LANGKAH mungil Afikah malam itu lebih bersemangat. Membawa obor di tangan seraya melantunkan shalawat. Keceriaan mewarnai pawai anak-anak kampung menyambut bulan suci.Â
Ramadhan menjelang se-isi dunia. Afikah tak mau ketinggalan menyambut hari-hari penuh penantian pada Adzan magrib. Bulan penuh kebahagiaan yang dirindukan.Â
"Ibu, apakah ayah akan pulang Idul Fitri nanti?" tanya Afikah.Â
"Ayahmu baru saja tiba di Abu Dhabi, cantik," jawab Ibunda.Â
Raut wajah Afikah seketika muram, kekhawatiran menyelimuti perasaan gadis kecil itu. Kerinduan pada bulan suci, teriring kerinduan pada ayahanda tercinta. Berharap beliau akan pulang ke rumah, saat takbir berkumandang di masjid-masjid menjelang hari raya.Â
Selesai melaksanakan pawai obor, Afikah masuk ke rumah dengan perasaan yang belum tenang. Ia mengambil peta di atas meja belajar. Jemari mungil mencari-cari letak Abu Dhabi, tempat ayahanda berada.Â
"Ayah, aku rindu." ucapnya lirih.Â
Ibunda memandang anak gadisnya dengan sendu. Beliau merapalkan do'a memohon keselamatan suami tercinta. Berharap kabar kepulangan akan terdengar, meski itu dirasa mustahil. Tuntutan pekerjaan pelaut tak memungkinkan suami pulang di hari raya.Â
"Cantik, do'akan saja ayah. Kesehatan dan keselamatan ayah lebih penting dari kehadiran di Ramadhan ini," pinta Ibunda.Â
"Iya, Ibu," jawab Afikah.Â
Afikah bersiap untuk terlelap. Paling tidak, ayahanda akan hadir dalam mimpi malam ini. Ia mau bercerita banyak hal.Â