Akibat ulah pemburu, Wak Abu terbaring selama lima hari, untuk menyembuhkan luka dan lebam di sekujur tubuhnya. Aku tak bisa menolong. Mereka tak boleh tahu aku berada di sini. Di hutan ini.Â
Dentuman senapan terdengar di pagi buta. Lolongan owa dan pekikan burung-burung memecah kesunyian. Lambat-laun para pemburu akan tiba di tempat ini. Dan aku harus melakukan sesuatu. Kugenggam sebilah belati. "Mereka harus dihentikan!"
Suara menggeram di balik kegelapan. Aku tahu ada harimau yang datang ke sini. Semakin hari, suara itu kian terdengar jelas. Mungkin itu pula yang mengundang pemburu datang mendekat. Mereka tak harus masuk terlalu jauh ke dalam hutan.
Harimau itu tidak mengaum. Pertanda dia sendirian tanpa kawanan. Apa yang membawanya ke tempat ini. "Dan Wak Abu, kemana dia?"Â
Aku bergegas berlari ke atas tebing. Melihat dari atas apa yang sedang terjadi di bawah sana. Desing peluru berulang kali terdengar. Kutakut sesuatu terjadi pada Wak Abu.Â
Dari jauh kulihat sekelompok pemburu tengah merambah hutan. Seorang pemburu memisahkan diri ke arah pondok kami. Ia tengah mencari persinggahan. Aku harus mencegahnya. Kuyakin, ada harimau yang tengah mengintai di dekat sana.Â
Setelah menuruni tebing, akhirnya aku dapat menghadang langkahnya. Pemburu itu mengarahkan moncong senapan tepat ke muka. Ia bersiap menarik pelatuk, sembari menatapku dengan seksama.
"Bos! apa yang kau lakukan di sini?"Â
Aku mengenal pemburu itu. Kuangkat belati dan mencoba mengancamnya. "Pergilah! Sebelum koyak lehermu kubuat!"
Ia mundur beberapa langkah, seraya berkata, "Bos, kau yang mengajari kami memenggal gajah untuk diambil gadingnya! Memburu harimau untuk diambil kulitnya! Membabat hutan untuk menambah kekayaan! Mengeruk bukit dan gunung!"Â
"Diam!"Â
Tiba-tiba seekor harimau menyambar pemburu itu dari belakang. Mencabik-cabik punggung dan menancapkan taring pada lehernya. Ia menerkam seakan tengah kelaparan. Bukan, itu adalah kemarahan!