Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak tahun 2020 telah membawa banyak perubahan bagi Indonesia, terutama pada bidang kesehatan. Kementerian Kesehatan menerbitkan protokol kesehatan guna pencegahan Covid-19 Â yang berisi 5M, yakni memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilitas dan interaksi. Dari kelima protokol kesehatan tersebut, memakai masker merupakan salah satu protokol kesehatan yang telah menjadi kebiasaan masyarakat hingga saat ini.
      Penggunaan masker meningkat di tengah rekomendasi pemerintah mengenai efektivitas masker dan kemudahan mendapatkan masker medis dengan harga yang terjangkau. "Dalam sehari saya bisa ganti masker 3 sampai 4 kali," kata Sebian Alfasih, salah satu karyawan dalam wawancara BinusTV Channel. Meningkatnya penggunaan masker ini diiringi  dengan peningkatan sampah masker di lingkungan.
      Dilansir dari ppid.menlhk.go.id, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati di Jakarta menyampaikan bahwa jumlah limbah medis dari pandemi Covid-19 ini meningkat 30%. Dalam periode 1 tahun yakni dari Maret 2020 hingga Juni 2021, pandemi Covid-19 telah menghasilkan 18 ribu ton limbah medis. Akibatnya sampah masker menjadi permasalahan baru.
      Sampah masker ini dibuang oleh masyarakat bercampur dengan sampah lain,seperti limbah rumah tangga dan sampah plastik. "Sejauh ini sampah masker yang sering saya temukan , kadang bercecer, kadang juga terkumpul," kata Apit Raharjo, petugas Badan Dinas Lingkungan Hidup. Sampah masker tersebut banyak ditemukan berserakan pada TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan badan air seperti sungai dan selokan.
      Sampah masker yang banyak ditemukan merupakan masker sekali pakai yang berbahan dasar plastik. Dilansir dari OceansAsia.org, sampah masker berbahan dasar plastik membutuhkan waktu setidaknya 450 tahun untuk terurai sepenuhnya. Karena sulitnya terurai, sampah ini akan menumpuk dan menjadi tempat bersarangnya virus. Kemudian, sampah masker yang berada di sungai, akan mengalir dan bermuara di laut yang akan menyebabkan pencemaran air laut, ekosistem laut rusak, serta hewan laut mengalami keracunan akibat memakan masker yang berbahan dasar plastik.
      Sejak pandemi Covid-19, terjadi lebih banyak masalah penyumpatan saluran pembuangan dan drainase akibat banyaknya sampah masker di selokan. Tak hanya itu, ketika sampah masker tersebut terpecah menjadi partikel-partikel kecil akan berpeluang membawa bakteri yang dapat merusak rantai makanan dan membahayakan manusia.
      Dengan demikian, idealnya masyarakat membuang sampah masker dengan cara khusus yakni disterilkan dengan disinfektan, digunting atau dirusak terlebih dahulu, dikelompokkan dalam kantong terpisah dengan sampah masker lain, ditandai sebagai bahan berbahaya dan beracun, kemudian dibuang ke tempat sampah tersendiri. Hal ini dilakukan agar memudahkan petugas kebersihan untuk memilah sampah medis dan mencegah penularan virus memalui masker bekas pakai tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H