Mohon tunggu...
INDRA
INDRA Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Mahasiswa tahun kedua program studi Teknologi Hasil Hutan di IPB University

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nafas Kehidupan

30 September 2024   20:45 Diperbarui: 30 September 2024   20:49 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara batuk yang berat memecah keheningan malam. Aku terbangun, melirik jam dinding yang menunjukkan pukul dua pagi. Dengan langkah tergesa, aku menghampiri kamar ibu.

"Bu, minum obatnya dulu ya," ujarku lembut sambil membantu ibu duduk di ranjangnya.

Ibu tersenyum lemah, wajahnya pucat pasi. Tangannya yang kurus gemetar saat menerima segelas air dan pil-pil yang kuberikan. Aku memandangi sosoknya yang rapuh, dada ibuku naik turun dengan berat, berjuang untuk setiap tarikan nafas.

Penyakit paru-paru yang dideritanya sudah mencapai tahap parah. Setiap hari adalah pertarungan baginya. Namun, di balik tubuh yang lemah itu, tersimpan kekuatan dan semangat yang luar biasa.

"Maaf ya, Nak. Ibu jadi merepotkanmu terus," ucapnya di sela-sela batuk.

Aku menggenggam tangannya erat. "Jangan bicara begitu, Bu. Ini sudah kewajibanku."

Pikiranku melayang ke hari-hari yang telah kami lalui. Bolak-balik rumah sakit sudah menjadi rutinitas. Aku masih ingat bagaimana ibu selalu tersenyum pada setiap perawat dan dokter, bahkan saat rasa sakit mendera tubuhnya.

"Bu, besok kita ke rumah sakit lagi ya? Dokter bilang ada terapi baru yang mungkin bisa membantu," aku mencoba mengalihkan perhatiannya.

Ibu mengangguk pelan. "Iya, Nak. Ibu akan coba apa pun. Ibu masih ingin melihatmu lulus kuliah, menikah, dan punya anak."

Air mataku nyaris tumpah mendengar ucapannya. Betapa kuatnya wanita ini, betapa besar cintanya.

Keesokan harinya, kami kembali ke rumah sakit. Saat menunggu giliran, aku melihat seorang anak kecil yang sedang bermain di taman rumah sakit. Ia tertawa riang, berlarian dengan bebas. Tanpa sadar, air mataku menetes.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun