Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Malioboro, Romansa dan Kenangan

18 September 2021   11:33 Diperbarui: 18 September 2021   11:45 2347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi papan nama jalan Malioboro (Foto: Agto Nugroho Via Unsplash)

Kupandang raut wajahnya yang khawatir. Menerka omelan apa yang akan diterima, setelah kami menghabiskan malam dan pergi tanpa pamit dari rumahnya. Kanjeng Romo dan Kanjeng Ibu pasti murka. Dan seperti biasanya, mereka akan menyuruh orang untuk memberi peringatan padaku. 

Bila hal buruk terjadi, Kau dapat menemukan aku di sini. Di akhir pekan yang ramai di setiap pukul tiga pagi, Widya.

Belum sempat kuteguk wedang di meja. Dua orang berbadan tegap menjelang ke arah kami. Widya menghela nafas, ia tahu mereka pesuruh Kanjeng Romo. Dan hal buruk pun terjadi, akibat ulahku sendiri. 

Darah muda membuatku merasa jumawa dan lantang berkata, "Tak perlu dijemput paksa! Aku yang akan mengantar Widya pulang ke rumah!" 

"Koe ra pantes! Trembelane!" Dan sebuah tinju tepat menghantam wajahku. Disusul tinju bertubi-tubi. Namun perlawananku sia-sia. Kala tangis histeris Widya sudah tak terdengar lagi. Hening. Keramaian seakan mati. 

Rasa sakit di tubuhku, tak pernah kuingat lagi. Namun sakit di hatiku, membakar ambisiku. Darah biru. Kelak kan kubayar penghinaan itu dengan setumpuk materi. Menyilaukan mata mereka. Hingga buta, pada strata sosial yang memilah-milah warna darah manusia. 

Sejak hari itu, aku menutup hati dan kedua kuping. Mencurahkan masa dan segenap daya untuk meraih sebanyak-banyak materi. Bekerja dan bekerja. Tak peduli berapa lama waktu. Hingga lelah dan hampir menyerah. Menepi dan menata diri berkali-kali.

Dan kini aku kembali ke kota ini. Menyelami peristiwa masa silam yang melemparkanku pada kesuksesan hidup. Dimata orang-orang. Bukan di mataku. 

"Sial!" Kunci mobilku tertinggal di angkringan Mas Lik. Dan hal itu membuatku harus kembali ke sana.

Lelaki tua terpogoh-pogoh membuka pintu mobil majikannya. Dari dalam mobil mewah berwarna putih, perempuan paruh baya melangkah keluar dan duduk di angkringan Mas Lik. Ia begitu anggun. 

Dadaku seketika beku. Ya, aku mengenal paras cantik itu. Kerutan-kerutan kecil pada wajahnya, tidak menghalangi binar kecantikannya. Widya tak pernah berubah. 

Aku terpana. Kami saling bertatapan dan mengunci kata-kata. Terpaku. Mengekang hasrat yang bergelora di dalam dada. Aku memesan kembali secangkir wedang. Dan mengambil duduk, tepat di sampingnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun