DUA bulan, usia bayi mungil Dea. Vivi dan Idan amat bahagia. Terlebih putri sulung mereka, Ana. Kehadiran anggota keluarga baru, tentu membawa kebahagiaan.Â
Menjadi semangat tersendiri bagi Idan, untuk bekerja lebih giat. Lima tahun lamanya hidup di perantauan. Keluarga kecil ini, harus sejahtera, bahagia dan hidup berkecukupan.Â
Begitu pula dengan Vivi. Meski kantung matanya kian berkerut dan menghitam, karena waktu tidur berkurang. Namun, kebahagiaan tengah menyelimuti hati.
Dan Ana, bahkan menyimpan beberapa boneka untuk dimainkan adik kecil. Meskipun, saat ini belum dapat bermain bersama. Namun, Ana sudah tidak lagi merasa kesepian. Katanya, main sendiri sangat membosankan.Â
"Ayah, lihat boneka ini, lucu dan imut seperti adik."Â
Hidup di daerah pinggiran Kota Tangerang, dengan tetangga di kiri dan kanan cukup memberi rasa aman.Â
Namun sebagai figur Ayah, Idan menyadari jika mereka membutuhkan ruang yang lebih besar. Dan kontrakan petak dua sekat, kini terasa sempit dengan kehadiran si gadis bungsu.
Tak butuh waktu lama, Idan mendapat rumah kontrakan yang lebih besar. Memang, lebih jauh dari tempatnya bekerja.Â
Namun lingkungan nyaman dan tidak terlalu berisik. Yang pasti, suasana pagi cukup asri untuk menjemur bayi. Tanpa takut kena asap-asap masakan tetangga.Â
Vivi bersyukur, meskipun belum memiliki rumah sendiri. Namun, dengan suami yang bertanggung jawab. Semua usaha dan do'a akan menemukan jalan.Â
Pindahan rumah kontrakan, memang sangat merepotkan. Namun cukup berkesan. Mereka menikmati suasana tenang dan asri di tempat baru.Â