Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Cerita Rakyat] "Rara Jonggrang", Pesan Leluhur dan Generasi Patah Hati

10 Januari 2021   10:35 Diperbarui: 10 Januari 2021   11:08 2470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cerita Rakyat / Relief Candi Prambanan (Foto by Pixabay)

Cerita rakyat berdasarkan naskah-naskah kuno. Maupun, cerita rakyat berdasarkan budaya tutur. Memiliki pesan moral dan nilai-nilai luhur kebudayaan. Sebuah warisan intelektual, dari pendahulu kita di masa lampau. 

Namun, tidak sedikit orang yang skeptis, bahkan apatis dalam memandang cerita rakyat. Menilai sekedar produk fiksi dari masa lampau. 

Kecenderungan yang melanggengkan ketidakpedulian generasi saat ini. Kemudian, keliru dalam memahami nilai-nilai luhur kebudayaan masa lalu. 

Hanya sekilas mengenal tradisi, cukup tahu dan patah hati saat di klaim negara tetangga.

Mengabaikan bertumpuk-tumpuk kekayaan budaya. Lalu, menasbihkan agung budaya bangsa lain. Padahal, keragaman budaya kita belum sepenuhnya digali dan dikembangkan.

"Aku tidak mengatakan, bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang ku kerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi kami, tradisi-tradisi kami sendiri, dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah."_Ir. Soekarno

Kutipan Bung Karno memberikan gambaran, bahwa nilai-nilai budaya dan tradisi, dapat dimanfaatkan demi kemajuan bangsa Indonesia. 

Begitupun Arkeolog Wuri Handoko. Dengan artikel beliau berjudul "Indonesia Bertutur : Merawat Kearifan Lokal Melalui Tradisi Tutur Nusantara". Ulasan beliau terkait "gawe besar" sangat bermanfaat untuk pembaca. 

Betapa, leluhur kita begitu indah menyimpan pesan. Melalui naskah, arsitektur dan cerita rakyat. Dalam hal ini, cerita rakyat Rara Jonggrang pada mitos asal usul candi Prambanan.

Terinspirasi dari pemaparan komprehensif arkeolog idola. Maka, penulis hanya akan memaparkan pesan moral sederhana pada cerita rakyat yang sama.

Berikut cerita rakyat, dari Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta. Berkisah tentang asal usul candi Prambanan. Dengan tokoh, Bandung Bondowoso dan Rara Jonggrang. 

Kutipan cerita rakyat Rara Jonggrang

Kisah ini bermula, saat kerajaan Pengging diserang oleh kerajaan Baka. Akhirnya, pertempuran dimenangkan oleh kerajaan Pengging. Berkat kesaktian Pangeran Pengging, Raden Bandung Bondowoso.

Setelah berhasil membunuh Prabu Baka, raja kerajaan Baka. Maka, kerajaan Pengging berbalik menyerang kerajaan Baka.

Saat memasuki istana kerajaan Baka. Betapa terkejutnya Bandung Bondowoso, hatinya terpikat kecantikan Rara Jonggrang. Putri dari Prabu Baka, yang sudah binasa di tangannya.

Singkat cerita, Raden Bandung Bondowoso jatuh cinta. Kemudian, melamar Rara Jonggrang untuk dijadikan sebagai istri. 

Namun, jawaban yang diterima lebih mengejutkan. Rara Jonggrang meminta dibuatkan 1000 candi dan dua sumur, dalam semalam. Bentuk penolakan halus, bermotif dendam atas kematian ayahanda Prabu Baka.

Ternyata, Raden Bandung Bondowoso menyanggupi permintaan tersebut. Dengan bantuan dan kerja keras mahluk halus, dedemit, jin serta siluman. Ia berhasil menyelesaikan dua sumur dan 999 candi pada pukul 4 subuh. 

Siasat Rara Jonggrang, akhirnya menggagalkan upaya Raden Bandung Bondowoso. Bunyi antan bertalu-talu, jerami yang dibakar dan kokok ayam jantan, mengusir pekerja dari Prambanan. Candi ke-1000 urung diselesaikan.

Mahluk halus mengira, malam sudah berakhir. Meninggalkan Raden Bandung Bondowoso dalam kekecewaan, amarah dan patah hati. Akibatnya, Rara Jonggrang di kutuk menjadi arca untuk menggenapi 1000 candi. 

Sekilas, kisah Rara Jonggrang seperti rekaman sejarah. Padahal dalam catatan sejarah, perebutan kekuasaan sebelum masa pembangunan candi, dilakukan oleh Wangsa Sailendra dan Wangsa Sanjaya. 

Pesan moral dari cerita rakyat Rara Jonggrang, mungkin sudah dapat diterka. Sifat memaksakan kehendak, ingkar janji dan kecurangan, akan merugikan semua pihak. Normatif. 

Mari melihat dari sisi lain. Meskipun tak ada sisi hitam putih ataupun kebenaran dan kejahatan, dalam cerita tersebut. Hal itu karena, keduanya sama-sama melakukan tindakan yang tidak terpuji. 

Raden Bandung Bondowoso, adalah pangeran yang pantang mundur. Ilmu dan kesaktian, membuatnya percaya diri untuk melamar Rara Jonggrang. Padahal Prabu Baka sang "calon mertua", sudah ia bunuh di medan laga.

Diminta pujaan hati untuk membuat 1000 candi, tak membuatnya goyah. Berbekal "kesaktian", Bandung Bondowoso berhasil menundukan pekerja dari berbagai bangsa, baik itu dedemit, setan, jin dan siluman. Meskipun akhirnya ditinggalkan.

Pesan moral sederhana.

Sikap pantang mundur, sebelum berusaha. Baiknya diteladani sepenuhnya. Jaman sekarang, atas nama logika dan kenyamanan. Banyak orang, menyerah sebelum berusaha. 

Kepercayaan diri, dibangun dari apa yang kita dapat berikan pada calon pasangan. Bukan hanya hal yang bersifat materi. Namun, kesungguhan dan etos kerja adalah modal utama.

Jangan goyah, saat pasangan berkata "terserah". Membangun 1000 candi dalam semalam, tentu lebih berat.

Kemampuan manajerial Bandung Bondowoso, patut diacungi jempol. Lihatlah, dia berhasil mengkoordinir bangsa jin dan setan yang sulit diatur. Terlebih, pencapaian kinerja dan produktivitas menyentuh angka 99%.

Wajar, Ia tidak sama sekali menghukum atau menghalangi para pekerja saat pulang. Padahal, pekerjaan belum sepenuhnya selesai.

Namun, satu hal yang tidak patut ditiru. Yakni, melampiaskan amarah kepada calon pasangan. Bukan kasih sayang yang didapatkan, malah kebencian dan laporan kepolisian.

Dalam konteks berkeluarga. Seberat apapun masalah di tempat kerja, jangan sampai berdampak pada keharmonisan rumah tangga.

Sementara Rara Jonggrang, pada dasarnya memang tidak mencintai Bandung Bondowoso. Hingga harus bersiasat, menolak cinta Bandung Bondowoso dengan permintaan-permintaan berat. 

Metode halus dengan mengajukan syarat berat. Mungkin, tidak efektif dipraktekkan pada jaman dahulu. Namun di masa kini, hal itu patut dipertimbangkan.  

Lebih baik menolak secara langsung, daripada memasung hati lelaki pada ketidakpastian. Lebih jahatnya, friendzone. 

Selain dendam atas kematian ayahanda Prabu Baka. Motif lain tidak dapat terka. Begitulah Rara Jonggrang, dengan sifat perempuannya. Rumit dan misterius.

Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat sangatlah luhur. Produk budaya, yang tidak dimiliki oleh setiap bangsa. 

Kita beruntung, dilahirkan di bumi Nusantara, dan dapat mendengarkan cerita rakyat turun temurun. Baik yang dituturkan oleh orang tua kita, maupun melalui catatan-catatan sastra daerah kita.

**

Referensi Wikipedia


Indra Rahadian 10/1/21

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun