk dilakukan pengecekan terhadap wabah, sementara itu dokter-dokter dan tenaga kesehatan bertumbangan sampai meninggal untuk mengatasi ini wabah, rumah sakit menjadi minim APD, dan negara lagi-lagi tidak memberikan penjaminan kepada tenaga yang menjadi alat mereka untuk memenangkan ini pandemik. Sangat ironis.

Pemerintah kini sedang memesan alat pendeteksi virus ini dari Cina, tak tanggung-tanggung langsung 500.000 unit, jumlah yang sama seperti yang didonasikan Jack Ma ke US tanggal 17 Maret 2020 lalu. Mari kita awasi proses kedatangan sampai distribusinya, dan semoga kualitasnya tidak seperti yang diberitakan Spanyol dan Ceko hari ini.

Ternyata akurasi alat tes virus dari Cina, tersebut hanya kurang dari 30 % akurasi kevalidannya dalam menganalisis positif atau tidaknya seseorang terkena virus.

ANOMALI

Indonesia secara demografi memang hidup dengan budaya sosial yang cukup tinggi. Selain kepanikan karena hubungan erat antar entitas sosial ini terjadi begitu saja. Akhirnya juga memunculkan beragam anomali yang patut untuk diacungi jempol. Sekalipun ini akan menampar pemegang kekuasaan bahwa mereka juga tidak bisa mengurusi ini hanya dengan alat negara. Rakyat menunggu akhirnya usaha secara rasional terjadi di desa-desa secara simultan.

Setelah berbagai macam tutorial membuat masker, dan masker darurat menghiasi media sosial lalu banyak orang mempraktekkannya. Gelombang keduanya adalah desinfektan dan hand sanitizer, saya sendiri mendapat broadcast dari kawan yang bekerja di instansi kesehatan. Bahwa desinfektan bisa dibuat dan tidak mahal.

Cukup membeli pemutih dari beragam merek yang kemudian dimasukkan kedalam tabung semprot pertanian cukuplah jadi penolong-penolong didesa-desa. Untuk hand sanitizer banyak kawan justru memanfaatkan ethanol dan ciu Bekonang sebagai sarana sterilisasi tangan dan sekeliling ditengah hebatnya permainan harga karena melonjaknya kebutuhan-kebutuhan alat-alat ini.

Lalu kebijakan lockdown yang masih abu-abu, sementara media terlalu tajam masuk ke desa-desa. 2 hari ini beberapa desa di Yogya dan soloraya mulai memblokade wilayahnya masing-masing. Setiap portal dijaga, ditanyai KTP, dst. Persis seperti jam malam pada tahun-tahun pembersihan PKI tahun 1966.

Demikian akhirnya ketika tak ada arahan semua mengambil jalannya sendiri. Namun ini belum akan selesai. Pemerintah lagi-lagi mengisukan akan meniadakan mudik, ini yang kemudian berbondong-bondong membawa perantau untuk kembali ke rumah, selain memang di kota sudah sepi. Setahuku di Solo, apalagi Jogja dan Jakarta tentu kondisinya lebih memprihatinkan. Kemana lagi perantau yang nafkahnya adalah putaran manusia itu sendiri, tetiba putaran itu dihentikan dan diancam. Jalan pulanglah yang kemudian lurus ditempuh.

Seperti ngemu wisik posisi terakhir yang bisa ditempuh manusia jawa ketika sudah tidak ada harapan ya mati berkalang tanah dirumah dan tanah milik mereka sendiri, disaksikan oleh keluarga. Mari mati kudu bali (sembuh atau tidak, harus pulang). Demikian progresi yang sebenarnya sangat pelik, namun proses mudik mendadak ini berjalan, beberapa pondok pesantren juga sudah mulai memulangkan santrinya. Sementara kita yang harus mengikuti anjuran untuk diam dirumah entah bagaimana lagi mencari rejeki jika dijalanan sudah tidak menemukan putarannya. Semua dicekam ketakutan.

Geliat berikutnya adalah crowdfunding yang dilakukan oleh banyak artis, tokoh publik, kemudian baru beberapa pejabat mulai berlomba mencari "panggung" lagi dengan memamerkan berapa nominal yang mereka kasih untuk bantuan mengatasi wabah ini. Hasilnya didonasikan kepada mereka yang di garda depan perlawanan melawan pandemik, dari masker, APD sampai membeli cairan kimia untuk desinfektan.

Apapun hasilnya ditahap pertama proses isolasi dan cuci tangan ini sudah menggembirakan. Sayangnya harus dihitung lagi efek jangka panjang oleh semua pihak, terutama otoritas negara. Jika terus larut dalam isolasi tanpa benar-benar mau berjibaku untuk mengurus warga negara, kita tidak pernah tahu ancaman resistensi warga. Di perkotaan yang paling rawan, ancaman penjarahan bisa saja terjadi jika kebutuhan pokok untuk mereka berdiam dirumah tidak dipenuhi oleh negara, atau semoga pertolongan datang lewat anomali crowdfunding seperti kasus desinfektan tadi.

Setidaknya ada kabar menggembirakan dari Purbalingga hari ini,  Gunung Wuled, total 90KK setiap hari memang tegas tidak boleh kemanapun, tapi dikasih uang saku 50 ribu setiap harinya, untuk bertahan. Jauh dipedalaman jawa tengah, dan ini menampar lagi otoritas negara di pusat pemerintahan. Dan semoga anomali lain berjalan pula, pergerakan-pergerakan waktunya turun setidaknya ini waktunya untuk membuktikan pergerakan tak sekedar wacana membual tentang ideologi, tapi juga keberhasilan merawat kawanan dari sergapan serigala buas.

KABAR BAIK

Sejak ketetapan isolasi ini tentu harus ada kabar baik yang diberitakan. China dan Taiwan menurunkan polusi udaranya drastis hampir 30%, dunia secara global juga lambat laun diam dan berpuasa emisinya berkurang 10-20%, Israel dan Palestina juga membuka celah kerjasama karena pandemik dideteksi di jalur Gaza, melupakan konflik negara-negara teluk kini mereka saling bertukar data, transparansi anggaran soal penanganan dan memperkuat batas-batas mereka masing-masing untuk mendeteksi virus, sangat menarik perubahan-perubahan global hari ini.

Lalu sebagai penutup sangat ingin saya kabarkan terutama pada kaum spiritualis. Sudahi dan cukupi kalian membual dan membuat solusi yang semakin akan membawa kekacauan, berikan panggung kepada rasionalitas dulu. Kalian cukup menjadi simbol supaya massa tetap tenang hatinya, dan terus menerus berdoa dirumah masing-masing itu saja. jangan sampai kasus Korea Selatan yang menuduh virus ini sebagai "perbuatan iblis" lalu jemaat malah dikumpulkan ini terjadi di Indonesia. Sudahi trik-trik semacam ini, masuklah keruang-ruang pertapaanmu masing-masing, dan temukan Tuhan dalam sanubarimu sembari menebar kebahagiaan, bertolak pada rasionalitas kalau perlu terjun menjadi relawan.

Juga harus saya ucapkan selamat bertarung kepada semua saudaraku yang masih mengais rejeki dijalanan, apapun yang diperbuat, tetap jaga kebersihan kesehatan dan semoga ditambah-tambahi lagi kekuatan. Semoga luput dari wabah, dan tetap selamat ketika semua ini berakhir. Selamat mencari sela-sela tanah ditengah rapatnya hujan deras. Dan semoga segera ada solusi yang mau menanggung segala kebutuhan kalian untuk tidak lagi terjun ke jalan, apapun jalannya, semoga negara tak lupa.

Selamat terus mencuci tangan, dinegara yang kadang seperti "cuci tangan" pada sudut pandang tertentu, tetaplah bahagia dan naikkan imun. Serta jaga cashflow-mu, jika ini terus berlanjut, kenali medan dan bersiaplah untuk perubahan-perubahan berikutnya. Migrasi massa akan berpengaruh kepada segala sesuatunya...

Kuat-kuat Dan Tuhan menjaga semua mahkluk...

selamat terus bekerja-sama, srawung baik offline maupun online. Terus saling tukar informasi, cek informasi, dan terus saling menjaga.

yok bisa yok!

Surakarta, 29 Maret 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun