Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Malioboro, Romansa dan Kenangan

18 September 2021   11:33 Diperbarui: 18 September 2021   11:45 2347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantunan lagu "Cinta Putih" milik Katon Bagaskara, kupesan dimainkan bersama petikan gitar Mas Gun. Kala kusematkan cincin perak berukirkan nama kami di jari manis Widya. 

Dan aku memaknai peristiwa itu layaknya mengibarkan bendera putih. Menyerahkan kebebasan masa muda dengan komitmen dan tanggung jawab. 

Widyastuti Larasati, maukah kau merajut hari-hari bahagia bersamaku?

Malam itu, Widya menitikkan air mata. Haru. Memandangi cincin perak yang melingkar di jari manisnya. Menggenggam jemari tanganku. Ia tak menjawab apa-apa. Hingga kami beranjak, melangkah pergi. Menyusuri keramaian di bawah lampu-lampu kota. 

Orang bilang, aku nekat menjalin hubungan dengan seorang gadis ningrat. Darahku tak biru. Bibit, bebet dan bobot yang tertuang di akta kelahiranku tak menggunakan aksara Jawa. Tanpa gelar budaya dan silsilah istimewa.

Ibuku di kampung tak pernah khawatir tentang hubungan kami. Beliau mungkin berpikir, kisah cinta ini hanya sementara. Masa pubertas, cinta monyet atau sekadar dinamika remaja. 

Mereka melepasku ke Yogyakarta untuk kuliah. Dan percaya, anak lelakinya tidak akan membuat masalah. Hingga suatu ketika, aku membawa Widya berkunjung ke rumah. 

Di depan Widya mereka begitu ramah. Namun di depanku, ayah dan ibu tak dapat menyembunyikan kekhawatiran. 

Hari itu juga, ibu memintaku mengantar pulang Widya ke Yogyakarta. Kamipun harus mengurungkan niat untuk bermalam di Tasikmalaya. 

Kenyataannya memang rumit. Keluarga besar Widya tak pernah bisa menerimaku. Mereka berkata, aku hanya membawa pengaruh buruk baginya. 

Malam di Malioboro. Keramaian menyeret kami dalam kegembiraan. Mengabaikan dunia, seolah esok takkan pernah tiba. Dan kami akan selalu bersama. Kupikir, saat itu aku memang belum dewasa. 

"Besok, apakah kita akan bertemu lagi, Han?" ucap Widya, sembari menuangkan wedang miliknya ke dalam cangkir milikku yang telah kosong. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun