Menjelang diasingkan ke Boven Digoel, bung Hatta pernah berkata "aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas".
Seorang teman baru saja merayakan kelulusannya sebagai psikolog, dengan bertambahnya huruf S.Psi dibelakang namanya, saya pikir dapat menambah kapabilitasnya sebagai teman curhat yang solutif, alih-alih menjadi pelarian teman-teman yang seringkali menghadapi tekanan batin, sebelum terlanjur menjadi penyakit, toh nyatanya manfaat yang dia dapatkan adalah mendapatkan objek penelitian yang aktual dan gratis tentunya.
Tiba suatu ketika, saya menemuinya untuk sekedar bertukar kabar, dalam hati ingin rasanya mendapatkan konsultasi gratis dari psikolog yang satu ini. Panjang lebar bercerita, hingga akhirnya mengungkap luka batin dan kegelisahan, yang tanpa disadari menjadi sebuah ancaman kesehatan mental dan dapat bermuara pada depresi, atau lebih buruk tindakan bunuh diri.
Mendapat vonis yang kurang menyenangkan, tentu dapat menambah beban pikiran, tapi bukan teman namanya jika tak dapat menetralkan suasana dengan melempar humor yang receh sekalipun, otomatis menghadirkan gelak tawa.
Kemudian saya bertanya, lalu apakah ada metode terapi yang bisa saya jalani?, dia hanya tersenyum dan memberikan, ups maaf bukan memberikan tapi meminjamkan saya sebuah buku novel dan memberikan catatan kecil, setelah saya lihat catatan itu hanya bertuliskan alamat situs online.
Tak lupa dia memberikan saya tagihan cafe, setelah berjam-jam lamanya bercengkrama dalam manfaat dan kesenangan, beruntung dia tidak memberikan tagihan jasa konsultasi psikolog. "huh selamat".
Konon disebuah perpustakaan thebes Yunani, terdapat patung yang berbentuk manusia sedang berpikir dan dibawahnya terdapat tulisan berbunyi "tempat penyembuhan jiwa".
Biblioterapi!. Mungkin sudah dapat ditebak, metode terapi mental yang dia berikan kepada saya, namun pada prakteknya, setiap psikolog akan sedikit bereksperimen dengan berbagai cara pendekatan, seperti mencantumkan alamat situs online untuk dikunjungi, hal ini membuat biblioterapi tidak melulu memaksakan teman atau pasien untuk membaca sebuah buku, bisa sekedar artikel, cerpen, puisi, bahkan petunjuk teknis membuat prakarya.
Sebagai teman, dia paham saya gemar membaca buku, kurang ingat umur berapa, yang pasti selesai saya melafalkan dengan lancar, ini-ibu-budi dan ini- bapak-budi.Â
Dongeng anak semisal si kancil, nirmala dan si kabayan, sudah habis terbaca. Novel karya Ernest Hemingway - Lelaki Tua dan Laut, juga Oliver twist - karya Charles Dickens, itu saya baca disekolah menengah pertama.
Membaca buku-buku seperti menggali lorong lorong rahasia dalam jiwa, mendapatkan lebih banyak senjata sebagai bahan referensi dan banyak pilihan tempat pelarian dari problematika kehidupan yang dapat menyerang kesehatan mental saya setiap saat. Namun dia mengerti bahwa saya membutuhkan referensi baru yang lebih kekinian dan dalam perspektif yang beragam.
Selain membaca, untuk mengurangi stres dan menjauhkan resiko depresi sebagian orang mungkin akan lari kedalam bentuk permainan digital, tak jarang yang malah kecanduan hidup dalam mobile legend atau game online lainnya.Â
Namun saat menemui kendala atau tak bisa melaju pada level berikutnya, hal buruk bisa dialami oleh pemain, dengan membanting gadget dan meluapkan emosi secara berlebihan, maka jelas pemilik sudah mengalami gangguan kesehatan mental.
Begitupun membaca, ternyata ada banyak bahan bacaan yang menimbulkan emosi dan tekanan batin pada pembacanya, jika kabar hoax dan ajakan tak masuk akal di WhatsApp group bukanlah satu-satunya, dan buku filsafat dirasa berat, lalu untuk siapa pesan yang tertuang didalam karikatur Doyok, Panji Koming dan Om Pasikom dibuat. Tentunya yang tersinggung dengan perangai dari tokoh fiktif tersebut lah yang kemungkinan besar mengalami gangguan kesehatan mental.
Saya ingat, setiap pagi hari dimana surat kabar masih dilemparkan oleh loper koran, halaman pertama yang dibuka oleh om saya adalah teka teki silang, karikatur dan kolom olahraga, hingga saat goncangan hidup mengguncang batinnya, koran kompas dan pos kota yang biasa beliau beli, beralih menjadi koran lampu merah warna warni, berisi berita kriminal hiperbola dan hiburan kaleng-kaleng, yang biasa beliau sebut sebagai obat mata.
Hal ini tentu berhubungan dengan pilihan buku atau artikel, yang sesuai untuk menjaga kualitas kesehatan mental masing-masing orang.
Berikut beberapa pilihan buku atau tema artikel sebagai bahan referensi.
Kitab Suci.
Craig W. Ellison berpendapat, bahwa agama dapat mengembangkan kesehatan psikologis banyak orang, orang yang kuat imannya akan lebih bahagia dan lebih sedikit mengalami dampak negatif dari kehidupan.
Agama hingga saat ini mampu memberikan jaminan kesehatan mental bagi pemeluknya yang taat, dengan membaca kitab suci maka kita semua dapat lebih dekat dengan pencipta.
Karena dengan berserah, segala keruwetan dan problematika kehidupan akan mudah diselesaikan, tentunya dengan membaca dan mengamalkan dengan panduan yang benar.
Jika tafsir dan teori tentang isi kitab suci ada yang dirasa kurang dimengerti, sejatinya harus bertanya kepada lembaga atau pihak yang terpercaya, yang mendekatkan kita pada kebaikan dan menjauhkan dari keburukan.
Fiksi.
Membaca dongeng, selain mengembangkan daya imajinasi pada anak, hal tersebut ternyata mendukung perkembangan sosial dan emosional anak. Sebuah bekal wajib yang harus dilaksanakan orang tua dalam rangka membangun kesehatan mental dan kejiwaan anak, sekaligus meningkatkan hubungan batin dengan anak.
Semakin bertambah dewasa bacaan yang dipilih semakin beragam, tergantung selera dan situasi sosial yang tengah dijalani. Dalam hal ini beragam tema seperti bullying, Insecure dan tekanan batin cinta adalah yang paling banyak terjadi.
Dengan membaca karya fiksi, semisal novel, sajak dan puisi, atau bahkan biografi seseorang, ternyata mampu memberikan manfaat pada kesehatan mental pembacanya, lebih dari itu, bisa jadi memotivasi untuk dapat menuangkan keresahan atau sekedar gagasan dalam tulisan yang dapat dinikmati semua orang.
Meminjam pesan pak Tjiptadinata Effendi, "dengan menulis sebagai terapi jiwa dan fisik, juga mempercepat penyembuhan". Bermanfaat bukan!? Saya menontonnya pada YouTube Channel Kompasiana.
Novel dan karya sastra yang dapat dinikmati sebagai sarana biblioterapi sangat beragam, sebaiknya konsultasikan dahulu tema novel yang akan dibaca pada psikolog, dapat melalui tatap muka maupun online pada beragam aplikasi yang tersedia.
Pengetahuan & Teknologi.
Pada teman yang tidak begitu menyukai fiksi, biasanya direkomendasikan untuk membaca buku ilmiah atau artikel pengetahuan dan teknologi, contoh ; teknik membuat Blogs, membuat kerajinan tangan, memasak menu istimewa, membuat sabun, ternyata dapat bermanfaat untuk terapi kejiwaan, selain menambah pengetahuan baru yang dapat dikuasai atau hanya sekedar dipraktekkan.
Seorang teman pernah berhasil membuat sebuah meja, yang dia pelajari dari artikel "kreasi unik dari kayu bekas untuk furniture dirumah". Padahal semasa kecil, untuk merakit mobil tamiya saja harus saya bantu, hal ini tentu menjadi suatu kebanggaan dan terapi mental yang ampuh untuk dirinya sendiri sekaligus aktualisasi diri pada lingkungannya.
Untuk saya, artikel bertema numerologi, menarik untuk dibaca, sebagai contoh artikel-artikel dari penulis bapak Rudy Gunawan yang kerap saya baca disela-sela kesibukan, meskipun bermanfaat, namun sulit untuk mendalami secara sungguh-sungguh, karena acap kali saya salah hitung. Terlebih hal itu kadang bertolak belakang dengan keyakinan yang saya anut dalam soal hitung-hitungan.
Teori saya seperti ini, "semakin banyak bilangan nol dibelakang angka 1 sampai 9 pada saldo rekening anda, maka semakin suka cita anda dan keluarga.
Memang suka cita dan kebahagiaan adalah obat paling ampuh untuk berbagai gangguan kesehatan mental, tak mesti bersifat materil, namun itu juga penting tentunya.
Dengan membaca, semoga kita semua dapat berpikir jernih dan terhindar dari berbagai penyakit yang mengancam kesehatan mental disekitar kita, membaca tidak mahal, akan lebih mahal jika kesehatan mental kita terganggu.
Seperti usaha bung Hatta menjaga kewarasan dimasa pengasingan beliau, berapa peti buku yang harus dibawa ke Boven Digoel, namun apa jadinya jika bung Hatta sampai depresi dalam pengasingan, tentu tak ada tanda tangan beliau pada teks proklamasi kemerdekaan.
Karenanya membaca adalah karunia Tuhan, yang mungkin telah diturunkan sejak lama pada pitarah kita semua, jauh sebelum Plato menyadarinya.
(KBBI pitarah/pi·ta·rah/ ark n nenek moyang)
Catatan : gelar psikolog hanya diberikan kepada mereka yang menyelesaikan studi masternya di bidang psikologi profesi (M.Psi, PSIKOLOG). Kalau baru S1 (S.Psi) belum psikolog. (Alasan belum pasang tarif jasa psikolog)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H