Mohon tunggu...
INDRA
INDRA Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Mahasiswa tahun kedua program studi Teknologi Hasil Hutan di IPB University

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jendela Mimpi

30 September 2024   09:50 Diperbarui: 30 September 2024   09:51 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara kicauan burung membangunkanku dari tidur lelap. Mataku perlahan terbuka, menyesuaikan dengan cahaya pagi yang menembus tirai tipis jendela kamar asramaku. Aku bangkit, melangkah pelan ke arah jendela dan menyibakkan tirainya.

Pemandangan yang menyambutku selalu berhasil membuatku terpesona, tak peduli sudah berapa kali aku melihatnya. Di hadapanku terbentang hamparan hijau hutan yang mengelilingi kampus IPB University. Pohon-pohon menjulang tinggi, dedaunannya menari lembut tertiup angin pagi.

Aku, Indra, mahasiswa tahun pertama Fakultas Kehutanan, masih belum percaya bahwa ini adalah realitaku sekarang. Dulu, ketika masih di kampung, aku hanya bisa membayangkan seperti apa rasanya kuliah di universitas ternama. Kini, di sinilah aku, memulai babak baru hidupku di tengah keindahan alam Bogor.

Kamar asrama yang mungil ini menjadi saksi bisu perjalananku. Di sudut ruangan, tumpukan buku dan catatan kuliah berserakan di atas meja belajar - bukti perjuangan menghadapi masa PPKU (Program Pendidikan Kompetensi Umum) yang terkenal berat.

Aku menghirup dalam-dalam udara segar pagi, membiarkan aroma khas hutan memenuhi paru-paruku. Entah mengapa, aroma ini selalu berhasil menenangkanku, mengingatkanku akan alasan aku memilih jurusan Kehutanan.

"Dra, sarapan yuk!" suara Athaya, teman sekamarku, membuyarkan lamunanku.

"Iya, Tay. Sebentar," jawabku, masih enggan melepaskan pandangan dari pemandangan di luar jendela.

Athaya menghampiriku, ikut memandang keluar. "Indah ya? Kadang aku masih nggak percaya kita bisa kuliah di sini."

Aku mengangguk setuju. "Iya, Tay. Rasanya baru kemarin kita deg-degan nunggu pengumuman SNBT."

Kami tertawa bersama, mengingat momen-momen penuh ketegangan sebelum akhirnya diterima di IPB. Perjuangan kami belum selesai, tentu saja. PPKU baru langkah awal, tapi kami siap menghadapinya.

"Ayo sarapan, nanti telat masuk kelas," ajak Athaya.

Aku mengangguk, mengambil handuk dan bersiap-siap. Sebelum meninggalkan kamar, aku melirik sekali lagi ke arah jendela. Sinar matahari mulai menembus celah-celah dedaunan, menciptakan pemandangan yang memukau.

Di perjalanan menuju Konoha (warteg anak asrama), kami berpapasan dengan banyak mahasiswa lain. Ada yang terburu-buru, ada yang santai mengobrol. Semua punya cerita dan mimpi masing-masing, sama sepertiku.

Saat menikmati sarapan sederhana dengan ayam goreng yang masih hangat, aku merenungkan perjalananku sejauh ini. Dari pemuda desa yang hanya bisa bermimpi, kini aku di sini, berjuang meraih cita-cita.

Hari-hari di asrama dan kampus IPB mungkin tidak selalu mudah. Ada kalanya aku merindukan rumah, merasa lelah dengan tugas-tugas kuliah, atau gugup menghadapi ujian. Namun, setiap kali aku memandang keluar jendela kamarku, melihat keindahan hutan yang terbentang, aku selalu menemukan kekuatan baru.

Hutan di luar jendela itu bukan sekadar pemandangan indah. Bagiku, ia adalah pengingat akan mimpi-mimpiku, akan tanggung jawab yang kelak akan kupikul sebagai sarjana kehutanan. Setiap pohon seolah berbisik, mengingatkanku untuk terus berjuang, untuk tidak menyerah.

Malam harinya, setelah seharian penuh aktivitas kuliah, aku kembali ke kamar asrama. Kelelahan, tapi ada rasa puas di hatiku. Aku membuka jendela, membiarkan angin malam yang sejuk masuk ke kamar.

Bulan bersinar terang di atas kanopi hutan. Cahayanya menerangi kamar kami yang remang-remang. Aku mengambil buku harianku dan mulai menulis:

"Hari ini, seperti hari-hari sebelumnya, aku belajar banyak. Bukan hanya dari buku dan dosen, tapi juga dari hutan di luar jendelaku. Ia mengajariku tentang ketangguhan, tentang bagaimana tetap berdiri tegak meski badai datang. Mungkin inilah maksud Tuhan menempatkanku di sini, di kamar asrama dengan pemandangan hutan yang indah ini. Untuk mengingatkanku bahwa mimpi-mimpiku, seperti pohon-pohon di luar sana, bisa tumbuh tinggi jika aku terus menyiraminya dengan kerja keras dan doa."

Aku menutup buku harianku, memandang sekali lagi ke arah hutan sebelum menutup jendela. Besok akan jadi hari yang baru, dengan tantangan barunya. Tapi aku siap menghadapinya, karena aku tahu, di balik jendela kamar asramaku, ada hutan yang selalu mengingatkanku pada kekuatan dan ketangguhan.

Malam semakin larut, dan aku pun terlelap, diiringi suara desir angin dan gemerisik dedaunan dari hutan yang menenangkan, mengantarkanku ke alam mimpi di mana aku bisa terbang tinggi, meraih bintang-bintang, seperti pohon-pohon tinggi di luar jendelaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun