Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak-anak Pemilik Peradaban

1 Oktober 2020   22:40 Diperbarui: 1 Oktober 2020   22:44 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Masa Sekolah Sebelum Pandemi (Dokpri)

Seringkali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
Bahwa :

Sesungguhnya ini hanya titipan,
Bahwa mobilku hanya titipan Allah.
Bahwa rumahku hanya titipan Nya,
Bahwa hartaku hanya titipan Nya,
Bahwa putraku hanya titipan Nya.

(Kutipan puisi, Makna Sebuah Titipan - W.S Rendra)

Kutipan puisi diatas yang membawa saya mengenal penyair lainnya saat jaman sekolah dahulu, seperti Taufik Ismail, Sutardji Calzoum Bachri sampai Chairil Anwar dan Kahlil Gibran. Mengenal dan menikmati karyanya dalam Majalah Horison, yang terdapat pada perpustakaan sekolah dari SMP hingga SMA.

Menikmati puisi mereka, secara tidak langsung memberikan ruang pada hati dan pikiran saya, tidak sekedar untuk mengecap makna dalam puisi-puisi tersebut, namun menjadi hidup dalam kerangka berpikir sehari-hari.

Seperti menyematkan Chairil dan Chairul pada kedua nama anak kami, berdasarkan kekaguman saya pada karya-karya Chairil Anwar, jiwa merdeka dan nama besarnya, memungkinkan untuk terus hidup dalam seribu tahun lagi, sebuah do'a yang baik untuk disematkan pada sebuah nama, tentu tidak termasuk masa-masa sulit yang beliau jalani hingga akhir hayat.

Keberadaan anak-anak kami, sebenarnya seperti manifestasi kata-kata gombal, yang sering saya sampaikan pada bundanya anak-anak, jauh sebelum menikah.

" Hei manyun.. aa mau punya anak dua, dua aja, bukan dua belas ".

Sebuah kalimat yang tanpa sadar menjadi do'a yang terjawab dengan hadirnya mereka mengisi kebahagiaan kami berdua.

Dua bocah kecil yang pecicilan, itulah mungkin kesan pertama bagi siapapun yang berinteraksi dengan jagoan-jagoan ini pada awalnya, namun yang cukup sering kami dengar adalah, pada bahasa yang digunakan keduanya sangat baku dalam berinteraksi, penggunaan pilihan "aku", "kamu", "jika" dan "kalau", serta minim serapan bahasa gaul, seolah menjadi trademark anak-anak kami pada pergaulan sosial, disekolah dan  dikomplek kami yang heterogen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun