Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Net-Zero Emissions, Mencintai Bumi Dengan Sederhana

23 Oktober 2021   14:45 Diperbarui: 23 Oktober 2021   14:51 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pohon di dalam gelembung kaca (Foto: ejaugsburg Via Pixabay)

Apa yang terlintas dalam benak kita saat mendengar tentang Net-Zero Emissions. Efek rumah kaca, perubahan iklim, lapisan es kutub yang mencair, jumlah hitung-hitungan karbon, perubahan pola hidup, ataukah biaya mahal program tersebut. Dan hal-hal rumit lain yang jawabannya sulit ditemukan dalam mesin pencarian di internet? 

Tunggu dulu, jangan beranjak. Memahami Net-Zero Emissions atau Nol-bersih emisi, tidak akan membuat kantong bolong. Dan mengancam aktivitas rutin dengan sebuah perubahan ekstrem. Net-Zero Emissions adalah tentang memberikan nilai tambah pada kehidupan kita sehari-hari. 

Namun sebelumnya kita harus sepakat. Bahwa kita manusia, dan hidup saling terhubung di bumi yang sama. Bernafas, dan membutuhkan kenyamanan. Bukan makhluk bulan atau planet lain di ruang angkasa. Dan bukan pula bot di dalam jaringan, yang tidak membutuhkan kenyataan. 

Baiklah, bila kita terbiasa melakukan aktivitas peduli lingkungan dengan menanam pohon, menggunakan bahan bakar rendah emisi, atau mulai berpikir beralih pada kendaraan listrik. Maka kita telah selangkah lebih maju. 

Kita telah menyadari bahwa, melakukan penghematan listrik, beraktivitas dengan kendaraan umum, bersepeda, menggunakan produk-produk daur ulang, dan menjaga kelestarian alam adalah cara untuk mendukung Net-Zero Emissions. 

Secara sederhana, Net-Zero Emissions adalah upaya untuk menyeimbangkan antara daya serap emisi karbon, dengan pelepasan karbon ke atmosfer. 

United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menetapkan enam jenis gas rumah kaca yang dihasilkan oleh tindakan manusia: Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Nitro Oksida (N2O), Hydrofluorocarbons (HFCs), Perfluorocarbons (PFCs) dan Sulfur hexafluoride (SF6). Sumber: iesr.or.id

Di mana gas rumah kaca tersebut, secara alamiah diserap oleh pohon, lautan dan tanah. Dan yang lebih penting untuk memahami itu semua adalah mindset yang positif. Bahwa kemudahan dan kesenangan yang dinikmati saat ini, harus dapat dinikmati lebih baik oleh anak-cucu kita di masa depan. 

Bukankah kita tak ingin, generasi saat ini dianggap pembual oleh generasi selanjutnya. Severn Cullis-Suzuki pada Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan (UNCED), Rio 1992. Di usia 12 tahun, ia telah berbicara mengenai aksi penyelamatan bumi. 

Berselang 29 tahun, hal serupa dilakukan Greta Thunberg dengan "blah, blah, blah" pada gelaran Youth4Climate di Milan, September lalu. Namun yakinlah, meski lambat, usaha itu tidak boleh berjalan di tempat. 

PBB melalui United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menggelar berbagai konferensi tingkat tinggi. Bersama aktivis lingkungan, dan para pemimpin dunia, telah mengambil langkah terbaik untuk mengatasi perubahan iklim. 

Mereka mendesak investor kelas kakap, korporasi-korporasi besar, dan negara maju untuk segera mengalihkan fokus pada produk-produk ramah lingkungan. Dimulai dari Kyoto protokol 1997, Bali Roadmap 2007, Paris agreement 2015. Dan lain-lain. 

Namun wacana dan tindakan nyata bukan hanya milik mereka. Kita sebagai bagian masyarakat dunia, tidak hanya menjadi penonton. kitalah yang secara langsung mengambil peran penting itu.

Tentu kita tidak dapat menutup mata pada bahaya yang mengancam akibat perubahan iklim. Banjir, suhu ekstrem, kebakaran hutan,  dan anomali cuaca. 

Hujan di bulan Juni, kini bukan hanya milik Pak Sapardi. Mencintai bumi dengan sederhana dapat dilakukan untuk memperbaiki itu semua. 

Lantas bagaimana cara mendukung Net-Zero Emissions secara sederhana? 

1. Telekomunikasi

Manusia melakukan komunikasi jarak jauh dengan berbagai cara. Alat komunikasi dengan sinyal asap, berganti dengan mengikat secarik kertas di kaki burung elang atau merpati. Dan saat ini, dilakukan melalui perangkat  internet atau smartphone. 

Kemudahan berkomunikasi saat ini, dapat diperoleh dengan harga terjangkau. Bagi generasi milenial, tentu mengalami betapa mahalnya alat komunikasi tersebut di masa lalu. 

Emisi CO2 yang membahayakan, bukan hanya dihasilkan oleh panggilan mantan yang membuat desah nafas kian cepat. Namun industri pembuatan dan sampah sektor telekomunikasi, turut andil dalam pemanasan global. Hal ini diperparah dengan tren smartphone yang berubah setiap tahunnya.

Hal yang dapat kita lakukan adalah memilih smartphone yang awet dan tahan lama. Merawat dan memiliki smartphone tanpa latah mengikuti tren, tentu tidak membuat kita kurang update (kudet). Karena fungsi dan perangkat kekinian, dapat diunduh secara online. 

2. Transportasi

Emisi dari moda transportasi berupa Karbondioksida (CO2), Karbon (CO), Nitrogen Oksida (NOx), telah lama menjadi momok bagi kota-kota besar. Peralihan bahan bakar, dan inovasi mesin kendaraan sudah dilakukan. 

Di masa lalu kita berpikir untuk memiliki kendaraan pribadi karena tak nyaman berdesakan, atau berbagi bau badan dengan penumpang lain. Bus kota berasap hitam, membuat sakit mata dan pening.

Namun saat ini sudah banyak pilihan kendaraan umum yang menyenangkan, rendah emisi dan efisien. Dan memarkirkan kendaraan pribadi untuk keperluan rutin, sepertinya menjadi pilihan terbaik. Hemat biaya dan bersahaja. 

Bila saat ini kita terbiasa bepergian dengan KRL, atau kendaraan umum bebas emisi lainnya. Maka tak sulit untuk menerima moda transportasi bebas emisi terbaru di masa yang akan datang. 

3. Sumberdaya energi 

Sejak bergulirnya revolusi industri di tahun 1760, kemajuan teknologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kian berkembang. Dan berdampak besar pada kehidupan manusia. Sumber energi fosil dari aktivitas pertambangan menjadi tumpuan. 

Sektor energi menyumbang seluruh gas efek rumah kaca di atmosfer. Menopang Industri manufactur, transportasi, pertanian dan pertambangan. Di mana kemudahan yang dihasilkan, harus dibayar mahal dengan kerusakan alam dan tatanan sosial. 

Kini, kesadaran untuk hidup selaras dengan alam harus menjadi prioritas. Beralih pada sumberdaya energi yang ramah lingkungan adalah suatu keharusan. 

Kita kadang tak pernah tahu, listrik yang kita pakai berasal dari pembangkit listrik bertenaga apa. Mengusir serangga di rumah dengan bahan kimia. Dan menghemat pemakaian AC (Air Conditioner) hanya berdasarkan tagihan. 

Rencana pemerintah untuk berhenti membuat proyek PLTU perlu diapresiasi. Memaksimalkan PLTA dan membuat pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan angin (PLTB) merupakan langkah bijak untuk mendukung Net-Zero Emissions. 

PLTU yang telah ada didorong untuk menggunakan batu bara rendah emisi. Inovasi untuk mendukung dekarbonisasi di seluruh sektor energi harus mendapat perhatian serius. 

Dari rumah kita dapat menggunakan listrik sesuai kebutuhan. Panel Surya dapat menjadi pilihan. Mulai menggunakan tanaman anti serangga dan menambah produksi oksigen. Begitupun dengan bahan bakar kendaraan, BBM rendah emisi, terbukti lebih baik untuk performa mesin.

Bukankah kita telah berhasil melaksanakan konversi minyak tanah ke LPG. Proses yang sama dapat kita lakukan, untuk mendukung teknologi ramah lingkungan dan sumber daya energi terbarukan. 

4. Pangan

Meski terkesan sebagai industri ramah lingkungan, pertanian dan peternakan nyatanya menyumbang Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Nitro Oksida (N2O) yang signifikan ke atmosfer. 

Bukan hanya proses pembukaan lahan yang menyebabkan bencana. Namun pemakaian pupuk kimia, pestisida, dan pengelolaan limbah kotoran hewan dan sisa makanan menjadi masalah yang harus diselesaikan. 

Perbaikan sistem pertanian nasional yang ramah lingkungan oleh pemerintah tentu harus mendapatkan dukungan. 

Dari dalam rumah kita bisa mulai memilah sampah organik dan non organik. Menggunakan sampah dapur untuk pupuk alami tanaman dan mengurangi pupuk kimia untuk perkebunan. Pilihan mengkonsumsi bahan makanan organik dapat dilakukan. 

Pertanyaan selanjutnya, bukankah industri besar harus melakukan divestasi dan investasi untuk memberikan dampak yang lebih besar? 

Di Indonesia, Indika Energy sejak 2018 memulai langkah divestasi dan investasi untuk mendukung dekarbonisasi. Mulai dari sektor pertambangan, energi baru dan terbarukan. 

Komitmen serupa harus didorong untuk korporasi-korporasi besar lainnya. Dan Net-Zero Emissions dapat terlaksana lebih cepat dari target pemerintah di 2060.

Karena Net-Zero Emissions bukan soal mengubah kebiasaan lama. Namun menambah nilai pada kebiasaan baik yang rutin kita lakukan. 

Langkah kecil dan sederhana dapat dilakukan untuk mendukung Net-Zero Emissions. Bersama kita bisa. Dan tentu berdampak besar bagi bumi dan generasi selanjutnya di masa depan. 

Bukankah tugas kita saat ini adalah memastikan Bumi yang kita tempati sekarang, masih nyaman dihuni oleh generasi mendatang. Dan semuanya dimulai dari diri sendiri. 

Perubahan adalah keniscayaan. Pastikan perubahan yang lebih baik untuk bersama kita inginkan.

**

Referensi: 

  • Kompas
  • Wikipedia
  • IESR
  • UNFCCC
  • Forestdigest

Indra Rahadian / 24 Oktober 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun