Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Peniup Seruling Hamelin dalam Paradoks Demontrasi UU Cipta Kerja

9 Oktober 2020   12:41 Diperbarui: 9 Oktober 2020   12:58 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel sebelumnya dapat dilihat disini

Bung Hatta pernah berkata "Menegakkan kedaulatan rakyat adalah mendidik rakyat supaya tahu berpikir, supaya tidak lagi membebek di belakang pemimpin-pemimpin. Supaya keinsafan rakyat akan hak dan harga diri bertambah kuat dan pengetahuannya tentang hal politik, hukum dan pemerintahan bertambah luas".

Nahas perkataan bung Hatta belum menjadi sebuah kenyataan, tak seperti peringatan atas perjuangan melawan bangsa sendiri yang masih relevan hingga saat ini. Hingga beliau meninggalkan kita semua, perjuangan melawan bangsa sendiri masih berkecamuk di setiap pelosok negeri ini. 

Hal yang lumrah melihat aksi masyarakat dalam melawan separatisme, terorisme, korupsi dan penindasan lainnya, kerap diwarnai dengan tagar pada media sosial hingga demonstrasi.

Kurun waktu 2004 - 2007, menjadi seorang demonstran merupakan sebuah proses pembelajaran politik, sama seperti mahasiswa pada umumnya, kajian dan diskusi terkait apa yang disuarakan, menjadi santapan wajib yang harus diikuti sebelum melaksanakan aksi unjuk rasa, tanpa itu semua, sebuah aksi demonstrasi hanya akan berakhir dengan kerugian dan pesan yang tak tersampaikan.

Demonstrasi UU Cipta Kerja

Pandemi sepertinya dapat terbantahkan, dengan ratusan orang yang bergerak melaksanakan demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di jalanan, kawasan industri dan kantor-kantor pemerintahan, karena sebelumnya demontrasi menolak RUU HIP dan tandingannya sudah lebih dulu dilaksanakan, tanpa bisa dikonfirmasi, adakah yang sudah masuk dalam ruang isolasi karena terjangkit covid. 

Terhitung dari tanggal 6 Oktober 2020, gelombang demonstrasi menolak UU Cipta Kerja terjadi di ibu kota dan merambat ke beberapa daerah di Indonesia, yang semula akan diikuti oleh serikat pekerja, kini didukung oleh aksi mahasiswa dan menyeret partisipasi pelajar tingkat menengah. 

Buruknya dinamika politik yang mewarnai proses pengesahan undang-undang Cipta Kerja, menjadi pemicu atas protes dan aksi unjuk rasa ini, polarisasi politik dimasyarakat pun kembali bergelora. Tak sedikit yang memanfaatkan momentum, untuk sekedar memperoleh keuntungan atas antipati masyarakat yang menolak pengesahan undang-undang tersebut.

Informasi yang cepat merambah WhatsApp group keluarga hingga alumni sekolah, yang mana hoax dan yang mana kebenaran pun berbaur dengan acak, menarik masyarakat untuk turun ke jalan dan tidak lagi percaya pada anggota dewan perwakilan rakyat, yang mungkin dipilihnya sendiri untuk duduk di gedung DPR.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun