Â
Tahun ini Indonesia telah merdeka selamat 74 tahun dan kita merayakan hari spesial ini dengan berbagai cara. Meski sudah lebih dari 7 dekade kita merdeka tetapi masih banyak sektor atau bagian-bagian dari negara kita yang belum sepenuhnya merdeka. Salah satu sektor yang masih belum merdeka sepenuhnya adalah sektor pendidikan, pada sektor ini bisa dibilang indonesia masih tertinggal jauh (berdasarkan rangking PISA).Â
Pada urutan PISA Indonesia berada di no 62 dari 70 negara yang ada dengan nilai 395,3 Â sementara nilai rata-ratanya adalah 450. Nilai atau skor ini juga menunjukan seberapa jauh kita tertinggal, 25 poin senilai dengan 1 tahun, ini berarti pendidikan kita tertinggal 2 tahun dari nilai rata-rata skor PISA.Â
Kenapa seperti ini? padahal Indonesia banyak menjuarai olimpiade tingkat internasional baik MIPA maupun yang lainnya. Skor yang Indonesia peroleh juga menujukan betapa tidak meratanya pendidikan di Indonesia, karena PISA mengambil sampel dari seluruh daerah Indonesia. Untuk negara seperti Singapura (yang menduduki peringkat satu 551,7 poin) luas wilayahnya tidak sebesar indonesia, sehingga dapat mengontrol pemerataan kualitas pendidikannya dengan leluasa.
1
Label peringkat satu atau yang terbaik membuat masyarakat Indonesia penasaran seperti apa pembelajaran yang diterapkan oleh Singapura atau buku yang seperti apa yang digunakan oleh mereka sehingga bisa menjadi no 1. Status Singapura ini juga menjadikan peluang bagi perusahaan buku untuk dapat menjual buku dengan label "Singapura" agar negara atau sekolah yang menggunakannya mendapat hasil yang sama dengan singapura.Â
Bermula dari sini sekarang banyak beredar di Indonesia buku pelajaran berbasis "Singapura" khususnya pada pelajaran Sains dan Matematika. Banyak sekolah di Indonesia sekarang lebih memilih buku berbasis "Singapura" dibandingkan buku "lokal" tujuannya agar siswa-siswa di sekolah mereka bisa menjadi selevel atau sama kemampuannya dengan siswa "Singapura". Â Â
Tidak sedikit sekolah yang menggunakan buku berbasis "Singapura" bertujuan untuk mendapatkan daya jual lebih kepada masyarakat kita, dengan label buku luar negeri biasanya masyarakat kita rela mengeluarkan uang lebih banyak demi anak-anaknya. Buku-buku yang berlabel "Singapura" ini pun biasanya dijual dengan harga yang lebih mahal dibandingkan buku "lokal" kita selisih harganya bisa sampai ratusan ribu rupiah untuk satu buku saja.
Pertanyaan dalam benak saya muncul melihat trend ini, kenapa buku-buku "lokal" atau karya anak bangsa sehingga tidak dapat bersaing dan banyak masyarakat yang lebih memilih buku berlabel "Singapura". Buku-buku berlabel "Singapura" ini laris di banyak sekolah terutama sekolah yang juga berlabel "Internasional" tetapi tidak sedikit juga sekolah biasa yang menggunakan buku tipe ini.Â
Buku berlabel "Singapura" ini tidak dijual di toko buku pada umumnya seperti Gramedia, Gunung Agung atau TM Bookstore. Buku-buku tersebut terdistributisi secara khusus dimana hanya beberapa perusahaan atau agen buku yang dapat menjualnya di Indonesia.Â
Mungkin salah satu banyaknya penggunaan buku berlabel "Singapura" ini juga karena berbasis bahasa inggris tetapi apakah kita tidak bisa membuat buku-buku yang menggunakan bahasa inggris? saya pernah melihat buku matematika buatan bangsa sendiri  yang berbasis bahasa inggris tetapi tetap saja kalah pamor atau kurang laku untuk dijual ke sekolah-sekolah, nyatanya mereka tetap memilih produk asing daripada produk asli bangsa sendiri. Sudah saatnya digemakan kembali untuk bangga menggunakan produk bangsa sendiri, masyarakat kita nyatanya masih lebih percaya produk luar dibandingkan produk sendiri.
Ada apa dengan buku -buku "lokal", Kenapa dengan buku-buku "lokal", Apakah kualitasnya berbeda?, Apakah tidak ada pengawasan dari pemerintah kita? pertanyaan demi pertanyaan terus muncul. Menurut saya kita terjajah oleh negara asing dari segi yang paling vital yaitu pendidikan, di negara sendiri buku-buku kita kalah bersaing dengan buku-buku "asing".Â
Padahal banyak potensi yang kita miliki, telah banyak para guru dan para dosen membuat atau mengembangkan buku pembelajaran yang berkualitas baik, apa buktinya? bisa kalian cari di jurnal-jurnal ilmiah online baik dari google scholar atau pun yang lainnya.Â
Hasil pencarian pada jurnal-jurnal online memperlihatkan banyak buku atau modul yang telah dikembangkan oleh para pendidik kita tetapi pertanyaannya adalah kemana hasil penelitian atau hasil karya mereka?
Saya cukup khawatir hasil-hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan oleh bangsa kita hanya menjadi formalitas semata, nyatanya karya-karya tersebut masih sangat sedikit diproduksi masal atau di rekomendasikan oleh pemerintah untuk menjadi buku wajib pada sekolah-sekolah di Indonesia.Â
Saya juga sebagai guru  pernah mengembangkan buku atau modul praktikum Fisika (Sekedar info bahwa modul atau buku khusus praktikum untuk sains di Indonesia sangat jarang ada di toko buku, untuk itu penelitian saya mengembangkan modul praktikum) dan telah diseminarkan di UPI dan sedang dalam proses untuk masuk ke jurnal Ilmiah SCOPUS. Seperti karya lain para dosen dan guru yang telah ada, karya saya dan rekan-rekan juga hanya sebatas masuk jurnal ilmiah. Cukup memprihatinkan jika banyak hasil penelitian yang telah dilakukan oleh bangsa kita tetapi tidak diaplikasikan untuk bangsa kita sendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H