Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Tak Ada Cinta di Pasar Maling

18 Februari 2022   10:03 Diperbarui: 21 Februari 2022   22:00 1611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi keramaian pasar dalam bayangan. (sumber: pixabay.com)

Dan Mona asal menjawab,"Nak, bapakmu hilang di hutan!" 

Sejak Bento masih bayi merah, Mona sudah membawanya pergi bekerja. Pekerjaan apa saja ia lakukan. Mulai dari binatu, juru parkir, dan pelayan rumah makan. Hingga ia fokus mengurus lapak barang bekas di Pasar Maling, yang diwariskan mendiang paman. 

Selain berkutat di Pasar Maling, rutinitas Mona ialah mengantar Bento ke tempat les matematika. Setelah makan siang, berlanjut ke tempat les bahasa Inggris. Dan sebelum Maghrib, ia membawa Bento ke kios reparasi laptop milik Pak Ali, untuk kursus komputer. 

Bagi Mona, meski hidup sulit. Namun soal pendidikan tak boleh pelit. Menjadi orang terpelajar, bukan jaminan kaya raya. Namun paling tidak, Bento memiliki bekal yang lebih baik di masa depan. 

Ilustrasi sosok perempuan dan bunga. (Gambar: Freeillustrated Via Pixabay)
Ilustrasi sosok perempuan dan bunga. (Gambar: Freeillustrated Via Pixabay)

Hari ini, Mona terlambat membuka lapak. Motor mogok. Ia harus menuntun ke kios bensin eceran. Dua botol dituang. Dan sepeda motor melesat secepat kilat.

Lampu sein berkedip ke kiri, Mona tetap melaju lurus. Ngebut, sepeda motornya seperti tak pakai rem. "Eh, waktu adalah uang!" 

Lolongan klakson tiba-tiba terdengar. Mona gemetar, hampir hilang kendali. Hanya seratus meter dari lapaknya, dan tak menduga, di belakangnya ada motor lain dari arah yang sama. Ia mengurangi kecepatan dan bersiap menepi ke kiri.  

Namun tak lama, jeritan klakson kembali memekakkan telinga. Mona terkesiap. Ia menoleh ke kiri, karena spion hanya terpasang di sisi kanan. Memincingkan mata. Dan siap menyembur umpatan.

Namun air mukanya berubah. Mona mengenali sosok pengendara jahil itu. "Kalau orang lain, sudah kupukul kau, Valen!"  

Valen menghentikan sepeda motornya di samping lapak milik Mona, ia menatap genit. Tersenyum. Dan berkata, "Oh, jadi selama ini kau anggap aku orang dekat?" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun