Ian tersenyum tersipu malu. Maklum saja, kemakmuran marbot tergantung kebaikan hati para jama'ah.Â
Meskipun tetap bersyukur dapat melaksanakan lebaran dengan kain sarung baru. Namun, dompetnya amat jarang sekali menyimpan uang lebih dari lima puluh ribu rupiah.Â
"Nah, ambil kerdus di motor saya. Ada sandal baru buat kamu," ucap Ustaz Ilham.Â
"Terima kasih, Pak Ustad," seru Ian, seraya berlari keluar mushola.Â
Ian memandang sandal baru pemberian Ustaz Ilham dengan gembira. Perasaan senang dan syukur ia luapkan dengan mengucap hamdalah.Â
"Alhamdulillah, rejeki anak soleh."
Keesokan hari. Ian melaksanakan shalat Jum'at di Masjid Al-Ikhlas. Ia berjalan berhati-hati. Jaga-jaga, sandal baru jangan sampai terkena genangan air dan lumpur.Â
"Lebaran masih lama, awet-awet biar masih kelihatan baru," gumamnya.Â
Terlihat, dua orang jama'ah menyapa Ian di depan Masjid. Ian melepaskan alas kaki. Dan membalas ucapan salam kedua jama'ah, seraya mengangkat tangannya yang memegang sandal baru.Â
"Duileh. Sandal baru nih, Bang Ian," goda salah satu jama'ah.Â
Ian cuma nyengir dan merasa bangga. Karena di antara barisan sandal-sandal jama'ah shalat, hanya sandalnya yang terlihat paling bagus.Â
"Sayang juga, udah diinjek sebelum lebaran," pikirnya.Â
Jumatan pertama di bulan Ramadhan cukup ramai. Protokol kesehatan berlaku di luar dan di dalam Masjid. Meski belum penuh seperti sebelum pandemi. Namun, cukup ramai dari tahun lalu.Â