Ia tak pernah yakin dengan kata-kata cinta dari mulut lelaki. Termasuk gombalan Valen. Bujang lapuk di Pasar Maling itu, berulangkali menyatakan cintanya. Namun Mona tak dapat membedakan, apakah dia serius atau bergurau saja.Â
Pagi tadi Mona melihat Valen datang. Namun tak melihat ia membuka lapak. Pandangannya beralih ke kedai kopi milik Bude Wati. Dan benar saja, Valen tengah bersantai sembari menikmati secangkir kopi.Â
Valen yang menyadari Mona menatapnya dari jauh, menepuk-nepuk bangku di sampingnya. Dan hal itu balas Mona dengan kepalan tangan. "Eh, dasar lelaki pemalas!"
Mona meminta Valen menjaga lapaknya sebentar. Ia harus mengantar Bento ke tempat les bahasa Inggris. Dan bantuan macam itu, perkara sepele bagi Valen. Pernah sekali waktu, ia diminta menambal atap bocor.
Begitu Mona kembali, Valen tiba-tiba berkata,"Bento sudah besar, dia butuh sosok bapak."
Mona menunda rencananya merapikan lapak. Ia mengambil duduk di tepi meja. Menatap Valen dan ia menjawab,"Bento lebih butuh makan. Kasih sayangku sudah cukup, kukira."
Valen meletakkan krat bekas minuman di depan Mona. Duduk. Dan dengan wajah serius ia berkata, "Besok aku mau pergi ke Jakarta. Maukah kau ikut denganku?"Â
Mona diam saja.Â
"Aku dapat pekerjaan bagus di Jakarta. Kukira gajinya cukup untuk kita bertiga."Â
"Eh, siapa kita?" Mona seolah kaget saat mendengar kata-kata Valen.Â
Belum sempat Valen membuka mulut. Mona kembali berkata, "Kau berhak untuk hidup lebih baik, Valen. Kau orang baik."