Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Perayaan Patah Hati

16 Juni 2021   11:52 Diperbarui: 17 Juni 2021   21:24 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

FREDDY merayakan pesta perpisahan di sebuah cottage di tepi pantai. Pialang kawakan yang berpengalaman puluhan tahun di lantai bursa. Hari itu memasuki masa pensiun. 

Meraup nilai rata-rata transaksi lebih dari sepuluh juta US dolar per bulan. Ia adalah legenda. Menopang korporasi besar dengan kemampuan analisis. Menerka arah dan menjatuhkan keputusan krusial. Bukan perintah. 

Ia mengangkat cawan tinggi-tinggi. Sukacita terpancar dari wajahnya. Sebatang cerutu masih menempel di bibirnya. Dan sorak-sorai handai taulan pun bergemuruh menyambut. Itulah pesta penghabisan. 

Debur ombak menelan keceriaan dan riuh tawa di perayaan pensiun Freddy. Hingga tersisa ceceran minuman dari botol-botol berserakan. Dua mantan rekan kerja terkapar mabuk dan tiga pelayan perempuan yang menahan kantuk. 

Malam belum berakhir, tetapi pesta sudah bubar. Dengan langkah sempoyongan, Freddy menuju kamar kecil. Ia memuntahkan seluruh kegembiraan dan sukacita ke dalam closet di malam itu. 

"Halo?" 

Freddy sempat mengangkat panggilan. Dengungan panjang dari ujung telepon berbunyi. Hingga kegelapan menelan kesadaran dan menuntunnya ke dalam mimpi. Lelap, lembab, dan gelap. 

Dua hari kemudian, Freddy tengah berada di sebuah tayangan talk show. Menjadi salah satu narasumber dalam acara bertajuk, "Bincang-Bincang Bisnis" di televisi. 

Puluhan audience terlihat antusias, wajah berseri dan berpakaian rapi. Mereka bukan penonton bayaran, tetapi pekerja yang tengah mengais pengetahuan. 

Setelah sesi perkenalan narasumber, pembawa acara mulai mengajukan pertanyaan. Kali ini, Freddy yang mendapatkan giliran. Ia terlihat sangat percaya diri di depan kamera. Tak ada keraguan.

"Bapak Freddy, apa rahasia kesuksesan karier Anda?" tanya pembawa acara.

Freddy memandang ke arah kamera dan tersenyum. Ia pun menjawab, "mudah saja, yakni menerka dengan cerdas. Kalian tak perlu pintar, semua ada jalan pintas." 

"Bisa lebih spesifik?" pembawa acara kembali bertanya, kali ini dengan raut wajah penasaran. 

"Sewaktu kecil, saya menghitung kancing untuk menuntaskan soal ujian."

Belum selesai ia berbicara, gelak tawa para hadirin membahana tak tertahankan. Memotong ucapan yang belum tuntas. Dan hal itu membuatnya cukup kesal. 

"Ini serius! bahkan saat berspekulasi di bursa saham, tak jarang saya pasrahkan pada suara tokek," ucapnya dengan nada tinggi. 

Tiba-tiba saja acara terhenti jeda iklan. Dan saat acara kembali dimulai, Freddy sudah tidak terlihat lagi sebagai narasumber di sana. 

Di belakang panggung, Ia terlihat tengah berdebat dengan produser. Freddy tak terima diusir, sedangkan ia belum selesai memaparkan jawaban. 

Reputasi bertahun-tahun yang dibangun, runtuh dalam semalam. Hilang muka di depan layar kaca. Kredibilitas sebagai pialang andal, kini dipertanyakan. 

"Maaf, kami mengundang profesional, bukan cenayang."

Kata-kata itu memicu kemarahan Freddy. Ia tak sudi lagi tampil di depan umum. Dalam hatinya memendam kekecewaan. Mengapa semua orang menertawakan jawabannya. 

Ia belumlah tuntas berbicara soal implementasi probabilitas. Rahasia besar yang menjadi kunci keberhasilannya dalam berkarier. Hasratnya berbagi ilmu seketika padam.

Dan hanya karena analogi kancing dan suara tokek, orang-orang menjadi skeptis. Kenapa mereka begitu cepat menghakimi. 

"Bergegas!"

Mercedes-Benz berwarna hitam meluncur keluar dari stasiun televisi. Sang supir sekilas memandang tuannya dari kaca spion dalam. Ia paham ke mana tuannya ingin pergi saat terlihat murung, marah dan kecewa. 

Freddy tertunduk lesu di sebuah bar. Ia baru saja membanting gadget ke atas meja. Ia kesal, karena tak ada seorangpun menjawab panggilannya. 

Bartender memandang heran ke arah kakek tua itu. Terlebih, Freddy belum menyentuh gelas Martini di depannya. 

Tangan ringkih berbalut kulit keriput. Freddy mengarahkan pandangan pada tangannya sendiri. Ia kemudian mengambil kotak cerutu dari balik jas. 

Dan Freddy tersadar, waktu cepat bergulir. Padahal, baru kemarin ia merasakan kesuksesan dalam karier. Baru kemarin ia merasakan surga dunia dalam kerlap-kerlip lampu pesta. Memborong seluruh pujian, trophy, dan penghargaan profesi.

Namun, penyesalan mulai menyeruak dalam benak kakek tua itu. Bayangan batu nisan orangtua yang tak pernah ia kunjungi semasa hidup. Paras gadis-gadis cantik berkostum seksi dalam pesta gila setiap malam. Muka lebam mantan istri yang tengah menangis. Dan tatapan kosong anak satu-satunya dari balik jeruji besi. 

Ia meletakkan kotak cerutu di atas meja. Ia tertawa keras. Namun air matanya mengalir deras. Freddy berteriak dalam hati. Ditikam pilu yang datang dari masa lalu.

Bagaimana bisa, aku mempertaruhkan masa muda, keluarga, dan rumah tangga, hanya untuk sekotak cerutu dan segelas Martini. 

Terkadang, dinamika kehidupan ibarat perjudian panjang. Bahkan saat kita tak mempertaruhkan apapun. Kerugian dan kehilangan akan selalu ada.

**

Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.

Indra Rahadian

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun