Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Malam Sebelum Proklamasi

17 Agustus 2021   09:58 Diperbarui: 18 Agustus 2021   21:59 5261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepucuk kyūkyū-shiki tan-shōjū, senapan laras panjang yang kurampas dari serdadu Dai Nippon malam tadi, kugosok sampai mengkilap. Minyak kelapa yang biasa dioleskan ke rambutku saat berkunjung ke rumah Aminah, kupakai menggosok senapan. 

Konon serdadu PETA bernama Lukas, telah memerintahkan penyerangan pos-pos serdadu Nippon di wilayah Karawang dan Purwakarta. Kami mengikuti petunjuk yang diberikan seorang Jawara bernama Uneb untuk ikut serta dalam aksi tersebut.

Laskar-laskar di pelosok Karawang sudah lebih dahulu bergerak. Dan aku ikut dalam penyerangan malam tadi. Para pentolan laskar tak senang, karena Dai Nippon tidak bersungguh-sungguh menyerahkan kemerdekaan Indonesia. 

"Merdeka!"

Hiruk-pikuk laskar berdatangan dari arah stasiun Karawang. Kabarnya, hari ini akan ada peristiwa besar. Raden Soejono dari Purwakarta, akan memimpin upacara penurunan bendera Kekaisaran Jepang di Rengasdengklok. Malam sebelumnya, Bung Karno dan Bung Hatta sudah tiba di sana. 

Aku tertidur di warung nasi Ceu Entin di seberang stasiun. Memeluk senapan satu-satunya harta milikku. Menunggu tumpangan ke Rengasdengklok bersama lima orang anggota laskar Hizbullah. 

Kami akhirnya memutuskan berjalan kaki ke arah Tanjung Pura. Kemudian menumpang truk pengangkut limbah tahu untuk pakan babi ke daerah Sedari. Dan berencana turun di Rengasdengklok. 

Meski tak saling mengenal, kami sadar tengah berjuang untuk bangsa yang sama. Bangsa Indonesia. Bangsa yang tidak pandang agama, ras dan golongan untuk hidup bersama. Begitulah kata orang-orang yang mendengar pidato Bung Karno di Jakarta. 

"Kamu harus tahu, Kang. Dai Nippon sudah kalah perang lawan sekutu. Tanah air mereka porak-poranda," ucap salah satu laskar. 

"Berarti hari ini kita betul-betul merdeka, Kang," jawabku. 

"Kamu tak lihat di kiri-kanan sudah berkibar merah putih, Kang." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun