Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[Indonesia Butuh Ketawa] Memorabilia Pandemi dan Kisah Penyintas Covid-19

26 Desember 2020   07:00 Diperbarui: 26 Desember 2020   07:02 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Memorabilia Pandemi (dok. Pribadi)

"Abang, Jakarta itu zona merah. Balik ke Batam, jangan bawa penyakit loh," ucap Tahe, sehari setelah saya tiba di Jakarta.

TELEPON seakan tak berhenti berdering dan chat WhatsApp tak berhenti mengalir. Dari direktur utama, staff dan driver, menanyakan perihal kesehatan saya. Hal yang jarang didapatkan dalam aktivitas kerja sehari-hari.

Saya sudah sampaikan, sebelum berangkat ke Jakarta dari Batam. Seluruh protokol kesehatan sudah khatam dilaksanakan. Mulai dari menjalani rapid test, memakai masker, menggunakan hand sanitizer dan menjaga jarak dengan setiap orang. 

Urusan dinas di Jakarta, membawa saya pulang ke Tangerang. Mengambil jatah liburan, setelah sebulan lebih mencari nafkah di Batam. 

Tiba di rumah, saya tidak langsung bersentuhan dengan istri dan anak-anak. Membersihkan diri dan melaksanakan karantina mandiri selama 3 hari. Tak lupa menjaga kesehatan dengan minum vitamin, makan masakan istri dan berolahraga alakadarnya. 

Selepas itu, barulah kewajiban sebagai suami siaga saya laksanakan. Berperan sebagai bapak rumah tangga, mendampingi anak bermain dan belajar. Sementara istri, berkutat dengan aktivitas sosial di PKK tingkat desa.

"Abang, aku kena covid. Padahal gejalanya hanya mules saja pun," ucap Tahe, lima hari setelah saya tiba di Jakarta.

Cukup shock, mendengar kabar demikian. Hingga kekhawatiran akan kondisi tubuh sayapun mulai menyeruak. Terlebih, mules dan pegal-pegal baru semalam saya rasakan.

Namun, saya berusaha tenang dan berpikir jernih. Mengingat selama ini, sudah melaksanakan "ikhtiar" semaksimal yang saya bisa, sejak pertama kali pandemi di Indonesia di umumkan oleh pemerintah.

Meskipun dipandang lebay, menjaga kewaspadaan akan bahaya Covid-19 sudah saya lakukan sejak bulan Maret 2020. Dari mulai menjalani Work From Home di bulan Maret - April 2020. Hingga, menjalankan protokol dan test kesehatan sesuai anjuran pemerintah. Saat bepergian keluar kota, dalam rangka bekerja. 

Memorabilia Pandemi (dok. Pribadi)
Memorabilia Pandemi (dok. Pribadi)

Rapid Test : 06 Mei, 29 Mei, 10 Juni, 17 Juni, 02 Agustus, 09 September, 23 November, 16 Desember, 17 Desember (Antigen).

SWAB Test : 06 Oktober, 01 Desember.


Kisah Penyintas Covid-19

Tahe--bukan nama sebenarnya, adalah klien sekaligus teman baik yang letak kamarnya bersebelahan dengan kamar saya di Batam. Dalam satu bangunan tiga lantai, dengan empat orang penghuni. Tahe yang paling sering bepergian dan berinteraksi dengan orang lain. 

Tugasnya sebagai pengawas asset, mengharuskan dia menghabiskan waktu untuk bekerja di lapangan. Mulai dari pelabuhan, galangan kapal, kantor-kantor perijinan dan dinas perhubungan laut. 

Intensitas pekerjaan yang tinggi dan pressure dari atasan, terkadang membuatnya harus rela mengurangi jatah tidur. Hingga lekat dengan insomnia dan candu permainan game online di setiap malam.

Suatu ketika, Tahe pernah berkelakar tentang rekannya yang positif covid dan dirawat di RSKI Pulau Galang. Ia bercerita, bagaimana kondisi rekan tersebut diperlakukan dengan fasilitas lengkap. Di rumah sakit khusus infeksi Covid-19 tersebut.

"Enak kali. 10 hari makan, tidur, makan, tidur saja kerjanya." 

Ucapan adalah do'a, dan kelakar Tahe sepertinya dikabulkan Tuhan. Tepat lima hari setelah saya tiba di Jakarta, Tahe dan dua orang rekan kerjanya di nyatakan positif Covid-19. Dengan status OTG, dan harus melaksanakan isolasi di RSKI Pulau Galang. 

Berbeda dari dugaan Tahe, bahwa menjadi pasien Covid-19 itu enak. Tahe malah merasakan hal yang sebaliknya.

Berikut, aktivitas yang dilakukan menurut keterangannya. Selama 10 hari perawatan dan isolasi.

  • 06.00 Bangun pagi dan pemeriksaan oleh petugas.
  • 07.00 Sarapan pagi.
  • 08.00 Minum vitamin/Pengobatan.
  • 10.00 Pemeriksaan dan konsultasi oleh Dokter.
  • 11.00 Olah raga, berjemur di bawah sinar matahari.
  • 12.00 Makan siang dan minum vitamin.
  • 15.00 Olah raga, dan menghirup udara segar.
  • 18.00 Makan malam dan minum vitamin.
  • 20.00 Beristirahat/Tidur
  • Pada Hari ke 3, dilaksanakan pemeriksaan x-ray (Rontgen).
  • Pada hari ke 10, keluar untuk dilakukan Swab test.
  • Pada Hari ke 11, Tahe sudah tidak perlu kembali ke RSKI Pulau Galang. Setelah dinyatakan sembuh. 

Meskipun demikian, SWAB Test tetap dilaksanakan 10 hari setelahnya. Namun bagi Tahe, yang dirasa horor adalah ketiadaan jaringan WiFi. Membuatnya harus puasa game online selama isolasi. 

Tahe--bukan nama sebenarnya (dok. Pribadi)
Tahe--bukan nama sebenarnya (dok. Pribadi)

Dokter, perawat dan petugas RSKI Pulau Galang, menggunakan APD lengkap. Namun, Tahe masih saja berkelakar. Padahal dia sangat berharap, dapat sedikit terhibur dengan kehadiran perawat-perawat dan dokter cantik. 

Kejadian yang menimpa Tahe dan dua rekan lainnya, membuat saya ekstra khawatir. Hingga, timbul gangguan tidur akibat beban pikiran. Pernah suatu malam, saya menolak tidur dengan istri. Karena rasa takut tersebut. 

Tanggal 01 Desember 2020, saya akhirnya melaksanakan SWAB Test. Di Rumah Sakit EMC Tangerang. Hasilnya, baru akan diketahui di hari berikutnya.

Kekhawatiran saya menjadi-jadi. Menanti hasil test sungguh membuat jantung berdebar-debar. Malam tak dapat tidur nyenyak, makan mulai tak berselera. Hingga, kebersamaan dengan dengan keluarga pun tak begitu dapat dinikmati.

Karena, sumber kekhawatiran utama adalah keluarga. Jika saya positif covid-19, bagaimana nasib anak istri yang sudah berusaha menjaga diri dan menjalankan protokol kesehatan. Lalu terjangkit Covid akibat kedatangan saya. 

Saat itulah, saya merasakan tegang sekaligus stres. Menanti hasil SWAB Test dari Rumah Sakit EMC Tangerang.

Pukul 14.00 tanggal 2 Desember 2020, saya mendapatkan hasil Test ; Negatif. Perasaan lega dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Kekhawatiran berlebihan pun hilang berganti rasa bahagia.

Hal itu, membuat saya yakin atas usaha dengan menjalankan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah. 

Akhirnya, saya dan keluarga bisa tertawa lepas. Menjalani liburan, tanpa rasa khawatir yang berlebihan. Karena, tertawa bersama keluarga, kerabat dan sahabat, adalah vitamin paling mujarab untuk menangkal berbagai penyakit. 

Saat teringat kisah Tahe, dengan segala ketegangan dan stres yang saya rasakan karenanya. Membuat hati saya ketawa dan kadang senyum-senyum sendiri. Mengingat, betapa tidak percaya diri dan ketakutannya saya. Padahal selama ini, usaha terbaik sudah saya laksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan.

Sama seperti saya, Indonesia butuh ketawa, setelah ketegangan yang sudah dilalui akibat Covid-19. Berkutat melawan pandemi dengan segala permasalahannya. 

Ketegangan yang dibarengi usaha dengan mematuhi protokol kesehatan. Harusnya sudah kita rasakan hasilnya di akhir tahun. Menjalani kebiasaan baru. Tanpa banyak keluhan, soal ketidaknyamanan memakai masker misalnya.

Sebelum pandemi, pengendara motor dan emak-emak cantik pengantar anak sudah terbiasa memakai masker. Mencuci tangan dengan sabun, sudah sejak kampanye Anti TBC dilaksanakan. 

Lalu, saat ini apa? Vaksin. Ayolah, Indonesia butuh ketawa bersama-sama. Tak perlu "riweuh" sendiri, dan memperpanjang masa pandemi. Hingga, membawa anda dan keluarga menjadi penghuni kamar isolasi.

Indra Rahadian 12/26/20

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun