[caption caption="Gambar 1. Foto panorama Jägala Juga diambil dari dataran banjir Jägala Jõgi"][/caption]
Pada tanggal 27 Juli 2015 yang lalu, dalam rangkaian jalan-jalan musim panas, saya mengunjungi Jägala Juga di Estonia. Saya menggunakan bus nomor 152B dari Balti Jaam 5, di terminal utama kota Tallinn dan turun di halte Koeralooga, 25 km di sebelah Timur kota Tallinn. Harga tiket bus dari Balti Jaam ke Koeralooga adalah €2,30 per orang. Lama perjalanan menggunakan bus sekitar 48 menit, kemudian dilanjutkan berjalan kaki sejauh 1,3 km. Ketika saya tiba di lokasi, tidak ada satu orang pun di sana karena memang baru sekitar pk. 09.00 pagi. Tidak ada loket tiket dan penjaga, tetapi areanya cukup bersih dan terawat. Rumputnya pun rapi dan terpotong pendek.
Jägala Juga artinya air terjun Jägala. Air terjun ini dinamakan demikian karena terletak di Sungai Jägala atau Jägala Jõgi dalam bahasa setempat. Kawasan air terjun ini biasa dijadikan tempat piknik alam, juga untuk berenang dan main air. Sebenarnya tidak ada yang terlalu istimewa dari air terjun ini, hanya air terjun biasa setinggi 8 m dan lebar bibirnya 50 m. Jägala Juga tampak lebih indah pada musim dingin saat airnya membeku (Gambar 1), foto-fotonya dapat ditemukan dengan mudah di internet. Sepertinya seluruh bibir bisa berair pada musim semi ketika es dan salju mulai mencair. Sedangkan pada musim panas, seperti ketika saya kunjungi, hanya sebagian bibir yang mencurahkan air (Gambar 2).
Secara kebetulan ketika saya mengamati sebuah bongkah dari dekat, saya menjumpai banyak fosil. Setelah saya teliti lebih lanjut di beberapa titik, pada singkapan batuan dan bongkah-bongkah in situ di daerah ini dijumpai fosil mirip Ammonit dan Orthoceras (Gambar 3). Litologi batuan yang dominan adalah batugamping berlapis dengan perlapisan horizontal. Batugamping ini membentuk dinding air terjun dan tebing di sekitarnya (Gambar 4). Sayangnya saya hanya mengambil foto-foto saja dan tidak melakukan pemerian yang rinci karena memang tidak membawa buku dan alat-alat. Lagi pula saya hanya ingin menikmati liburan dan acara utama di sana adalah piknik makan pagi dan menikmati alam sampai siang hari.
[caption caption="Gambar 1. Papan Informasi memuat penampang stratigrafi"]
[caption caption="Gambar 2. Bagian atas Jägala Juga menunjukkan sebagian bibir yang berair"]
[caption caption="Gambar 3. Bongkah in situ yang mengandung fosil Estonioceras dan Orthoceras"]
[caption caption="Gambar 4. Singkapan batugamping"]
---
Setelah pulang dari Estonia, barulah kemudian saya mencari tahu lebih banyak tentang apa yang saya jumpai di Jägala Juga. Saya melakukan riset internet, dan mengirim korespondensi pribadi kepada pihak Institut Geologi di Universitas Teknologi Tallinn (TTÜ) untuk meminta rujukan publikasi ilmiah tentang geologi di daerah Jägala Juga. Sayangnya pihak TTÜ menjawab bahwa publikasi ilmiah yang berkaitan dengan Jägala Juga hanya terdapat dalam bahasa Estonia.
Walaupun demikian, Dr. Tiiu Märss, seorang ahli paleontologi dari Departemen Paleontologi dan Stratigrafi, memberikan konfirmasi bahwa fosil yang saya jumpai adalah Orthoceras yang memang banyak dijumpai di Jägala Juga. Tetapi baru kali ini saya jumpai Orthoceras di lapangan, dan ternyata tebakan saya betul. Beliau juga menambahkan bahwa panjang Orthoceras bisa mencapai 3 m, sedangkan panjang Orthoceras yang saya jumpai di lokasi hanya mencapai 30 cm. Padahal Wikipedia menyebutkan panjang Orthoceras mencapai 15 cm. Yah, tentunya kita tidak bisa memercayai seluruh isi Wikipedia.
Â
Selain itu, Dr. Märss juga mengatakan bahwa umur batuan di lokasi Jägala Juga adalah Ordovisium. Saya juga mendapatkan publikasi yang menyebutkan bahwa umur batuan di Jägala Juga berumur Ordovisium Bawah sampai Ordovisium Tengah (Mägi, 1991 dalam Meidla, 2008). Kondisi batuan di Jägala Juga sangat kontras apabila dibandingkan dengan kondisi batuan di Indonesia, batuan Paleozoikum dan Pra-Kambrium di Indonesia biasanya sudah terlipat, tersesarkan, terkekarkan, dan termetamorfkan.
Ketika mengetahui umur batuan adalah Ordovisium, saya yang tadinya yakin bahwa fosil yang saya jumpai adalah Ammonit seperti yang banyak dijumpai di Indonesia, terpaksa melakukan penelitian lebih lanjut. Saya berdiskusi di forum fosil, dan akhirnya berkesimpulan bahwa fosil tersebut adalah Estonioceras.
Berdasarkan informasi-informasi yang saya dapatkan, mulailah saya menyusun dongeng geologi. Pertama-tama, batugamping yang kaya akan fosil Cephalopoda adalah petunjuk lingkungan pengendapan laut. Lalu perlapisan yang horisontal menunjukkan kondisi tektonik yang stabil. Akhirnya, karena batugamping tersebut kini dijumpai di daratan, maka dapat disimpulkan bahwa pada lokasi ini terjadi penurunan muka air laut. Demikianlah sedikit dongeng geologi berdasarkan ekskursi geologi spontan kali ini. Lebih jauh lagi, peristiwa penurunan muka air laut ini mungkin terjadi secara regional di daerah Baltik, tetapi pastinya hal ini tidak dapat disimpulkan hanya dari satu titik ekskursi di Jägala Juga.
Salam satu bumi.
Referensi:
- Meidla, T. 2008. Field Guide: Excursion B: Ordovician of NE Estonia: Stop B1: Jägala Waterfall section. Dalam: Hints, O., AinÂsaar, L., Männik, P. & Meidla, T. (Editor). The Seventh Baltic Stratigraphical Conference. Absracts and Field Guide. Geological Society of Estonia, Tallinn. hal. 98-100.
Catatan:
- Jargon-jargon geologi pada artikel ini ditautkan pada Wikipedia berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris apabila tidak dijumpai halaman terkait dalam bahasa Indonesia.
- Sumber semua gambar pada artikel ini adalah dokumentasi pribadi.
Ucapan terima kasih khusus untuk Kompasianer Joko P, yang memberikan peer review sehingga saya dapat melakukan koreksi-koreksi terhadap artikel ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H