Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu. Ini adalah malam terakhir di tahun 1984. Dan aku ingin menghabiskan malam yang istimewa ini dengan sahabatku, Roy. Aku ingin menghabiskan sisa waktu di tahun ini dengannya. Ini akan menjadi kebersamaan kami yang terakhir di tahun yang penuh dengan suka dan duka.
Aku dan Roy sudah bersama sejak masih kecil. Pada dasarnya dia adalah orang yang sangat baik. Sayangnya, dia mempunyai catatan hitam di portofolio hidupnya.Â
Dia sempat merasakan dinginnya meringkuk di dalam sel penjara selama kurang lebih 5 tahun lamanya. Semua itu terjadi karena dia telah membunuh 'keadilan'.
Pada suatu malam minggu sekitar 6 tahun yang lalu, Roy berniat mengapel ke rumah pacarnya yang bernama Linda. Bunga mawar merah ia siapkan untuk memberikan kejutan bagi sang kekasih. Juga pakaian yang bagus dan tubuh yang wangi.Â
Sesampainya di depan rumah Linda, ia merasa ada yang aneh. Tidak seperti biasanya sang kekasih tidak menyambutnya di teras rumah. Dan setelah ia melangkahkan kakinya memasuki teras, terdengarlah suara tangisan Linda disertai dengan teriakan meminta tolong.Â
Tanpa berpikir panjang, ia langsung memasuki rumah Linda yang ternyata tidak terkunci. Dengan bergegas ia mendekati sumber suara tangisan yang terdengar sangat menyayat hati. Betapa terkejutnya Roy ketika ia sampai di dapur.Â
Ia melihat sang pacar yang meronta-ronta digagahi oleh seorang lelaki tak dikenal. Amarah memuncak seketika. Ia ambil pisau yang terpajang di lemari dapur.
Dengan beringas ia tancapkan ke punggung kiri si pria jahanam. Menembus sampai ke jantungnya. Laki-laki itu tergeletak seketika. Matanya mendelik. Nafasnya berhenti. Roy dan Linda lekas berpelukan. Mereka menangis sejadi-jadinya
Sungguh sial nasib Roy, karena ternyata lelaki yang ia bunuh adalah anak dari Pejabat Penyelenggara Negara. Roy tidak bisa mengelak. Tidak ada alasan apapun yang bisa diterima, Roy harus rela menerima hukuman. Ia dipenjara.Â
Sementara Linda yang sudah lemah secara mental, perlahan demi perlahan tubuhnya tidak kuat bertahan. Linda meninggal setelah 2 tahun lamanya tidak mau makan.
Roy yang sekarang berada di hadapanku ini adalah seorang penjahat di mata warga. "Roy adalah lulusan penjara", begitu kira-kira obrolan yang sering dibicarakan warga.Â
Kebanyakan warga memang tidak banyak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Media masa sudah dikuasai Negara dan orang-orang di baliknya. Media hanya memberitakan keburukan Roy saja. Keterlaluan memang.
Malam ini harus menjadi malam yang indah untuk Roy. "Kamu bebas makan dan minum apapun yang kamu mau, aku yang bayar!", seruku pada Roy. Ia terlihat sangat bahagia. Aku lebih bahagia tentunya. Kami melewati malam pergantian tahun baru bersama. Ditemani canda tawa.Â
Malam semakin pagi. Akhirnya kita memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Aku memeluknya sebelum kita berpisah. "Aku harus kuat seperti kamu yang sudah terlalu kuat menghadapi semua ketidakadilan ini", ucapku di dalam hati.
Akhirnya pagi datang juga. Waktunya aku untuk bekerja, meskipun sebenarnya ini tanggal merah. Aku mendapat tugas dari komandanku. Tugas ini tidak bisa ditolak ataupun ditunda. "Demi keamanan Negara kita tercinta", ujar Pak Komandan.Â
Aku buka jendela kamarku. Ku buka lebar-lebar hingga angin pagi berebutan masuk ke dalam kamarku. Rumah Roy dapat terlihat dengan jelas lewat  jendela kamarku. Lalu ku siapkan peralatan kerjaku, sebuah senjata laras panjang yang dilengkapi dengan peredam suara. Ku todongkan moncong senjata ke lubang jendela. Lewat lensa bidikan aku melihat Roy keluar dari pintu rumahnya. Kutarik pelatuk. Roy jatuh seketika, juga air mataku.
"Semua ini kulakukan supaya kamu cepat bertemu dengan Linda"
(Cerita ini ditulis di Hari Hak Asasi Manusia sedunia, 10 Desember 2021, untuk mengenang peristiwa Petrus 1983-1985)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI