Jagakarsa, September 2005.
Obrolan dikedai kopi, kata orang adalah bentuk paling tulus dalam budaya demokrasi, dari dulu hingga sekarang, segala opini dan pernyataan tentang kehidupan tumpah ruah dikedai kopi.
Selatan Jakarta, disebuah kedai kopi seberang kampus yang ramai mahasiswa, dua sahabat melepas penat dengan secangkir kopi, sebatang rokok dan semangkuk Indomie.
Asep dan Ujang terlibat dalam celotehan, dari soal asmara, Persib, gossip artis hingga politik dikedai kopi.
"Sep, masak dirumah udah pake gas?" Tanya Ujang yang baru saja menghabiskan semangkuk Indomie.
"Belum, si mamah masih takutan euy." Jawab asep.
"Bener ini teh kebijakan pemerintah sep?" Lanjut Ujang seraya membakar kretek 234 pertama nya.
Tanpa berpikir, Asep menjawab pasti,
"Saya mah pro sumpah, makanya ga ikut kamu demo-demo kemarenan."
Ujang menatap serius, kala hembusan asap kreteknya berhamburan, seraya menegaskan Ujang berbicara.
"Yeh..ya kan bukan cuma itu yang di demo."
Sebelum Ujang bertambah serius, Asep dengan cepat menjawab.
"Sibuk lah, banyak makalah sama lagi ngurusin si nina yang kemaren baru keluar pengajian NII, kudu ekstra hilangin dokrin-dokrin nya". Jawab Asep berusaha santai.