Pada suatu ketika ada sebuah kampung yang penduduknya terdiri dari suku Kaki Datar dan suku Perut Buncit. Kampung tersebut sudah biasa dipimpin oleh kepala kampung yang berasal dari suku Kaki Datar. Suatu hari, ada seseorang dari suku Perut Buncit yang ingin menjadi kepala kampung. Tentu hal ini tidak mudah diterima oleh sebagian suku Kaki Datar karena ada peraturan suku yang berkata bahwa suku Kaki Datar tidak boleh memilih suku Perut Buncit sebagai kepala kampung. Sebagian suku Kaki Datar yang lain sih tenang-tenang saja karena menurut mereka itu adalah aturan lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi damai saat ini, lagi pula calon kepala kampung dari suku Perut Buncit ini memang rajin bekerja walau orangnya bawel setengah mati.
Pada suatu hari, si calon kepala kampung itu bicara di depan sekelompok karang taruna kampung. Dia bilang bahwa aturan Suku Kaki Datar yang dianggap keramat itu tidak menganjurkan prasangka atau pun sikap diskriminatif terhadap suku lainnya. Ucapan si calon kepala kampung itu ternyata menyebar luas dan mengundang reaksi keras dari sebagian Suku Kaki Datar. Mereka bilang, “Menghina sekali! Sok tahu dia! Justru aturan keramat Suku Kaki Datar itu memang begitu, memang menganjurkan prasangka dan sikap diskriminatif kalau menyangkut pemilihan kepala kampung. Jadi bukan salah kami, tapi ini adalah aturan keramat.”
Akhirnya si calon kepala kampung itu diusir dari kampung, dan kampung itu pun kembali tenteram dan damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H