Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

4 Tips Sederhana Mencegah Bahaya Laten PKI di Sekitar Kita

26 September 2020   10:01 Diperbarui: 26 September 2020   23:37 10734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
4 Tips mengatasi bahaya laten PKI (Dokpri)

Bangsa ini belum bisa lepas dari isu kebangkitan PKI, padahal setiap tanggal 30 September, kita memperingati peristiwa G30S/PKI.

Peringatan G30S/PKI dan Hari Kesaktian Pancasila, seharusnya memupuk rasa percaya diri pada bangsa ini, untuk yakin dan mampu mengatasi Ideologi Komunis, agar tidak dapat bangkit lagi dimasa yang akan datang, bukan malah menebar phobia dan kecurigaan ditengah masyarakat, karenanya bahaya laten PKI dan Komunisme, haruslah diatasi dengan cara-cara cerdas dan terkini.

Berikut 4 Tips sederhana mencegah bahaya laten PKI disekitar kita.

1. Memahami Sejarah.

Komunisme ( Marxisme, Leninisme, Maoisme) merupakan ideologi yang masih digunakan dibeberapa negara, setelah kebangkrutan Uni Soviet, ideologi ini tidak berkembang dengan baik dan malah mengalami kemunduran, tercatat saat ini hanya China, Korea Utara, Laos, Vietnam, dan Kuba. (Transnistia belum diakui PBB).

Negara Komunis, yang dalam pencapaian kekuasaannya selalu berdarah-darah, menelan korban jiwa disetiap pergolakan politik dan pendirian Negara, dari berbagai sumber, budayawan dan penyair Taufik Ismail yang saya kagumi, menyatakan bahwa 120 juta jiwa menjadi korban dari ideologi Komunis tersebut diseluruh dunia, jumlah yang memprihatinkan dalam sejarah peradaban.

Dalam prakteknya, negara-negara tersebut tidak secara murni menerapkan ideologi Komunis dalam segala bidang, baik ekonomi dan hubungan luar negeri, pun dalam hal kesejahteraan rakyatnya, adanya elite dalam negara, jelas mengingkari Komunisme itu sendiri, yang katanya tidak mengenal kelas sosial.

Indonesia, pernah mengalami fase dimana komunisme melalui Partai Komunis Indonesia (PKI), berkembang dalam sistem politik negara ini, eksistensinya bisa ditemukan dalam catatan pemilu pada tahun 1955, menjadi partai dengan perolehan suara ke empat dibawah PNI, MASYUMI dan Nahdatul Ulama.

Membiarkan sebuah partai komunis berpartisipasi didalam perpolitikan tanah air, ibarat menaruh telur burung kedasih diantara telur lainnya, karena apabila PKI menjadi partai pemenang, maka partai lainnya pastilah diberangus, karena dalam sistem negara Komunis, hanya mengenal satu partai.

Sebuah fenomena diluar nalar, dimana pada tahun 1948, PKI dihancurkan pemerintah karena melakukan pemberontakan, setelah secara sadis menghabisi masyarakat sipil, polisi, lawan politik dan tokoh agama Islam, untuk mendirikan negara Soviet Indonesia dimadiun.

Dalam eksistensinya, arogansi dan kekerasan yang dilaksanakan PKI terhadap masyarakat yang tidak mau bergabung, terlebih kepada lawan politiknya, disinyalir melewati batas-batas perikemanusiaan, serangkaian aksi penculikan, kekerasan bersenjata dan teror, menjadi momok menakutkan dalam tatanan masyarakat kala itu, penghancuran total atas Komunisme setelahnya, seperti ungkapan senjata makan tuan, aksi keji dan sadisme PKI, berbalik menjadi petaka bagi penganutnya ditahun 1965-1966.

Setiap daerah diseluruh Indonesia, mempunyai cerita atas fakta kekejaman yang dilakukan oleh PKI, baik yang dilaksanakan pada tahun 1940-an maupun pada tahun 1960-an.

Namun catatan-catatan kekejaman PKI, terkait jumlah korban dan detail peristiwa, tidak pernah benar-benar dikaji dan disusun secara komprehensif, hal ini berbanding terbalik dengan aksi penghapusan PKI dan pengikutnya, pasca peristiwa G30S/PKI 1965.

Dari rentetan sejarah Komunis di Indonesia, dapat dipahami bahwa hilangnya eksistensi PKI, bukan semata efek perang dingin antara NATO dan Blok Komunis, yang dimulai tahun 1947, kemudian dimenangkan NATO pada tahun 1991. Tetapi lebih kepada kondisi sosial-budaya dalam masyarakat, yang tertolak belakang dengan paham ideologi tersebut.

2. Melek Hukum.

Berbeda dengan pembubaran PKI pada tahun 1948, Dimana PKI dapat bangkit kembali, bahkan ikut dalam pemilu 1955, hingga detik ini, tak ada fakta yang kongkrit akan terbentuknya PKI di Indonesia.

“ Historia Vitae Magistra” artinya sejarah adalah guru yang terbaik dalam kehidupan,  begitulah kira-kira yang mendasari urgensi pelarangan Ideologi Komunis yang dituangkan dalam sistem hukum di Indonesia.

Hal ini dijamin oleh undang-undang sebagai berikut : 

Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia.

Undang-undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara, Pasal 107.

Undang-undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Pasal 40 ayat 5.

UU No. 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu Ormas Menjadi Undang-Undang, Pasal 59 ayat 4.

Dengan adanya payung hukum anti-komunisme, maka praktek Ideologi Komunis, menjadi sebuah bentuk kriminal, yang sama dengan tindakan kriminal lainnya, tidak dapat dilakukan tindakan hukum, jika ideologi tersebut hanya dipercayai oleh individu, namun belum dilaksanakan dalam sebuah tindakan, lain halnya jika ideologi tersebut sudah dipercayai sebuah kelompok, karena ada proses "menyebarkan" antar individu pada kelompok tersebut.

Hingga saat ini, belum ada kelompok atau pihak, yang acap kali dilabeli dengan tuduhan dan stigma PKI, dihadapkan pada pengadilan oleh pihak yang menuduh atau memberikan stigma tersebut.

Maka sebagai bentuk ketaatan hukum, sudah semestinya kita berpegang pada produk hukum yang berlaku, bukan sekedar menelan mentah-mentah opini, terlebih cocokologi.

Praktek politik atau hasutan dimasyarakat, melalui media sosial dan media massa, yang berdasarkan dugaan tanpa bukti dan fakta, seperti melecehkan produk hukum yang berlaku dan dapat digunakan hingga saat ini.

Tidak masalah mempelajari ideologi Komunisme dalam kerangka edukasi berbasis bidang keilmuan, seperti halnya mempelajari kapitalisme dan paham-paham utopis sekalipun, selama dapat dipahami sebagai ilmu pengetahuan namun bukan untuk dilaksanakan.

Maka untuk mencegah bahaya laten PKI, melek hukum adalah wajib, agar tidak terprovokasi pada isu musiman, yang biasanya terbit menjelang pemilu.

Memastikan produk hukum anti-komunisme, tidak hilang apalagi dihapuskan, adalah bentuk kepedulian kita sebagai warga negara, atas stabilitas keamanan nasional.

3. Sadar lingkungan

Di tengah pandemi yang melanda, obrolan dengan tetangga adalah aktivitas yang mengasyikkan, meskipun kadang dilakukan dari balik pagar rumah masing-masing.

Sebagai mahluk sosial, mengenal lingkungan dengan baik adalah suatu keharusan, begitupun bergaul dan berinteraksi, menjadi sebuah kebutuhan, terlepas dari dinamika adanya tetangga yang menjengkelkan, mengenali dan sadar akan situasi dan kondisi lingkungan terdekat, sangatlah perlu.

Dalam konteks keamanan lingkungan, aktivitas berbau ideologi komunis, merupakan sebuah tindakan kriminal, sama seperti maling jemuran, maka perlu kewaspadaan bersama dari berbagai kalangan masyarakat, untuk mencegah dan melaporkan kepada pihak berwajib, apabila ditemukan aktivitas yang aktual, terkait paham ideologi tersebut, tanpa menimbulkan kepanikan yang berlebihan.

Kita tentu tidak bisa menyandarkan keamanan lingkungan pada satpam atau aparat pemerintah sepenuhnya, kontribusi aktif diperlukan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan dalam bermasyarakat, dapat terpenuhi secara baik.

Memastikan anak-anak dan pasangan kita berada dalam lingkungan yang ramah senantiasa, pun berlaku untuk lingkungan pekerjaan dan pertemanan.

Memastikan lingkungan dan komunitas kita terbebas dari ideologi terlarang, akan memberikan rasa aman saat menjalankan aktivitas sehari-hari.

4. Anti Diskriminasi

Menghindari segala bentuk diskriminasi, stigma negatif dan intoleransi, berdasarkan ras, suku dan agama adalah karakter bangsa kita yang kadang terlupa, maka kesadaran akan hal tersebut, perlu dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Begitupun dalam mengatasi bahaya laten PKI, satu hal yang kita harus sadari, bahwa ideologi Komunis, tidak terbukti secara ilmiah dapat diturunkan melalui proses genetis, terlebih adanya pelarangan akan ideologi tersebut dinegara ini.

Karena sebuah kejahatan tidak mewakili etnis, agama dan gender pelaku, maka berhentilah menghakimi dan memberikan label, pada sesuatu yang tidak ada korelasinya sama sekali dengan kejahatan tersebut.

Tindakan diskriminatif pada etnis atau kelompok tertentu, yang tidak terbukti sebagai penganut Ideologi Komunis, malah akan menciptakan rasa saling curiga diantara warga masyarakat, tentu hal ini akan menambah rumit situasi yang bermuara pada perpecahan masyarakat.

Influencer politik dinegeri ini seharusnya tidak menambah panjang phobia  masyarakat, akan adanya komunisme dengan narasi kebangkitan PKI secara serampangan.

Menanamkan keberanian untuk mencegah dan menghadapi bahaya laten PKI, jauh lebih penting dari sekedar menggunakan isu PKI sebagai komoditas politik belaka, terlebih sampai menyebabkan teror dan kekerasan, yang merupakan cara-cara yang dipraktekkan PKI dimasa lalu.

Dinamika politik yang terjadi pada saat ini, adalah pembelajaran yang berarti, maka tidak seharusnya mengambil narasi kebencian dan rasa saling curiga antar sesama warga negara, terlebih tanpa fakta yang jelas dan tindakan nyata, tak bijak melempar isu PKI pada masyarakat yang sedang berjuang memperbaiki ekonomi ditengah pandemi.

Apapun itu, ambil hikmahnya saja, kalau katanya "PKI saat ini tidak terlihat, tapi bisa dirasakan". 

Maka hal ini seperti membuat PKI dengan ideologi Komunisnya laksana hantu atau mahluk gaib, maka selayaknya umat beragama, berdo'a dan mendekatkan diri pada Tuhan, sangat perlu dilakukan untuk melawan PKI versi hantu tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun