Bila pada artikel non fiksi, kita dapat menjabarkan opini, analisa, kritik atau bahkan solusi, melalui sudut pandang pribadi maupun berdasarkan referensi terpercaya. Namun, batasan etika akan melekat erat pada setiap kata-kata.
Sedangkan dalam dunia fiksi, kita sebenarnya lebih leluasa untuk menggunakan umpatan paling kasar sekalipun ke dalam rangkaian cerita.
Saya akan mengambil sebuah keresahan yang paling relevan di lingkungan terdekat, untuk menentukan sebuah tema. Kemudian menautkan keresahan tersebut dengan orang-orang di sekitar.Â
Kedai kopi, teras rumah dan balai warga, adalah tempat paling ideal untuk mengambil kisah-kisah menarik. Kita bisa berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang.Â
Di mana orang-orang berbicara jujur tentang masalah paling sensitif, meskipun belum saling mengenal satu sama lain. Bahkan tak perlu terlibat langsung dalam pembicaraan, mencuri dengar kisah-kisah unik dari meja sebelah, itupun sebuah keberuntungan.
Mengendalikan Keingintahuan
Imajinasi memang tidak ada batasnya. Namun, seberapa sanggup kita menuangkan imajinasi menjadi rangkaian kata-kata yang mudah dimengerti.Â
Seorang teman pernah bertanya, "apakah Malaikat di zaman sekarang masih mencatat dosa dan amal baik?"
Belum sempat saya membuka mulut, ia kembali bertanya, "mungkinkah, mereka sudah menggunakan perekam video atau tekhnologi canggih lain dan tidak lagi mencatat?"Â
Tentu saja, saya tak dapat menjawab pertanyaan absurd seputar hal di luar pengetahuan manusia. Di mana banyak aktivitas lain yang lebih relevan untuk dibahas.Â
Rasa penasaran, terkadang memang menyebalkan. Dan generasi saat ini menyebutnya "kepo." Namun, bukankah seluruh fasilitas yang kita nikmati saat ini adalah hasil dari keingintahuan.
Jangan pernah membatasi keinginantahuan terlebih imajinasi, tetapi kendalikan rasa penasaran itu hanya pada informasi yang ingin kita gali. Kemudian biarkanlah imajinasi bekerja dengan liar.Â