Memaafkan memang bukan hal yang mudah. Setujukah anda dengan pernyataan itu?. Ya memang memaafkan itu susah apalagi jika luka yang digoreskan terlalu menyakitkan. Padalah dalam islam seruan untuk menjadi seorang pemaaf sudah dijelaskan dalam surat Al’araf ayat 199
- jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
Kemudian pada surat An-nur ayat 22
- dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[1032],
Dua ayat diatas merupakan seruan pada kita untuk menjadi seorang pemaaf. Selain dua ayat diatas juga masih banyak lagi ayat-ayat yang berhubungan atau seruan untuk memaafkan kesalahan orang lain. Nabi Shallallahu’alai wa sallam bersabda “Tidaklah seseorang itu suka memaafkan melainkan dia akan semakin mulia” [HR Muslim].
Memaafkan memang perkara yang sulit, pasalnya kadang kita sudah memafkan kesalahan orang lain secara lisan namun hati dan perasaan belum bisa sepenuhnya memaafkan. Hal ini sering terjadi pada diri kita. Apakah hal yang demikian salah?. Mau memaafkan saja itu suatu perjuangan yang berat bahkan tidak semua orang bisa melakukannya. Biasanya berat tidaknya memaafkan tergantung pada beban masalahnya. Untuk masalah-masalah yang sangat berat seseorang cenderung sangat susah untuk memaafkan. Misalnya pada kasus kriminal seperti pembunuhan mungkin bagi keluarga korban akan sangat berat untuk memaafkan tersangkanya. Hal ini wajar terjadi karena bagaimanapun setiap manusia memiliki perasaan. Pembunuhan atau tindakan kriminal secara fisik, otomatis juga meninggalkan luka psikis atau perasaan pada korbannya.
Apa si memaafkan itu?. Memaafkan merupakan perubahan motivasi berupa dorongan untuk membalas atau ingin menjauhi menghindari kontak kemudian dirubah menjadi motivasi untuk paling tidak mengurangi keinginan membalas dendam dan menghindari kontak dengan penyerang (Enright, Freedman & Rique 1998). Dalam hal ini ada ketidaksepakatan diantara para ahli mengenai pemaafan apakah harus desertai rekonsiliasi atau tidak. Atau hanya menghilangkan emosi negatifnya saja, seperti misalanya menghilangkan perasaan dendam, marah atau permusuhan.
Jika kita jelajahi lebih lanjut tentang proses ketika kita tersakiti hal pertama yang akan kita jumpai yaitu impack, ini merupakan respon langsung ketika kita tersakiti secara psikis. Impack ini misalnya berupa respon marah, kecewa, sedih dan emosi negatif lainya. Hal ini merupakan hal yang wajar ketika kita tersakiti. Kemudian setelah kita merespon dengan emosi negatif selanjutnya kita akan melakukan pemaknaan. Memaknai seberapa besar sumbangan pribadi kita dalam masalah itu. Maksudnya seberapa besar peran kita dalam membuat masalah sehingga kita akhirnya tersakiti. Simpelnya pemaknaan disini adalah intropeksi diri. Setelah melakukan pemaknaan tahap terakhir adalah move on. Move on dari masalah itu. Nah pemaafan berada pada tahap ini. Dengan move on ini apakah kita mengambil keputusan untuk memaafkan atau kita akan move on tanpa memaafkan. Jika luka hati ini tidak dimaafkan kemudian ditekan atau dilupakan hal ini akan merusak kebahagiaan kita di masa depan bahkan suatu study menjelaskan jika masalah terus ditekan maka jangka panjangnya bisa mengakibatkan jantung koroner. Bagaimana tidak, suatu masalah atau penyakit psikis jika disimpan tanpa diobati maka akan berdampak pada kehidupan kita dan unjungnya akan menggangu kebahagiaan kita.
Akibat lainya jika kita tidak melakukan pemaafan terhadap suatu masalah atau rasa sakit hati , salah satu akibatnya akan berdampak pada hubungan sosial kita. Masalah psikis ini memang selain membebani diri dengan memakan emosi-emosi posittif juga akan mengganggu hubungan sosial. Kadang ketika kita marah atau benci pada seorang teman kita akan selalu berusaha menghindarinya, otomatis hal ini akan menghambat interaksi kita dengan teman lainya karena dengan kita menghindari teman yang kita benci juga akan membuat kita menghindari sekelompok teman yang berada dengan teman yang kita benci itu. Maka dari itu memaafkan menjadi salah satu obat psikis untuk mengobati atau paling tidak mengurangi rasa sakit hati. Dengan memaafkan akan mengurangi distress psikologi dan seharusnya mengurangi beban pikiran kita.
Lantas bagaimana cara memafkan itu?. Untuk belajar memaafkan kita akan menggunakan formula REACH. R disini adalah recall maksudnya yaitu mengingat rasa sakit dengan mengakui serangan seobjektif mungkin dan mencermati keterlukaanya. Kemudian E yaitu empatic yaitu berusaha empati dengan masalah itu. Maksudnya kita coba menggambarkan masalah itu dari sudut pandang orang lain atau dari persepsi orang yang melukai. Hal ini sangat penting dan kadang tidak dicermati dalam proses pemaafan. Pikiran empatic diantaranya seperti “berfikir bahwa ketika seseorang terancam cenderung akan melakukan tindakan yang menyakitkan pada orang yang tak bersalah, berpikiran bahwa kejahatan yang dia lakukan bukanlah kepribadianya, berfikiran bahwa orang tidak berfikir panjang ketika menyakiti orang lain. Kemudian A alturistic gifts of forgivness yaitu mengeksplorasi waktu seberapa lama kita bisa memaafkan dan bagaimana efeknya jika kita memafkannya. Kemudian commit yaitu kita memeberikan maaf secara verbal bahkan jika perlu ditulis. Dan tahap yang terakhir adalah hold on to forgiveness maksudnya rasa sakit pasti akan teringat lagi. Dalam hal ini kita berusaha membedakan antara sekedar mengingat dengan mengingat yang kemudian dilanjutkan dengan reexperiencing rasa sakit.
Kurang lebihnya seputar forgivness sebagai obat sakit hati seperti itu, untuk lebih lanjutnya anda mungkin bisa langsung berkonsultasi dengan psikolog atau ahlinya. Memaafkan tidak akan merugikan diri kita karena kita sudah dianjurkan untuk memaafkan. Intinya instropeksi diri dulu sebelum terlalu menancapkan pisau dalam hati dengan mengatasnamakan sepenuhnya bahwa orang lain sebagai tersangkanya.
Kita tidak bisa melukai pelaku dengan tidak memaafkan, tetapi kita membebaskan diri kita sendiri dengan memaafkan
Memaafkan bukan menghapuskan kenangan buruk, tetapi mengubah penilaian dan kesan yang ditimbulkan oleh kenangan buruk. (DR. Yulia Solichatun, M.si).
*tulisan ini bersumber dari mata kuliah penangan kasus klinis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H